Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dijerat Kasus Terorisme, Munarman: Ini Upaya untuk Cegah Saya Berpartisipasi dalam Pemilu 2024

Munarman menyebut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terkait perkara yang menjeratnya merupakan fitnah dan rekayasa.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Dijerat Kasus Terorisme, Munarman: Ini Upaya untuk Cegah Saya Berpartisipasi dalam Pemilu 2024
Tribunnews/Jeprima
Eks Sekretaris Umum DPP Front Pembela Islam (FPI), Munarman. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana terorisme Munarman menyebut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terkait perkara yang menjeratnya merupakan fitnah dan rekayasa.

Hal itu diungkapkan Munarman dalam sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (15/12/2021).

Bahkan dirinya menuding, perkara terorime ini merupakan upaya beberapa golongan untuk mencegahnya berpartisipasi dalam Pemilu 2024.

Terlebih kata dia, semua orang yang ditangkap dan dipidana dalam kasus terorisme tidak ada kaitan dengan dirinya.

"Ini telah diarahkan, digiring bahkan dibuatkan konser opini melalui berbagai media, baik media mainstream maupun media sosial para buzzer, dalam rangka menjadikan saya sebagai target operasi untuk ditangkap dan dipenjarakan minimal hingga selesai Pemilu 2024," kata Munarman dalam persidangan.

Lantas Munarman memberkan setidaknya ada tiga alasan atau tujuan yang dinilai sebagai dasar utama dia dijerat kasus terorisme.

Baca juga: Polisi Tangkap 2 Orang Mencurigakan saat Sidang Perdana Munarman di PN Jakarta Timur

Berita Rekomendasi

Alasan itu termasuk untuk menghalangi proses advokasi dirinya untuk keluarga korban anggota eks Laskar FPI yang tewas dalam penembakan di ruas jalan tol Jakarta-Cikampek, Desember lalu.

Sementara alasan selanjutnya yang dinilainya menjadi perhatian yakni untuk mencegah partisipasinya pada Pemilu 2024.

"Jadi, ada tiga motif utama dalam memperkarakan saya, pertama; adalah untuk menghalangi advokasi hukum internasional terhadap peristiwa pembantaian 6 orang pengawal Habib Rizieq. Kedua, sebagai upaya mencegah saya untuk berpartisipasi dalam proses Pemilu 2024," kata Munarman.

"Dan yang ketiga, adanya kebencian yang mendalam secara ideologis terhadap Islam, sehingga suara kritis dan aspirasi dari umat Islam harus dibungkam dan dimusnahkan melalui rekayasa yang sedemikian rupa," sambungnya.

Baca juga: Dijerat Dakwaan Aksi Teror, Munarman Sebut Penetapan Tersangkanya Patut Masuk Guinness World Records

Lebih lanjut, mantan aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu mengatakan kasus ini sengaja direkayasa agar dirinya tidak turut terlibat dalam kontestasi Pilpres mendatang.

Padahal kata dia, tidak ada rencana apapun dalam pikirannya untuk terjun langsung dalam agenda Pemilu tersebut, terlebih terkait rencana menjadi pesaing para politikus atau pejabat negara.

"Saya tidak punya agenda merebut kekuasaan mereka, tapi komplotan tersebut karena sudah sangat mencintai kehidupan dunia, maka secara psikologi sudah menjadi seperti fir'aun yang ketakutan kekuasaannya hilang, hingga memerintahkan pembunuhan terhadap bayi-bayi Bani Israil dan memfitnah Nabi Musa AS sebagai orang yang memecah belah bangsa," katanya.

Diketahui, dalam perkara ini, eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) itu didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme. Aksi Munarman itu dilakukan di sejumlah tempat.

"Munarman dan kawan-kawan merencanakan atau menggerakkan orang lain untuk ancaman kekerasan untuk melakukan tindak pidana teroris," kata jaksa dalam persidangan, Rabu (8/12/2021).

Dalam dakwaannya, jaksa menyatakan perbuatan itu dilakukan oleh Munarman secara sengaja.

Tak hanya itu, Jaksa menyebut, eks Kuasa Hukum Rizieq Shihab itu melakukan beragam upaya untuk menebar ancaman kekerasan yang diduga untuk menimbulkan teror secara luas.

Baca juga: Kuasa Hukum Beberkan Kondisi Terkini Kesehatan Munarman Jelang Dihadirkan Dalam Sidang Hari Ini

Munarman juga disebut menyebar rasa takut hingga berpotensi menimbulkan korban secara luas. Selain itu, perbuatannya juga kata jaksa, mengarah pada perusakan fasilitas publik.

"Bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan, atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik atau fasilitas internasional," ucapnya.

Dalam dakwaan itu, perbuatan Munarman dilakukan pada Januari hingga April 2015. Munarman menggerakkan aksi terorisme di Sekretariat FPI Kota Makassar serta Markas Daerah Laskar Pembela Islam (LPI) Sulawesi Selatan; Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an Sudiang Makassar.

Tak hanya itu perbuatan itu juga dilakukan di aula Pusat Pengembangan Bahasa (Pusbinsa) Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara.

Dalam sidang tersebut, Jaksa juga menjelaskan awal mula beridirinya kelompok ISIS di Suriah pada 2014.

Kemunculan kelompok tersebut diikuti dengan dukungan oleh sejumlah masyarakat dunia, termasuk di Indonesia.

"Bahwa propaganda ISIS tersebut berhasil mendapatkan dukungan dari beberapa kelompok di negara Indonesia," kata jaksa.

Salah satu kegiatan yang diduga sebagai bentuk berbaiat atau sumpah setia itu dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan.

Forum yang mengatasnamakan aksi solidaristas Islam mengadakan kegiatan dukungan kepada ISIS.

"Serta sumpah setia kepada syekh pimpinan ISIS Abu Bakar al-Baghdadi baiat dengan tema menyambut negara khilafah dengan sumpah setia. Acara di UIN tersebut dihadiri dan diikuti terdakwa, dengan ratusan orang lainnya," ujar jaksa.

Rangkaian aksi atau perjalanan Munarman dalam agenda dugaan tindak pidana terorisme ini dibacakan oleh jaksa secara merinci di persidangan, termasuk kegiatan dan pidatonya di sejumlah tempat.

Atas perkara ini, Munarman didakwa melanggar Pasal 14 Juncto Pasal 7, Pasal 15 juncto Pasal 7 serta atas Pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas