KLHK: Indonesia Komitmen Akhiri Penggunaan Merkuri dari Pelaku PESK
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengakhiri penggunaan merkuri yang dilakukan pelaku industri Pertambangan Emas
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengakhiri penggunaan merkuri yang dilakukan pelaku industri Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK).
Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati menegaskan pelaku PESK harus berhenti mencemari lingkungan dengan limbah merkuri.
Kegiatan ini menimbulkan dampak negatif, seperti penurunan kualitas lingkungan akibat pembukaan lahan untuk penambangan, dan pembuangan tailing sebagai sisa dari pengolahan emas yang menggunakan bahan kimia tertentu.
Baca juga: Viral Limbah Medis Tes Antigen Dibuang ke Selat Bali, Gus Muhaimin: Usut!
Apalagi sebagian besar kegiatan PESK berlangsung secara ilegal.
“Penambang emas yang tidak bertanggungjawab, limbah merkuri dibuang begitu saja di lokasi, termasuk ke sungai tempat di mana pada umumnya PESK berada,” kata Vivien di diskusi daring "Menuju PESK Bebas Merkuri," yang digelar oleh KLHK bersama United Nations Development Programme (UNDP), di Jakarta, Selasa, (8/2/ 2022).
Vivien berujar, kegiatan PESK umumnya beroperasi secara informal dan mengeksploitasi cadangan-cadangan emas marginal, yang terletak di daerah terpencil dengan akses yang sulit dijangkau seperti di hutan lindung dan di kawasan konservasi.
Baca juga: Soal Temuan Limbah Tes Antigen di Selat Bali, Pimpinan DPR: Sepintas Kayaknya Disengaja
Bahkan di beberapa tempat, kegiatan pengolahan emas PESK dilakukan di tengah-tengah pemukiman penduduk.
PESK merupakan sumber mata pencaharian menarik di pedesaan, karena berpotensi memberikan pendapatan tambahan.
Kegiatan di PESK tidak memerlukan pelatihan yang rumit, sehingga sangat mudah masyarakat berpindah dari sektor agrikultur ke sektor penambangan emas, atau menjadi mata pencaharian gabungan.
Kegiatan tersebut juga bisa bertahan karena adanya keuntungan yang menggiurkan, dan karena lemahnya pengawasan pada wilayah yang kaya akan sumber daya mineral.
Baca juga: WHO: Volume Besar Limbah Rumah Sakit Covid-19 Ancam Kesehatan Manusia dan Lingkungan
“Mereka yang telah bertahun-tahun merasakan hasil dari mengolah emas, sangat sulit untuk berpindah ke mata pencaharian lainnya,” terang Vivien.
Vivien mengatakan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata melalui Undang Undang No. 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury atau Konvensi Minamata mengenai Merkuri).
Dengan meratifikasi Konvensi Minamata, maka Indonesia diharuskan membuat langkah-langkah strategis untuk menghapuskan penggunaan serta emisi merkuri.
Sebagai bukti komitmen Pemerintah Indonesia dalam penanganan merkuri, diterbitkan Peraturan Presiden No. 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM).
RAN PPM merupakan dokumen rencana kerja tahunan untuk mengurangi dan menghapuskan merkuri di tingkat nasional yang memuat strategi, kegiatan dan target pengurangan dan penghapusan merkuri yang diprioritaskan pada bidang manufaktur, energi, PESK dan kesehatan.
Gubernur/Walikota/Bupati wajib menyusun dan menetapkan Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
Sebagai pedoman pelaksanaan Perpres No. 21 tahun 2019 kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 81 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Perpres Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
Sebagaimana diatur dalam RAN PPM pada bidang prioritas PESK ditargetkan penghapusan penggunaan merkuri sebesar 100% sebelum adanya kebijakan RAN PPM di tahun 2025.
"Tidak ada solusi yang sederhana untuk menghapuskan penggunaan merkuri pada kegiatan PESK secara menyeluruh dan cepat. Tetapi melalui pendekatan regulasi, formalisasi, sosial, lingkungan, penegakan hukum dan penyediaan alternatif teknologi, diharapkan dapat mendukung upaya penghapusan penggunaan merkuri," ujar Rosa Vivien Ratnawati.