KPK Dalami Dugaan Anggota DPRD Tabalong Terima Aliran Uang dari Bupati HSU Abdul Wahid
KPK mendalami dugaan penerimaan uang oleh Anggota DPRD Tabalong Fraksi PDIP, Rini Irawanty, dari Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara (HSU), Abdul Wahid.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan penerimaan uang oleh Anggota DPRD Tabalong Fraksi PDIP, Rini Irawanty, dari Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara (HSU), Abdul Wahid (AW).
Pendalaman ini langsung ditanyakan kepada Rini Irawanty, Rabu (8/12/2021).
Rini diperiksa penyidik sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU Tahun 2021-2022.
"Rini Irawanty (Anggota DPRD Tabalong), hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya aliran penerimaan sejumlah uang oleh tersangka AW dan pihak terkait lainnya yang selanjutnya digunakan untuk beberapa keperluan pribadi tersangka AW tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (9/12/2021).
KPK telah mengumumkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pada 18 November 2021.
Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki selaku pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.
Baca juga: KPK Periksa Anggota DPRD dari PDIP Rini Irawanty Terkait Kasus Suap Bupati HSU
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara untuk dua periode (2012-2017) dan 2017-2022) pada awal 2019 menunjuk Maliki sebagai pelaksana tugas Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh Maliki untuk menduduki jabatan tersebut karena sebelumnya telah ada permintaan oleh tersangka Abdul Wahid.
Penerimaan uang oleh tersangka Abdul Wahid dilakukan di rumah Maliki pada Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh Maliki melalui ajudan tersangka Abdul Wahid.
Pada sekitar awal 2021, Maliki menemui tersangka Abdul Wahid di rumah dinas jabatan bupati untuk melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara Tahun 2021.
Baca juga: KPK Periksa Anggota DPRD Tabalong Terkait Kasus Suap Bupati HSU Abdul Wahid
Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek tersebut.
Selanjutnya, tersangka Abdul Wahid menyetujui paket plotting tersebut dengan syarat adanya pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee, yaitu 10 persen untuk tersangka Abdul Wahid dan 5 persen untuk Maliki.
Baca juga: Kasus Suap Infrastruktur Bupati HSU Abdul Wahid, KPK Telusuri Indikasi Jual Beli Jabatan
Adapun, pemberian komitmen fee yang diduga diterima oleh tersangka Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.
Selain melalui perantaraan Maliki, tersangka Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp1,8 miliar.