Soal Ekstradisi RI-Singapura, KSP: Menaikkan Leverage Indonesia di mata Dunia
Penandatanganan perjanjian ekstradisi Indonesia - Singapura, merupakan wujud menguatnya kewibawaan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan, penandatanganan perjanjian ekstradisi Indonesia - Singapura, merupakan wujud menguatnya kewibawaan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tak hanya itu, Siti menyebut bahwa itu sekaligus menjadi bukti bahwa reputasi pemerintah dalam tata kelola yang transparan dan akuntabel semakin membaik.
"Konsekuensinya Indonesia harus membuktikan mampu memberantas segala kejahatan yang merendahkan martabat dan menghancurkan sendi keadilan, seperti korupsi, kejahatan ekstrimisme, atau kejahatan kemanusiaan lainnya," kata Ruhaini.
Baca juga: Perjanjian Ekstradisi Akhiri Polemik Area Militer Antara Singapura dan Indonesia
Baca juga: Ekstradisi RI-Singapura Diteken, Ini Daftar Koruptor yang Pernah Kabur ke Negeri Singa
Menurutnya, kerjasama ekstradisi dengan Singapura yang dikenal dengan good dan clean governance, akan menaikkan leverage Indonesia di mata dunia.
"Posisi Indonesia dalam membangun kerjasama internasional semakin kuat, baik di bidang politik, ekonomi, atau bidang strategis lainnya," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Ruhaini juga menyinggung soal penandatanganan kesepakatan pengambilalihan kendali udara atau Flight Information Region (FIR) di Natuna dari Singapura.
Ia menilai, kesepakatan tersebut harus bisa terkonsolidasi dalam agenda strategis dan program prioritas.
"Tidak hanya di kementerian/lembaga tapi juga semua unsur termasuk dunia usaha dan masyarakat sipil. KSP akan mengawal itu," tegas Ruhaini yang juga Guru Besar bidang HAM dan Gender.
Baca juga: Guru Besar Hukum Internasional UI Sebut Kendali FIR Belum Berada di Indonesia
Kesepakatan Indonesia dengan Singapura dalam pengambilalihan FIR di Natuna, sambungnya, memiliki tiga substansi penting, yakni kepentingan substantif kebangsaan, kepentingan politis strategis kenegaraan, dan kedaulatan hakiki.
"Ini menegaskan Indonesia sebagai the emerging country yang punya kewibawaan politis serta modalitas sumberdaya produktif dan kompetitif," terang Ruhaini.
"Sekaligus menguatkan kepentingan resiliensi sosial menghadapi globalisasi pada era revolusi industri 4.0," tambahnya.
Baca juga: Sepakati FIR dengan Singapura, Indonesia Ambil Alih Wilayah Udara Kepulauan Riau dan Natuna
Seperti diberitakan sebelumnya, pertemuan Prosiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dalam acara Leader's Retreat di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022), melahirkan beberapa kesepakatan di bidang politik, hukum, dan keamanan.
Beberapa kesepakatan yang dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian tersebut, di antaranya soal pengambilalihan kendali udara (FIR) di Natuna dari Singapura dan perjanjian ekstradisi dengan memperpanjang masa retroaktif dari semula 15 tahun menjadi 18 tahun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.