Pakar Hukum: Sulsel Harus Dipimpin Gubernur Definitif
Terhadap putusan itu, Nurdin Abdullah tidak akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim terkait kasus suap dan gratifikasi.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Makkasar memvonis Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta terkait kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur.
Terhadap putusan itu, Nurdin Abdullah tidak akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim terkait kasus suap dan gratifikasi.
Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid mengatakan, jika Nurdin Abdullah tidak mengajukan banding maka vonis hakim sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrach selama 7 hari sejak putusan tersebut dibacakan hakim.
“Sehingga secara yuridis atas putusan tersebut dapat dikualifisir telah berkekuatan hukum tetap, sehingga mempunyai implikasi secara ketatanegaraan dalam proses pengisian jabatan publik untuk sisa masa jabatan gubernur,” ujar Fahri Bachmid, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/12/2021).
Baca juga: KPK Tidak Banding Atas Vonis Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah
Dia menjelaskan putusan dengan status inkrach terhadap Nurdin Abdullah, sangat terkait irisannya dengan Pengisian jabatan negara (staatsorganen, staatsambten) pengganti Nurdin Abdullah.
Hal ini karena merupakan salah satu unsur penting dalam hukum tata negara yang kemudian diisi dengan pejabat (ambtsdrager) yang mempunyai kedudukan hukum atas jabatan itu
Yaitu Wakil Gubernur, sehingga Andi Sudirman Sulaiman dapat ditetapkan sebagai Gubenur Sulsel Definitif.
“Hal ini untuk menentukan posisi gubernur yang akan diganti oleh wakil gubernur dalam melanjutkan sisa waktu masa jabatan gubernur,” katanya.
Secara hukum, jika merujuk pada UU RI No. 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, khusunya ketentuan Pasal 83 ayat (4) dan (5) mengatur bahwa:
“Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”
Baca juga: Gubernur Sulsel Nonaktif Nurdin Abdullah Divonis 5 Tahun Penjara, Hak Politik Dicabut 3 Tahun
Kemudian ketentuan ayat (5) mengatur bahwa : “Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota”
Untuk itu, menurut dia, jika pengadilan Tipikor telah selesai melakukan proses minutasi putusan dan secara resmi telah menjadi dokumen hukum yang lengkap.
Maka dengan demikiam hal tersebut tentunya dapat dijadikan sebagai dokumen usulan pemberhentian Nurdin Abdullah yang diajukan oleh Pemprov Sulsel dengan melampirkan dengan kutipan dan salinan vonis yang telah di minutasi oleh Pengadilan Tipikor Makassar.
"Dan ditujukan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk selanjutnya ditujukan kepada Presiden serta diterbitkan Keputusan Presiden (Kepres) tentang pemberhentian gubernur sulsel,” papar Fahri.
Jika itu yang terjadi, menurut Fahri Bachmid, maka berdasarkan ketentuan UU RI No. 10/2016 khusunya norma pasal Pasal 173 ayat (1) dan (2) yang rumusannya adalah dalam hal Gubernur, Bupati dan Walikota berhenti karena mininggal dunia; permintaan sendiri; dan atau diberhentikan, maka Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota,” tukas Fahri.
Selanjutnya ketentuan ayat (2) mengatur bahwa DPRD Provinsi menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan Wakil Gubernur menjadi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden melalui Menteri untuk disahkan pengangkatannya sebagai Gubernur.
Fahri menjelaskan, keadaan hukum yang demikian dapat dipahami jika diasumsikan sisa masa jabatan gubernur dan wakil gubernur adalah lebih dari 18 bulan, tetapi jika mencermati keadaan serta sisa masa jabatan yang ada saat ini, yang sisa masa jabatan adalah kurang lebih 20 bulan.
Dan jika melihat kondisi objektif serta proses dan dinamika pengadministrasian pengusulan pemberhentian sampai dengan diterbitkannya keputusan Presiden (Kepres) tentang pemberhentian Nurdin Abdullah secara tetap.
Dan post-factum untuk menghitung sejak kekosongan gubernur definitif itu terjadi sejak kelaurnya Kepres pemberhentian, maka niscaya sisa masa jabatan Gubernur Sul-Sel bisa menjadi kurang dari 18 bulan.
Jika asumsi ini yang terjadi maka tentuntunya, kata dia, ada implikasi hukum yang lain secara teknis ketatanegaraan tentang pengisian jabatan gubernur Sulsel
"Yaitu keadaan hukum dimana pengisian jabatan gubernur sulsel dilakukan dengan perhitungan kurang dari 18 bulan, yang mana Presiden dapat menetapkan Penjabat gubernur jika sisa masa jabatan gubernur adalah kurang dari 18 bulan, serta potensial gubernur sul-sel Andi Sudirman Sulaiman memimpin sulsel tanpa wakil gubernur," papar Fahri Bachmid.
Desain hukumnya telah diatur dalam Ketentuan pasal 87 ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa
“Apabila gubernur berhenti sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan pengisian jabatan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah”
Sehingga delegasi pengaturan tersebut telah diatur dalam UU RI No. 10/2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, sepanjang mengenai keadaan sisa masa jabatan yang kurang dari 18 bulan, sebagaimana telah dikonstruksikan dalam norma Pasal 174 ayat (7) yang mengatur bahwa:
“Dalam hal sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan penjabat Gubernur dan Menteri menetapkan penjabat Bupati/Walikota”.
Atas dasar kemaslahatan serta kepentingan publik yang jauh lebih besar dalam konteks pengambilan keputusan yang bersifat strategis dan berdampak lebih luas
Seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah, perubahan status hukum baik pada aspek struktur organisasi kepegawaian.
Lalu, dalam hal pengangkatan, pemimdahan dan pemberhentian pegawai, serta perubahan alokasi anggaran, yang kesemuanya ini sangat membutuhkan eksistensi serta peran Gubernur definitif yang kuat dari sisi legitimasi, baik secara yuridis maupun politik.
"Sehingga kami berharap agar presiden dapat mengambil langkah yang lebih responsif untuk penetapan gubernur Sulawesi Selatan definitif, demi kepentingan masyarakat yang lebih luas,” tutup Fahri Bachmid.