Sangkalan Hakim Itong Tak Terima Suap: Temuan KPK Seperti Dongeng
Itong Isnaini Hidayat membantah temuan-temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait telah menerima suap atas pengurusan perkara.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaini Hidayat membantah temuan-temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait telah menerima suap atas pengurusan perkara.
Bahkan Itong menyangkal menerima suap.
Sangkalan itu diucapkan Itong usai resmi mengenakan rompi oranye khas tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mulanya, Itong mengaku tak mengenal pengacara PT Soyu Giri Primedika Hendro Kasiono.
'Wakil Tuhan' itu juga merasa tidak pernah memberi perintah pada Hamdan sebagai Panitera Pengganti pada PN Surabaya untuk meminta sejumlah uang.
“Tapi ketika Hamdan sama itu [Hendro] melakukan transaksi, lalu dikaitkan dengan saya sebagai hakimnya, itu saya enggak terima,” ucap Itong di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (21/1/2022) dini hari.
Itong menilai konstruksi perkara yang disampaikan KPK seperti cerita fiksi.
“Cerita-cerita itu seperti dongeng, saya baru tahu ada uang Rp1,3 miliar. [Sebelumnya] enggak pernah tahu saya, tapi ya sudah lah,” ujarnya.
Respon KPK
Merespons hal itu, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menganggap santai.
Ia mengatakan setiap pihak bebas mengekspresikan perasaan mereka.
“Bagi kami silahkan mau berekspresi seperti apa saja, mau teriak, mau apa,” kata Nawawi.
Kendati demikian demikian, Nawawi memastikan KPK memiliki cukup bukti dalam menentukan status hukum seseorang.
KPK telah menetapkan Itong, Hamdan, dan Hendro sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara di PN Surabaya.
KPK menduga Itong menerima suap senilai Rp140 juta dari total Rp1,3 miliar terkait pengurusan perkara permohonan pembubaran PT Soyu Giri Primedika.
Uang tersebut diduga diterima Itong dari Hendro Kasiono melalui perantaraan Hamdan.
Adapun pemberian suap diduga bertujuan agar Itong dapat mengeluarkan putusan yang menyatakan PT Soyu Giri Primedika dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.
KPK juga menduga Itong turut menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang beperkara di PN Surabaya.
Konstruksi Perkara yang Jerat Hakim Itong
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur.
Sebagai penerima suap, KPK menjerat Hakim PN Surabaya Itong Isnaini Hidayat dan Panitera Pengganti PN Surabaya Hamdan.
Sementara sebagai pemberi suap, pengacara dan kuasa dari PT Soyu Giri Primedika (SGP) Hendro Kasiono ditetapkan tersangka.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengungkapkan konstruksi perkara ini.
Nawawi mengatakan, Itong selaku hakim tunggal pada PN Surabaya menyidangkan salah satu perkara permohonan terkait pembubaran PT Soyu Giri Primedika.
Adapun yang menjadi pengacara dan mewakili PT Soyu Giri Primedika adalah Hendro.
Diduga ada kesepakatan antara Hendro dengan pihak perwakilan PT Soyu Giri Primedika untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim yang menangani perkara tersebut.
"Diduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sejumlah sekitar Rp1,3 miliar dimulai dari tingkat putusan Pengadilan Negeri sampai tingkat putusan Mahkamah Agung," kata Nawawi dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022) dini hari.
Sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar dimaksud, kata Nawawi, Hendro menemui Hamdan selaku Panitera Pengganti pada PN Surabaya dan meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan Hendro.
"Untuk memastikan bahwa proses persidangan perkaranya berjalan sesuai harapan, tersangka HK [Hendro Kasiono] diduga berulang kali menjalin komunikasi di antaranya melalui sambungan telepon dengan tersangka HD [Hamdan] dengan mengunakan istilah 'upeti' untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang," kata Nawawi.
Adapun setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamdan, dikatakan Nawawi, diduga selalu dilaporkan oleh Hamdan kepada Itong.
Nawawi mengatakan, putusan yang diinginkan oleh Hendro di antaranya agar PT Soyu Giri Primedika dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.
"Tersangka HD lalu menyampaikan keinginan tersangka HK kepada tersangka IIH [Itong Isnaini Hidayat] dan tersangka IIH menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang," kata Nawawi.
Kemudian, lanjut Nawawi, sekira bulan Januari 2022, Itong menginformasikan dan memastikan bahwa permohonan dapat dikabulkan dan meminta Hamdan untuk menyampaikan kepada Hendro supaya merealisasikan sejumlah uang yang sudah dijanjikan sebelumnya.
Nawawi berkata, Hamdan segera menyampaikan permintaan Itong kepada Hendro dan pada tanggal 19 Januari 2022, uang lalu diserahkan oleh Hendro kepada Hamdan sejumlah Rp140 juta yang diperuntukkan bagi Itong.
"KPK menduga tersangka IIH juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang beperkara di Pengadilan Negeri Surabaya dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Nawawi.
Atas perbuatannya, sebagai pemberi Hendro disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara sebagai penerima, Hamdan dan Itong disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.(*)