Ketua KPU RI Ilham Saputra Pernah Dilobi-lobi Peserta Pemilu
Ilham Saputra mengakui pernah ada orang yang mencoba melobinya terkait penyelenggaraan pemilihan umum.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
KETUA Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) Ilham Saputra mengakui pernah ada orang yang mencoba melobinya terkait penyelenggaraan pemilihan umum.
Namun ia menolak tegas permintaan pihak-pihak apabila melanggar undang-undang dan peraturan yang berlaku.
"Pasti (ada lobi), itu pasti. Tapi kalau hal-hal seperti itu saya menemui di kantor. Kalau di luar tentu tidak baik karena informasinya jadi liar," ujar Ilham dalam wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, usai KPU RI meneken Nota Kesepahaman dengan Tribun Network, Kamis (6/1/2022).
Berikut petikan wawancara khusus Ketua KPU RI Ilham Saputra:
Tanya: Selama 5 tahun menjadi Komisioner tentu mengalami dinamika yang begitu banyak. Apa dinamika yang tak pernah Anda lupa?
Sebetulnya pengalaman pemilu 2019 memang banyak sekali dinamika karena pertama kali dilaksanakan Pemilu di mana pilpres dan pilegnya bersamaan atau serentak.
Jadi ini tentu beban kerja lebih besar kemudian juga pengalaman kemarin memberikan pelajaran buat kita bahwa fragmentasinya cukup tinggi.
Bahkan serangan informasi hoaks dan bullying ke KPU semakin besar juga karena fragmentasi tadi.
Salah satunya yang paling menyita perhatian kita adalah ketika diisukan ada kapal dari China yang membawa surat suara sudah dicoblos, itu kan informasi yang sesat.
Kemudian kami datang ke Pelabuhan Tanjung Priok, ternyata tidak ada tapi kan masyarakat sempat heboh.
Pertama kali mendengar isu ada kapal China membawa surat suara itu, apa yang terbayang di benak Anda?
Ya, ini hoaks. Logikanya bagaimana untuk surat suara saja pakai pesan ke China, ngapain? Jadi ini kan selain tidak efisien dan kita masih banyak kertas kok yang bisa dibikin, tentu ini menjadi pelajaran buat kita semua.
Baca juga: Ketua KPU Siap Lawan Kabar Hoaks di Pemilu 2024
Juga terkait dengan kotak suara, dibilang kardus, padahal di beberapa negara lain itu juga digunakan bahan seperti itu.
Karena selain efisiensi, sekali pakai, dan juga ternyata sampai saat ini masih kami gunakan juga dalam Pilkada 2020 lalu.
Jadi tidak ada masalah dengan itu. Kemudian hoaks sekarang kan adalah kardus digembok segala macam.
Itu kan ada pengamanannya, ada prosedur yang memang diciptakan agar lebih safe pemilunya, kemudian ada mekanisme hukumnya jika melakukan tindakan yang melanggar atau merobek kotak suara.
Selama menjadi Komisioner KPU, pernahkah mendapat godaan atau tawaran, permintaan yang melanggar kode etik atau tidak layak?
Kami tentu sudah bersumpah atas nama Tuhan, ya ketika dilantik sebagai komisioner. Tentu hal seperti itu kami hindari, dari awal kita sudah strict bahwa kita bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pernah ada yang mencoba untuk mendekati Anda untuk meminta sesuatu?
Pasti, itu pasti. Tapi kalau hal-hal seperti itu saya temui di kantor. Kalau di luar tentu tidak baik karena informasinya jadi liar.
Baca juga: Ketua KPU: Beban Kerja Jadi Tantangan Terberat Pemilu 2024
Tapi kalau di kantor memang tempat kerja kita disini kan, selama permohonannya kemudian tidak melanggar peraturan perundang-undangan ya kami lihat lagi apakah ini mungkin kami lakukan.
Tapi kalau melanggar peraturan perundang-undangan tentu kami dengan tegas menolak.
Pernahkah Anda mengalami kejadian, serangan, atau gangguan spiritual selama menjadi Ketua KPU?
Saya tidak tahu persis ya. Mungkin ada tapi ya Alhamdulilah saya baik-baik saja. Karena saya selalu berlindung kepada Allah agar dijauhi dari hal seperti itu.
Tugas Komisioner KPU tidak ringan, mobilitas tinggi, bagaimana cara Anda supaya tetap dalam kondisi fit?
Tentu di waktu luang saya menggunakannya untuk olahraga. Saya suka sepedaan, kadang saya main sepak bola.
Menjaga stamina ini penting karena mengatur waktu untuk istirahat dan berolahraga penting karena memang pekerjaan kita ini sepenuh waktu.
Kadang hari libur masuk, tapi saya kadang mencuri-curi waktu untuk berolahraga agar saya tetap fit.
Sepanjang menjadi Komisioner dan Ketua KPU, apa catatan yang bisa Anda sampaikan kepada orang yang menjadi penerus selanjutnya?
Yang paling penting dalam menjadi penyelenggara pemilu, dia harus kemudian menghormati sumpah ketika dilantik.
Tentu ini kan bersumpah atas nama Tuhan dan bersedia bekerja penuh waktu. Karena ketika masuk tahapan itu seluruh pekerjaan itu ya harus standby di kantor, kita memastikan seluruh tahapan itu berjalan dengan baik.
Kadang-kadang rapat juga mendadak karena ada sesuatu yang perlu kita putuskan. Kemudian menjaga integritas.
Bagaimana caranya menjaga integritas?
Itu tadi, berkaca atau mengacu pada sumpah yang diambil bahwa itu sumpah kita kepada Tuhan. Kemudian memahami bahwa melanggar integritas itu adalah sebuah perbuatan yang melanggar undang-undang.
Itu penting ditanamkan kepada komisioner siapapun yang akan menyelenggarakan pemilu dan pilkada 2024 yang akan datang.
Untuk menghindari fraud, apa perlu melibatkan lembaga lain? Bagaimana wujudnya?
Tentu. Pertama di undang-undang diatur soal fraud atau kecurangan itu ada pengawas pemilu ada Bawaslu, kemudian ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Itu juga kan untuk menjaga komisioner KPU maupun Bawaslu tetap lurus, dan menjaga etiknya sebagai penyelenggara pemilu.
Jadi kanal-kanal untuk membuat orang tidak berbuat seperti itu sudah ada, ada pengawasan. Bahkan ada teman-teman NGO, masyarakat sipil, yang sudah melakukan pengawasan terhadap kerja-kerja kita dalam menjalankan tahapan pemilu.
Ada anggapan suara bisa direkayasa lewat oknum KPU. Secara teknis, mungkin tidak?
Sebetulnya secara administrasi itu berjenjang. Dari TPS ke Kecamatan, nanti kan dilihat formulir yang di TPS dibawa ke Kecamatan, oh ini.
Kemudian dari Kecamatan ke Kabupaten. Dari Kabupaten ke Provinsi. Provinsi ke KPU RI. Dalam proses itu tentu ada pengawasan, kemudian kita menghadirkan saksi dan menghadirkan jika diperlukan orang yang melakukan rekapitulasi di tingkat bawah.
Baca juga: Perludem Jelaskan Pentingnya Perempuan Hadir Jadi Penyelenggara Pemilu
Seharusnya itu tidak terjadi, tetapi kita tidak menutup mata bahwa memang masih ada juga penyelenggara pemilu yang melakukan tindakan seperti itu.
Tetapi dalam pengalaman 2019 itu kita laporkan kepada etik, bahkan kita laporkan bisa menjadi tindak pidana pemilu karena melakukan manipulasi suara.
Secara teknis berarti memungkinkan?
Sebenarnya kalau nakal ya berbahaya. Makanya saya bilang tadi di dada setiap penyelenggara pemilu itu harus ada sikap integritas bahwa anda penyelenggara pemilu disumpah sama Tuhan maka tidak boleh melakukan tindak manipulasi seperti itu.
Secara teknis juga, apakah mungkin Komisioner KPU di tingkat pusat ini memberikan upaya untuk menguntungkan kandidat di Pilpres?
Nggak bisa. Karena undang-undang itu kalau kita tidak memperlakukan sama pada para kandidat, para calon, para partai politik dan mungkin juga pada masyarakat, itu melanggar.
Nggak boleh, dia bisa dilaporkan ke etik dan dilaporkan ke pidana. Jadi sebenarnya aturannya sudah ada, maka ikutilah peraturan perundang-undangan yang ada.
Ada sinyalemen di masyarakat, setelah tak menjadi komisioner di KPU, kemudian ikut menjadi tim sukses dari calon presiden. Artinya ada hubungan sebelumnya. Apa logika itu masuk?
Nggak semuanya seperti itu ya. Nggak lantas kemudian ketika dia berhenti menjadi penyelenggara pemilu kemudian dia berafilisiasi pada partai politik atau calon tertentu bisa disinyalir bahwa ketika dia menjadi penyelenggara membantu yang bersangkutan.
Nggak bisa gitu juga, kan harus ada buktinya. Mungkin setelah selesai menjadi penyelenggara pemilu dia diajak segala macam kemudian cocok dengan partai atau calon tersebut ya silakan saja. Selama dia bergabung bukan ketika menjadi penyelenggara pemilu.
Andai nanti Anda sudah tidak jadi penyelenggara pemilu, adakah ke arah sana?
Wah, saya belum ke situlah.
(Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)