Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sejarah dan Makna Hari Ibu Nasional yang Diperingati Setiap Tanggal 22 Desember

Berikut ini sejarah dan makna Peringatan Hari Ibu (PHI) Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Desember.

Editor: Inza Maliana
zoom-in Sejarah dan Makna Hari Ibu Nasional yang Diperingati Setiap Tanggal 22 Desember
Panduan Pelaksanaan PHI 2021
Berikut ini sejarah dan makna Peringatan Hari Ibu (PHI) Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Desember. 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini sejarah dan makna Hari Ibu Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Desember.

Di tahun 2021, Hari Ibu Nasional diperingati pada esok hari, Rabu (22/12/2021).

Peringatan Hari Ibu (PHI) yang dilaksanakan setiap tanggal 22 Desember ini merupakan upaya bangsa Indonesia untuk mengenang dan menghargai perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan.

Baca juga: Kumpulan Link Twibbon dan Ucapan Hari Ibu 22 Desember, Cocok Dibagikan di Sosial Media

Baca juga: Kumpulan Puisi untuk Peringati Hari Ibu 22 Desember 2021

Hari Ibu bagi bangsa Indonesia berbeda dengan Hari Ibu di negara lain karena identik dengan tonggak gerakan perempuan Indonesia untuk berkontribusi aktif memajukan bangsa.

Dikutip dari kotaku.pu.go.id, Peringatan Hari Ibu Nasional hadir berdasarkan Keputusan Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959.

Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 menetapkan bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional.

Lantas, bagaimanakah sejarah Hari Ibu Nasional ?

Berita Rekomendasi

Sejarah Peringatan Hari Ibu (PHI)

Berikut ini sejarah hari ibu dikutip dari Panduan Pelaksanaan PHI Ke-93 Tahun 2021 dan LPMP Provinsi Riau.

Gema Sumpah Pemuda dan lantunan lagu Indonesia Raya yang pada tanggal 28 Oktober 1928 digelorakan dalam Kongres Pemuda Indonesia menggugah semangat para pimpinan perkumpulan kaum perempuan untuk mempersatukan diri dalam satu kesatuan wadah mandiri.

Pada saat itu sebagian besar perkumpulan masih merupakan bagian dari organisasi pemuda pejuang pergerakan bangsa.

Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dalam Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Gedung Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto, Yogyakarta.

Kongres tersebut dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera.

Hal itu menjadi latar belakang dan tonggak sejarah perjuangan kaum perempuan di Indonesia, dan memotivasi para pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib bagi kaum perempuan.

Pada Kongres Perempuan Indonesia I, yang menjadi agenda utama adalah mengenai persatuan perempuan Nusantara; peranan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan; peranan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan lain sebagainya.

Salah satu keputusannya adalah dibentuknya satu organisasi federasi yang mandiri dengan nama Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI).

Melalui PPPI tersebut, terjalin kesatuan semangat juang kaum perempuan untuk secara bersama-sama kaum Laki-laki berjuang meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka, dan berjuang bersama-sama kaum perempuan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan Indonesia menjadi perempuan yang maju.

Pada tahun 1929 Perikatan Perkoempoelan Perempuan Indonesia (PPPI) berganti nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII).

Kemudian pada tahun 1935 diadakan Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta.

Kongres tersebut berhasil membentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia dan juga menetapkan fungsi utama Perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa.

Fungsi ini berkewajiban untuk menumbuhkan dan mendidik generasi baru yang lebih menyadari dan lebih tebal rasa kebangsaannya.

Setelah itu pada tahun 1938, Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung menyatakan bahwa tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.

Keputusan tersebut kemudian dikukuhkan oleh Pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur tertanggal 16 Desember 1959, yang menetapkan bahwa Hari Ibu tanggal 22 Desember merupakan hari nasional dan bukan hari libur.

Hingga akhirnya pada tahun, 1946 Badan ini menjadi Kongres Perempuan Indonesia disingkat KOWANI, yang sampai saat ini terus berkiprah sesuai aspirasi dan tuntutan zaman.

Peristiwa besar yang terjadi pada tanggal 22 Desember tersebut kemudian dijadikan tonggak sejarah bagi Kesatuan Pergerakan Perempuan Indonesia.

Baca juga: Dikenal Dekat dengan Sang Ibu, Naysila Mirdad Bocorkan Rahasia Kedekatannya

Makna Peringatan Hari Ibu (PHI)

Hari Ibu oleh bangsa Indonesia diperingati tidak hanya untuk menghargai jasa-jasa perempuan sebagai seorang ibu, tetapi juga jasa perempuan secara menyeluruh.

Baik sebagai ibu dan istri maupun sebagai warga negara, warga masyarakat dan sebagai abdi Tuhan Yang Maha Esa, serta sebagai pejuang dalam merebut, menegakan dan mengisi kemerdekaan dengan pembangunan nasional.

Peringatan Hari Ibu dimaksudkan untuk senantiasa mengingatkan seluruh rakyat Indonesia terutama generasi muda, akan makna Hari Ibu sebagai Hari kebangkitan dan persatuan serta kesatuan perjuangan kaum perempuan yang tidak terpisahkan dari kebangkitan perjuangan bangsa.

Untuk itu, perlu diwarisi api semangat juang guna senantiasa mempertebal tekad untuk melanjutkan perjuangan nasional menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Makna Lambang Hari Ibu

Semangat perjuangan kaum perempuan Indonesia tersebut sebagaimana tercermin dalam lambang Hari Ibu berupa setangkai bunga melati dengan kuntumnya, yang menggambarkan:

1. kasih sayang kodrati antara ibu dan anak;

2. kekuatan, kesucian antara ibu dan pengorbanan anak; dan

3. kesadaran perempuan untuk menggalang kesatuan dan persatuan, keikhlasan bakti dalam pembangunan bangsa dan negara.

Semboyan pada lambang Hari Ibu Merdeka Melaksanakan Dharma mengandung arti bahwa tercapainya persamaan kedudukan, hak, kewajiban dan kesempatan antara kaum perempuan dan kaum laki-laki.

Hal ini merupakan kemitraan sejajar yang perlu diwujudkan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi keutuhan, kemajuan dan kedamaian bangsa Indonesia.

(Tribunnews.com/Kristina Wulandari)

Baca juga artikel lainnya terkait Peringatan Hari Ibu

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas