Pentingnya Peran Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Adat
KLHK terus mendorong masyarakat adat agar berani dan terus mengelola hutannya sendiri
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) terus mendorong masyarakat adat agar berani dan terus mengelola hutannya sendiri dan mendukung langkah tersebut sebagai bagian dari komitmen KLHK untuk mewujudkan pengarusutamaan gender dalam mendukung tujuan SDGs.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan KLHK dan Koordinator Pokja Pengarusutamaan Gender KLHK, Apik Karyana dalam serial acara Podcast Sesi 1 bertajuk Harmonisasi Pengarusutamaan Gender di KLHK dalam Mendukung Tujuan Pembangunan Bersama/SDGs, Sabtu (11/12/2021).
Baca juga: Sempat Diamankan Karena Gelar Aksi Ritual di KLHK, Polisi Pulangkan 27 Peserta Demo Masyarakat Adat
“Kalau kita lihat dalam konteks kawasan hutan, ada 120 juta hektar, kalau dengan perairan menjadi 125 juta hektar. Padahal luas daratan Indonesia itu kurang lebih 197 juta hektar. Jadi 62 persen itu kawasan hutan,” tuturnya.
Beberapa kawasan hutan itu, sebagian merupakan hutan adat, yang mana dikelola oleh Masyarakat Hukum Adat (MAH).
“Dalam konteks ketatanegaraan, hutan adat itu agar diakui, agar dilindungi maka dia harus mengusulkan menjadi hutan adat, sehingga ditunjuk oleh menteri sebagai hutan adat. Tapi banyak juga yang belum ditunjuk. tapi tetap kita namakan sebagai hutan adat kalau memang itu masih dikelola secara adat,” kata Apik.
Baca juga: Berdemo di Depan Gedung KLHK, Puluhan Orang Masyarakat Adat Tano Batak Diamankan Polisi
Apik mengatakan KLHK akan terus mendorong masyarakat di sekitar hutan adat agar mengelola, menjaga dan mendapatkan hasil dari hutan adat karena di dalam hutan adat itu banyak terdapat kearifan lokal dan praktek-praktek baik.
Dalam kesempatan itu, Apik juga menyoroti urgensi peran para perempuan dalam menjaga hutan adat.
“Jadi ibu-ibu itu menjadi representasi dari alam. Di situ lah di praktek-praktek baik. Di situ banyak yang dilakukan oleh kaum ibu, yang kaitanya dengan hutan adat. Dan mereka menjaga hutan itu dengan kearifan lokal agar lestari, hasilnya juga untuk mereka,” tuturnya.
Karena itu, menurut Apik, keadilan gender sudah ada di dalam MHA sejak lama. Dan KLHK belajar dari MHA dalam menggiatkan praktek-praktek baik itu dan mengembangkannya.
“Kaum perempuan itu, ketika terjadi bencana alam, ketika terjadi kerusakan alam, mereka adalah yang paling menderita. Oleh karena itu KLHK terus bekerja untuk bagaimana agar kesetaraan gender ini terjadi di Kementerian LHK. Red], mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, termasuk di dalamnya adalah penganggaran,” imbuhnya.
Baca juga: Gakkum KLHK Sumatera Gagalkan Penjualan 36,7 Kilogram Sisik Trenggiling dan 1 Buah Paruh Rangkong
Dalam pelaksanaannya, Apik menyebutkan bahwa KLHK akan terus melakukan berbagai inovasi regulasi atau pelaksanaan sampai dengan pengarusutamaan gender itu berjalan di Indonesia, termasuk dalam melakukan perbaikan perbaikan di dalam penyediaan sarana prasarana agar terjadi kesetaraan gender baik di kantor pusat maupun di UPT.
“Kita selalu meningkatkan SDM kita ta bagaimana agar respective gender yang tadinya netral gender menjadi nature gender sehingga itu menjadi meresap di dalam hati pikiran dan tindakan,” pungkasnya.