NEWS HIGHLIGHT: Puspom TNI AD Limpahkan Kasus Pembunuhan Sejoli di Nagreg ke Otmilti II Jakarta
Puspom TNI AD Limpahkan Kasus Pembunuhan Sejoli di Nagreg ke Otmilti II Jakarta
Penulis: Reza Deni
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah menyelesaikan proses penyidikan, Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad) melimpahkan berkas perkara, barang bukti dan para tersangka kasus kecelakaan yang menewaskan sejoli yakni Handi Saputra (16) dan Salsabila (14) ke Oditur Militer Tinggi II Jakarta.
Hal itu disampaikan Dansat Idik Puspomad Brigjen TNI Kemas.
"Kami Dansat Idik Puspomad akan menyerahkan hasil proses tahap penyidikan berupa berkas perkara, barang bukti, dan tersangka kepada pihak Otmilti II Jakarta untuk proses selanjutnya," kata Kemas di lokasi, Kamis (6/1/2021).
Sementara itu, Kaotmilti II Jakarta, Brigjen TNI Edy Imran menyatakan pihaknya akan segera bekerja usai mendapat limpahan berkas perkara, barang bukti dan tersangka kasus itu.
"Perkara ini menonjol dan dapat atensi dari pimpinan kita. Oleh karena itu setelah dapat perkara ini, segera hari ini saya akan bekerja ekstra," kata dia.
Diketahui, tiga oknum TNI AD penabrak Handi dan Salsabila dalam kasus kecelakaan di Nagreg, Kabupaten Bandung, menjalani rekonstruksi pada Senin (3/1/2022).
Tiga oknum TNI AD itu adalah Kolonel Infanteri Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko, dan Koptu Achmad Sholeh.
Sementara itu, korban digantikan alat peraga berupa dua boneka.
Selain Nagreg, mereka juga menjalani reka ulang di Jembatan Sungai Tajum, Jalan Raya Rawalo, Desa Menganti, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas.
Adapun kasus ini bermula ketika dua orang sejoli ditabrak oleh mobil Panther berpelat B pada 8 Desember di dekat SPBU Nagreg, Kabupaten Bandung.
Dalam kecelakaan itu, netizen sempat memotret orang yang berada di dalam mobil Panther ketika menggotong korban termasuk nomor polisi mobil pelaku.
Masyarakat yang menyaksikan peristiwa itu mengira korban hendak dibawa ke rumah sakit.
Akan tetapi, dua orang tua korban tidak menemukan korban setelah mencari di seluruh rumah sakit dan puskesmas di sekitarnya.
Setelah dilakukan pencarian, pada (11/12/2021) jasad keduanya ditemukan di dua lokasi berbeda.
Jasad Handi ditemukan di Sungai Serayu, Banyumas, sedangkan jasad Salsabila ditemukan di aliran Sungai Serayu, Cilacap.
Beberapa hari setelahnya, tiga pelaku diamankan oleh Polres Bandung. Tak berapa lama kasus kemudian dilimpahkan ke Pomdam III Siliwangi karena ketiga pelaku merupakan anggota TNI Angkatan Darat.
Ancaman hukuman berat kini menanti ketiga prajurit TNI AD tersebut.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai ketiga pelaku tidak memiliki peluang bebas atau dihukum ringan.
Pasalnya, setelah menabrak korban, mereka justru membuangnya ke sungai.
"Tidak ada sedikit pun peluang bebas atau ringan, karena membuangnya justru menjadi sangat memberatkan karena dianggap tidak berprikemanusiaan," kata Abdul kepada Tribunnews, Rabu (5/1/2021).
Abdul menyebut ketiga pelaku terancam hukuman berat, bahkan hingga hukuman mati.
"Ada dua hal yg mengubah dan memberatkan hukuman. Dakwaan bisa berubah menjadi Pembunuhan (pasal 338) bahkan jg sebagai pembunuhan berencana (pasal 340) yang dapat diancam pidana mati atau seumur hidup," ujarnya.
Ancaman hukuman berat kepada para tersangka sebelumnya juga ditegaskan Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa.
Ia menyebut tindakan Kolonel Priyanto dkk bakal dijerat beberapa pasal, termasuk pembunuhan berencana.
"Apapun motifnya masih terus kita dalami. Tapi yang pasti, dari tindakan sudah begitu banyak pasal yang dikenakan. Selain 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, belum lagi pasal 328, 333, 359, dan 55 KUHP serta UU Nomor 22 Tahun 2009. Kami maksimalkan tuntutan hukuman seumur hidup," kata Andika di Yogyakarta, Jumat (31/12/021).
Panglima TNI itu juga mengaku sudah menginstruksikan oditur militer untuk mempercepat proses pemberkasan dan pelimpahan ke pengadilan.
Andika menyebut tindakan Kolonel Priyanto, Kopda Ahmad, Kopda Dwi Atmoko telah mencoreng institusi dan visi misi 'TNI adalah Kita' yang dijabarkan Andika saat fit and proper test calon Panglima TNI di DPR.
"Pencegahan agar tidak terulang lagi adalah memproses hukum. Seluruh tindakan yang melanggar hukum harus kita proses. Penanganan sifatnya (jangan) kemudian tidak mendapatkan proses hukum," kata Andika.