Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Muhaimin Iskandar: NU Kembali ke Khittah Bukan Berarti Melepaskan Diri dari Politik

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan, sebetulnya NU tidak akan bisa lepas dari politik.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Muhaimin Iskandar: NU Kembali ke Khittah Bukan Berarti Melepaskan Diri dari Politik
Panitia Muktamar NU
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) H Abdul Muhaimin Iskandar di acara Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-34. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nahdlatul Ulama (NU) sedang menggelar Muktamar ke-34 di Lampung yang berlangsung pada 22-23 Desember 2021.

Satu hal yang sering menjadi pembicaraan adalah persoalan NU kembali ke khittah 1926 dan keluar dari area politik praktis sesuai keputusan Muktamar NU ke-27 di Situbondo.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan, sebetulnya NU tidak akan bisa lepas dari politik.

Hal itu disampaikan Muhaimin saat memberikan sambutan pada Launching dan Bedah Buku ”Historiografi Khittah dan Politik Nahdlatul Ulama” di Bandar Lampung, Rabu (22/12/2021).

”Kalau disebut kembali ke khittah, itu bukan berarti melepaskan diri dari politik, tetapi justru menjadikan perangkat politik lebih luas,” ujar Gus Muhaimin.

Menurut Gus Muhaimin, sudah saatnya NU mempengaruhi kebijakan politik yang lebih transformatif untuk membawa kemajuan dan perubahan di masa yang akan datang.

Baca juga: Pendaftaran Calon Ketua Umum PBNU Bakal Dilakukan Saat Sidang Pleno V Muktamar NU, Berikut Syaratnya

”Kita harus membicarakan politik dalam artian yang lebih luas. Mulai dari mabadi’u khaira ummah, maqasidu syariah, sampai maslahatil ummah,” katanya.

Menurutnya, istilah 'NU kembali ke khittah' justru menjadikan politik NU semakin canggih.

Saat ini, para politisi NU sudah naik kelas.

Berita Rekomendasi

Jika di zaman Orde Baru dulu hanya bisa menduduki jabatan publik di legislatif, sejak era reformasi, banyak kader NU yang menjabat di eksekutif maupun legislatif.

”Karena demokrasi dan reformasi telah melahirkan kebebasan untuk menentukan arah politik yang kemudian warga NU terorganisir maupun pribadi menjadi kekuatan politik sehingga akhirnya jabatan-jabatan publik bisa diambil melalui pemilihan secara langsung,” katanya.

Baca juga: Gus Muhaimin Pastikan RUU TPKS Disahkan Jadi UU Inisiatif DPR pada Januari 2022

Kendati begitu, Gus Muhaimin juga mengatakan bahwa ada konsekuensi dari pemilihan langsung yang tidak mudah, termasuk kecenderungan pragmatisme politik yang melahirkan-produk politik yang tidak efektif.

Menurutnya, politik besar yang menjadi khittah adalah bahwa NU harus bisa membaca lebih luas lagi posisi perjuangan politik NU yang sudah tidak lagi pada level jabatan publik, tetapi susdah level kebijakan-kebijakan publik yang efektif dan tepat dalam memenuhi tuntutan-tuntutan mabadi’u khaira ummah, maqasidu syariah, sampai maslahatil ummah sesuai visi dan misi NU.

”Dari situlah saya yakin peran politik NU sangat cerah. Masa depan NU sangat luas apabila semua kekuatan solid di dalam satu kekuatan yang kokoh. Kalau tidak, akan terulang lagi perceraiberaian seperti yang terjadi di masa Fusi di dalam sebuah parpol maupun di masa proses marginalisasi politik Orde Baru yang akhirnya tidak produktif sama sekali,” katanya.

Baca juga: Wapres Maruf Amin Apresiasi Agenda Kemandirian BLK Komunitas

Menurutnya, justru perjuangan NU itu akan sangat efektif dilakukan melalui jalur politik.

Baik perjuangan di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, bahkan keagamaan.

Gus Muhaimin mencontohkan sejak era Mendikbud Muhammad Nuh dan dilanjutkan M Nasir sebagai Menristekdikti, perguruan tinggi NU berkembang sangat pesat, meskipun masih jauh dari target NU.

”Inilah efektivitas kekuasaan dalam melahirkan target-target perjuangan. Justru khittah tadi yang membuat kita memiliki peran perjuangan di pemerintahan, kenegaraan, dan politik,” katanya.

Gus Muhaimin pun sangat mengapresiasi terbitnya buku Historiografi Khittah dan Politik Nahdlatul Ulama yang ditulis KH Ahmad Baso.

”Sungguh saya terkagum-kagum dengan buku Historiografi Khittah dan Politik Nahdlatul Ulama. Ini dahsyat dalam waktu singkat bisa diberikan ke hadapan kita semua,” katanya.

Buku tersebut, menurut Gus Muhaimin, bisa menjadi panduan sekaligus pembelajaran untuk benar-benar membuat NU lebih produktif lagi ke depan.

”Setidaknya ada dua agenda besar yang harus kita tangani yakni pendidikan dan ekonomi Di bidang ekonomi, kita perlu melahirkan pelaku-pelaku ekonomi baru yang produktif untuk mengisi kekosongan. Ini kosong total pelaku ekonomi NU yang sehat, mandiri dan kokoh. Yang hidup hanya pelaku buntut-buntut oligarki ekonomi,” jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas