Legislator PAN Dukung Ketua KPK Soal Peniadaan Presidential Threshold
Guspardi menilai, adanya presidential threshold, maka demokrasi di Indonesia masih diwarnai dengan biaya politik yang tinggi.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus, mendukung pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang menyebut Presidential Threshold harus ditiadakan guna mengentaskan korupsi di Tanah Air.
Guspardi menilai, adanya presidential threshold, maka demokrasi di Indonesia masih diwarnai dengan biaya politik yang tinggi.
Menurutnya, sudah seharusnya pilpres yang membutuhkan ongkos politik mahal dihilangkan.
"Bisa dibayangkan, bila ada figur yang kredibel, berintegritas dan hebat mau maju menjadi calon pemimpin bangsa, tetapi tak punya kapital yang memadai. Dan ini yang dijadikan peluang bagi oligarki untuk mensponsori figur yang ingin maju dalam pemilihan presiden. Setelah sosok pemimpin yang dibiayainya itu terpilih, maka kepentingan para oligarki tentu harus diakomodir sehingga tersandera kepentingan pihak lain yang mendorong terjadinya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)," kata Guspardi, kepada wartawan, Senin (13/12/2021).
Baca juga: Ferry Juliantono Gugat Presidential Threshold Jadi 0 Persen Atas Nama Pribadi, Tidak Wakili Gerindra
Guspardi mengatakan, penerapan sistem presidential threshold terkesan sebagai upaya membatasi hak konstitusional rakyat dalam menentukan calon pemimpinnya.
"Presidential threshold juga lari dari semangat reformasi, lantaran tidak membuka ruang demokrasi guna memberikan kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk memilih mana calon yang terbaik tanpa perlu diatur dan diseleksi terlebih dahulu oleh mekanisme ambang batas," ujarnya.
Legislator asal Sumatera Barat itu menilai, dengan dihapusnya aturan presidential threshold juga dapat menjadi salah satu jalan keluar guna mencegah polarisasi di tengah masyarakat.
Jangan sampai pesta demokrasi yang seharusnya disikapi dengan kegembiraan, justru menciptakan permusuhan yang berkepanjangan di antara anak bangsa.
Oleh karena itu, setiap partai politik seharusnya di berikan hak konstitusionalnya mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Fahri Hamzah: Presidential Threshold Mesti Nol Persen
"Bagaimanapun pengalaman kontestasi Pilpres 2019 lalu seharusnya bisa menjadi pelajaran penting bahwa penetapan presidential threshold telah mengakibatkan rakyat terpolarisasi menjadi dua kubu yang saling berhadapan," ujarnya.
"Akibatnya terjadi berbagai pembelahan yang membuat terjadinya persekusi, timbulnya fitnah, merajalelanya hoaks, dan lain-lain. Lalu dilanjutkan dengan narasi-narasi yang menjatuhkan pasangan lawan atau kubu lawan. Sikap semacam ini dapat menciptakan konflik horizontal maupun vertikal yang berujung pada tindak kekerasan di tengah-tengah masyarakat," pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.