Kominfo Awasi Transaksi Jual Beli NFT di Indonesia, Ini Sanksi Menjual KTP-el atau KK Sebagai NFT
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengawasi kegiatan transaksi jual-beli NFT di Indonesia.
Penulis: Lanny Latifah
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Non Fungible Token (NFT) saat ini tengah booming di kalangan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengawasi kegiatan transaksi jual-beli NFT di Indonesia.
Juru Bicara Kominfo Dedy Permadi menjelaskan bahwa Menteri Kominfo telah memerintahkan jajaran terkait di Kementerian Kominfo untuk mengawasi kegiatan transaksi Non-Fungible Token (NFT) yang berjalan di Indonesia.
"Dalam mengawasi jual-beli NFT di Indonesia, Kominfo melakukan koordinasi dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan (Bappebti) selaku Lembaga berwenang dalam tata kelola perdagangan aset kripto," tulis Dedy, sebagaimana dikutip dari situs resmi Kominfo, Selasa (18/1/2022).
Baca juga: Foto Miliaran Ghozali Everyday Buka Potensi Pasar NFT di Indonesia
Baca juga: Sanksi Menjual Foto Selfie dengan KTP-el Sebagai NFT, Bisa Dibui 10 Tahun dan Denda Rp1 Miliar
Kementerian Kominfo juga mengingatkan para platfom transaksi NFT untuk memastikan platformnya tidak memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar peraturan perundang-undangan, baik berupa pelanggaran ketentuan pelindungan data pribadi, hingga pelanggaran hak kekayaan intelektual.
Selain itu, menurut UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta perubahannya dan peraturan pelaksananya, mewajibkan seluruh PSE untuk memastikan platformnya tidak digunakan untuk tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan.
"Pelanggaran terhadap kewajiban yang ada dapat dikenakan sanksi administratif termasuk di antaranya pemutusan akses platform bagi pengguna dari Indonesia," lanjut Dedy.
Masyarakat diimbau untuk dapat merespon tren transaksi NFT dengan lebih bijak sehingga potensi ekonomi dari pemanfaatan NFT tidak menimbulkan dampak negatif maupun melanggar hukum, serta terus meningkatkan literasi digital agar semakin cakap dalam memanfaatkan teknologi digital secara produktif, dan kondusif.
"Kementerian Kominfo akan mengambil tindakan tegas dengan melakukan koordinasi bersama Bappebti, Kepolisian, dan Kementerian/Lembaga lainnya untuk melakukan tindakan hukum bagi pengguna platform transaksi NFT yang menggunakan tersebut untuk melanggar hukum," jelasnya.
Sanksi Menjual Data Dokumen Kependudukan
Fenomena bisnis digital melalui Non Fungible Token (NFT) membuat masyarakat mencoba peruntungan dengan menjual beberapa hal, termasuk foto dokumen kependudukan, seperti KTP-el maupun Kartu Keluarga.
Padahal dokumen kependudukan merupakan suatu hal yang penting dan rawan disalahgunakan.
Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, penjualan data pribadi, khususnya yang bersumber dari dokumen kependudukan seperti KTP-el, dapat merugikan masyarakat luas.
Penjualan data pribadi dapat memicu terjadinya kejahatan berdalih penyalahgunaan identitas.
"Foto dokumen kependudukan yang berisi data-data pribadi dan sudah tersebar sebagai NFT itu, akan sangat memicu terjadinya fraud/penipuan/kejahatan, dan membuka ruang bagi 'pemulung data' untuk memperjual-belikannya di pasar underground," terang Zudan, Minggu (16/01/2021), dilansir laman dukcapil.kemendagri.go.id.
Baca juga: Pengguna OpenSea Dkk Bisa Disanksi Jika Timbulkan Dampak Negatif Konten NFT
Baca juga: Ikuti Tren Ghozali Everyday, Begini Cara Jual Beli Karya NFT Melalui Opensea
Zudan menegaskan, penjualan foto dokumen kependudukan yang berisi data-data pribadi penduduk, baik sebagai NFT atau bukan, merupakan pelanggaran hukum.
Pelakunya dapat dikenai hukuman pidana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Terdapat ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak satu milyar rupiah, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 96 dan Pasal 96A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013," ungkapnya.
Bagi pihak yang mendistribusikan dokumen kependudukan termasuk dirinya sendiri yang memiliki dokumen kependudukan seperti foto KTP-el di media online tanpa hak, maka terdapat ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Menurutnya, ketidakpahaman penduduk terhadap pentingnya melindungi data diri dan pribadi menjadi isu penting yang harus disikapi bersama-sama oleh semua pihak.
"Oleh karena itu, edukasi kepada seluruh masyarakat oleh kita semua untuk tidak mudah menampilkan data diri dan pribadi di media online apapun sangat perlu dilakukan," jelasnya.
(Tribunnews.com/Latifah/Tio)