KSP Minta Bupati Langkat Dihukum Berat atas Kasus Korupsi dan Perbudakan
(KSP) mengutuk keras adanya dugaan praktik perbudakan oleh tersangka korupsi Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Kantor Staf Presiden (KSP) mengutuk keras adanya dugaan praktik perbudakan oleh tersangka korupsi Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin.
Deputi V bidang Polhukam dan HAM KSP, Jaleswari Pramodhawardani mengatakan pihaknya akan mendorong pelaku agar di hukum berat.
"Kami akan memastikan tersangka mendapatkan hukuman seberat-beratnya” kata Jaleswari, selasa, (25/1/2021).
Sebelumnya, pada Selasa 18 Januari 2022 Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Bersamanya ditangkap juga 6 orang dari pemerintah dan swasta. Mereka semua kini menjadi tersangka tindak pidana korupsi.
![Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardhani](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/jaleswari-pramodhawardhani-32.jpg)
Selanjutnya dalam proses pemeriksaan tersangka, masyarakat menemukan adanya kerangkeng seperti sel penjara di dalam rumah Parangin.
Baca juga: Penampakan Penjara Manusia di Rumah Bupati Langkat: Besi Kokoh dan Digembok, Penghuninya Lebam-lebam
Diberitakan, sekitar 40 orang pernah dikerangkeng dan diperlakukan laksana budak di rumah Bupati Langkap ini.
“Kami sangat mengapresiasi warga masyarakat yang melapor ke Migrant Care yang lalu melaporkan ke Komnas HAM. Partisipasi warga dalam penanganan dan pencegahan tindak pidana yang keji seperti ini sangat kami apresiasi” kata Jaleswari.
Pihaknya kata Jaleswari berterima kasih kepada KPK yang berhasil menangkap Bupati Langkat. Tanpa penangkapan tersebut praktik perbudakan belum tentu dapat terungkap.
“ Saya berharap aparat penegak hukum mendengar suara hati dan rasa keadilan masyarakat dengan menghukum seberat-beratnya pelaku praktik korupsi dan perbudakan” kata mantan peneliti LIPI ini.
Jaleswari mengaku tidak bisa membayangkan kejahatan perbudakan dilakukan Bupati selama bertahun-tahun tanpa diketahui masyarakat. Apalagi sekarang ini sudah memasuki tahun 2022.
“Tindakan Bupati Langkat ini melanggar berbagai perundang-undangan, baik itu KUHP, UU Tipikor serta UU. Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Tortureand Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Anti Penyiksaan) yang ditarifikasi Indonesia segera setelah memasuki masa reformasi 1998” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.