Kalangan Difabel Sulit Akses Internet, Ekonom INDEF: Pemerintah Harus Tanggung Jawab
Ekonom INDEF Nailul Huda mengatakan menyediakan internet bagi semua pihak, termasuk difabel menjadi tanggung jawab pemerintah.
Editor: Arif Fajar Nasucha
Laporan wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Minimnya akses internet masih menjadi tantangan bagi kalangan difabel.
Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2021 memperlihatkan, hanya 9% penyandang disabilitas yang mendapatkan akses internet.
Artinya, ada 91% penyandang disabilitas yang tidak memiliki akses internet.
Kondisi itu tentunya memprihatinkan, mengingat akses internet menjadi sesuatu yang penting untuk mengembangkan ekonomi digital dan difabel juga memiliki hak membantu pemulihan ekonomi melalui pengembangan ekonomi digital.
Baca juga: Transisi Energi Bukan Sekedar Mengganti Sumber Energi
"Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan internet bagi semua pihak, termasuk difabel," kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda, saat acara virtual Alinea, Rabu(22/12/2021).
Difabel juga tidak bisa menunggu lebih lama lagi mengenai ketersediaan internet.
Sebab berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, pandemi Covid-19 menyebabkan 38,57% tenaga kerja difabel kehilangan pekerjaannya.
"Pada 2019, pekerja difabel berjumlah 366.350 orang dan pada 2020 jumlahnya berkurang 38,57% menjadi 255.048 pekerja," jelas dia.
Karena itu lanjut Huda menjalankan bisnis daring bisa menjadi pilihan bagi difabel untuk bangkit sekaligus membantu memulihkan ekonomi.
Baca juga: BNPB Antisipasi Lonjakan Kebutuhan Tempat Karantina
Untuk itu, Huda menyarankan agar difabel berkolaborasi dengan pihak lain, sehingga mempercepat proses masuk ke e-commerce.
Hal itu diyakini bisa berdampak positif bagi kaum difabel maupun negara.
Pasalnya, Indef menemukan kalau ekonomi digital memberikan kemudahan dan seharusnya juga bisa dimanfaatkan difabel untuk berdaya saing.
Sementara itu pemilik The Able Art Tommy Budianto mengakui aksesibilitas internet difabel masih kurang.
"Tetapi, jangan menyerah, karena di luar sana banyak difabel yang bisa sukses dengan segala keterbatasannya. Bisa berkarya dan menjadi role model," ucap dia.
Dia pun berharap agar pemangku kepentingan bisa meningkatkan angka melek digital difabel.
Hal itu diyakininya akan menjadi pemacu dan semangat bagi difabel untuk ikut mengembangkan ekonomi digital dan tentunya berkontribusi pada pemulihan ekonomi negara.
Baca juga: Pengguna Aktif Internet Naik, Permintaan Layanan Bank Digital Ikut Melonjak
Di sisi lain, Public Affairs Senior Lead Tokopedia Aditia Grasio Nelwan mengatakan, pihaknya hadir menciptakan ekosistem yang inklusif, menyasar semua kalangan, termasuk penyandang difabel.
"Kami ingin memberikan cara yang mudah dan nyaman untuk memenuhi kebutuhan pengguna sehingga bisa fokus dalam mengembangkan bisnisnya. Kami mendukung siapapun untuk mulai saja dulu, semua selalu ada, dan selalu bisa," paparnya.
Dengan mengedepankan inklusivitas, Aditia berkeyakinan setiap orang yang mempunyai niat dalam berusaha bisa menemukan peluang.
Sehingga pihaknya terus mengupayakan berbagai kemudahan dan memberikannya kepada pengguna, termasuk difabel.
Bahkan belum lama ini, Tokopedia meluncurkan fitur voice over. Fitur ini memudahkan penyandang difabel netra menggunakan platform Tokopedia.
Jauh sebelumnya, kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) Tokopedia telah menyasar kepada difabel, agar mereka bisa mandiri secara sosial dan ekonomi.
"Sejak 2018 kami melakukan pemberdayaan kepada teman-teman difabel di delapan provinsi. Ada pendampingan bisnis, bantuan alat produksi, hingga pelatihan e-commerce," tuturnya.(Willy Widianto)