Arteria Dahlan: OTT KPK Sekarang Beda dengan Sebelumnya, yang Sekarang Lebih Hening dan Humanis
Politikus PDIP itu menyebut kini lembaga antirasuah itu ketika menggelar OTT tidak lagi menimbulkan kegaduhan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menilai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah komando Firli Bahuri berbeda dengan era sebelumnya.
Politikus PDIP itu menyebut, kini lembaga antirasuah itu ketika menggelar OTT tidak lagi menimbulkan kegaduhan karena lebih beradab dan memiliki landasan hukum yang kuat.
"OTT yang sekarang ini beda kalau mau dicermati dengan OTT-OTT sebelumnya. KPK yang sekarang ini hening, humanis, beradab, tidak gaduh, pemegak hukumnya berkepastian. kenapa?" kata Arteria saat rapat bersama dengan KPK di Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu (26/1/2022).
Ia menjelaskan setiap target yang akan disergap oleh KPK melalui operasi senyap pasti sudah memiliki dua alat bukti yang cukup untuk memperkarakan seorang penyelenggara negara.
"Sebelum di-OTT dia sudah me-research dulu. Bangunan perkara intinya juga sudah digerakkan. Jadi dua-duanya bisa terlihat, maka saya katakan ada bedanya. Setiap di-OTT enggak gaduh lagi. Orang mau ngomong apa sudah kepager semua. Saya apresiasi," ujarnya.
Baca juga: MAKI Nilai Operasi Tangkap Tangan yang Dilakukan KPK Belakangan Ini Kurang Bermutu
Ia menyatakan, lembaga antirasuah itu bekerja secara independen sehingga dalam penindakan maupun pencegahannya akan terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun.
"KPK ini independen, KPK ini terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Semoga ini bisa ditiru oleh penegak-penegak hukum yang lain," katanya.
Seperti diketahui, dalam kurun waktu Januari 2022 ini sudah ada empat OTT yang dilakukan oleh KPK yaitu Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi pada 5 Januari, Bupati Penajam Paser Utara Kalimantan Timur Abdul Gafur Mas'ud pada Rabu 12 Januari serta Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin pada Selasa 18 Januari.
Terbaru, OTT terhadap hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, Itong Isnaeni Hidayat pada Rabu 19 Januari 2022.
Tidak Bermutu
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin turut menyoroti gencarnya giat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan ini.
Boyamin menilai, giat tangkap tangan yang dilakukan KPK tersebut berkurang mutunya.
Dia menilai operasi senyap yang belakangan ini dilakukan oleh KPK hanya untuk menggambarkan kalau lembaga antirasuah itu sedang bekerja.
"KPK memang kemudian tidak bermutu sekarang semakin menurun pemberantasan korupsinya, pertama dulu menggembar-gemborkan pencegahan namun sekarang hanya retorika gak ada hasilnya gak ada sistemnya seperti apa sampai dua tahun ini," kata Boyamin melalui tayangan video kepada Tribunnews.com, Jumat (21/1/2022).
"Maka supaya kelihatan bekerja ya maka melakukan penangkapan," sambungnya.
Baca juga: Kenakan Rompi Oranye, Itong Tetap Sangkal Terima Suap, Sebut Temuan KPK Seperti Dongeng
Sebagai informasi, belakangan ini sejumlah bupati dan wali kota tercokok KPK karena diyakini bermufakat jahat.
Terbaru yakni Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud dan Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin, serta kekinian ada Ketua Hakim PN Surabaya Itong Isnaini ikut ditangkap KPK.
Berkurangnya mutu KPK dalam giat tangkap tangan ini diutarakan Boyamin terjadi sebab dalam melakukan penangkapan terhadap kepala daerah merupakan hal yang mudah.
Alasannya karena memang banyak kepala daerah yang diyakininya terjerat perkara tersebut.
"Kalau mau melakukan penangkapan jangankan seminggu sekali sehari sekali saja bisa, karena ini memang banyak unsur kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dan segala macamnya itu," ucap Boyamin.
"Sehingga pada posisi berikutnya adalah saya berharap KPK berkurang lah untuk sekedar bekerja begini, karena apapun pasti dapat target, kalau istilah saya itu berburu di kebun binatang sudah pasti dapat," katanya menambahkan.
Dirinya lantas membandingkan, hasil giat tangkap tangan yang dilakukan oleh 57 eks pegawai KPK yang tak lulus tes wawasan kebangsaan untuk menjadi ASN KPK.
Pada era tersebut kata Boyamin, Novel Baswedan dkk berhasil mengungkap pemufakatan jahat yang dilakukan oleh dua eks Menteri RI yakni Juliari Peter Batubara dan Edhy Prabowo.
"Jadi pada posisi tertentu kita sangat berharap KPK mulai sadar untuk menerapkan fungsi pencegahan dan penindakan yang lebih berkelas itu," ucap Boyamin.
Atas hal itu, dirinya beranggapan jika kualitas kerja KPK dalam upaya memberangus korupsi di Tanah Air saat ini menurun.
Dirinya bahkan mengatakan, KPK saat ini hanya mampu melakukan pemberantasan pada perkara receh sekelas Bupati.
"Kalau dulu sampai level menteri itu produk 57 orang yang tidak lulus wawasan kebangsaan abis itu hanya bupati-bupati receh dan hanya Miliaran itu rugi dengan perbandingan Kejaksaan Agung yang sampai puluhan triliun vonisnya juga mulai bergerak ratingnya baik, maka ini sangat disayangkan," tukasnya.
Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com