Pengakuan Hana, Istri dari Pria yang Dipenjara di Rumah Bupati Langkat, Bantah Suaminya Kerja Paksa
Polisi masih mendalami apakah benar orang-orang yang berada di sana diperbudak oleh Terbit Rencana.
Editor: Hasanudin Aco
Ketiga, kata Anis, para pekerja tersebut mereka tidak punya akses kemana-mana.
Keempat, mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka. Kelima, lanjut dia, mereka diberi makan tidak layak yakni hanya dua kali sehari.
Keenam, kata Anis, mereka tidak digaji selama bekerja. Ketujuh, mereka tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar.
"Sehingga berdasarkan kasus tersebut kita melaporkan ke Komnas HAM, karena pada prinsipnya itu sangat keji, baru tahu ada kepala daerah yang mestinya melindungi warganya tetapi justru menggunakan kekuasaannya untuk secara sewenang-wenang melakukan kejahatan yang melanggar prinsip HAM, anti penyiksaan, anti perdagangan orang dan lain-lain," kata Anis.
Terpisah, Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak menyebut saat ditemukan ada empat orang berada di dalam kerangkeng itu.
Salah satunya mengalami luka lebam.
"Kita kemarin mem-back-up kawan-kawan KPK melakukan penggeledahan. Kita mendatangi rumah pribadi Bupati Langkat. Ada tempat menyerupai kerangkeng berisi tiga, empat orang. Langsung kita dalami," kata Panca.
Baca juga: Selain Korupsi, Juga Ada Dugaan Praktik Perbudakan di Rumah Bupati Langkat, Begini Sikap Komnas HAM
Panca juga menjelaskan kerangkeng yang ditemukan di rumah Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Langkat itu digunakan sebagai tempat rehabilitasi para pecandu narkoba selama 10 tahun, namun tak memiliki izin.
"Dan ternyata dari hasil pendalaman kita memang itu adalah tempat rehabilitasi yang dibuat oleh yang bersangkutan secara pribadi dan sudah berlangsung selama 10 tahun. Untuk merehabilitasi korban narkoba. Kegiatan itu sudah berlangsung 10 tahun. Itu pribadi belum ada izinnya," jelas Panca.
Ia menyebut Terbit Rencana yang ditangkap KPK itu mempekerjakan orang-orang yang sudah sehat dari ketergantungan narkoba untuk bekerja di perkebunan sawit miliknya.
Soal sistem kerjanya, Panca mengaku tak tahu pasti.
"Selama masa rehabilitasi itu mereka setelah mulai baik akan dipekerjakan, ada yang ke pasar belanja digunakan seperti itu. Masalah digaji saya belum dapat, tapi itukan tempat rehabilitasi," ujarnya.
Polisi masih mendalami apakah benar orang-orang yang berada di sana diperbudak oleh Terbit Rencana.
"Itu masih terus berproses, anak-anak masih melakukan pemeriksaan. Tapi kemarin itu saya tanya, masalahnya apa kok bisa memar-memar itu? Saya tanya ke anggota di lapangan. Itu akibat dari karena, biasanya dia melawan dan baru masuk dua hari," jelasnya.
"Kita akan terus dalami. Saya lihat ada memar itu sedang kita periksa. Dan orangnya enggak sadar juga. Saat kita periksa itu, tes urine-nya positif," imbuh dia.(tribun network/git/alf/dod).
Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com