KPK Selisik Penerimaan Uang Rp200 Juta Ketua DPRD Bekasi, Suap Atau Gratifikasi
Uang itu disebut terkait dengan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Bekasi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik unsur pidana dalam penerimaan uang Rp200 juta yang dilakukan Ketua DPRD Bekasi Chairoman J Putro.
Uang itu disebut terkait dengan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Bekasi.
"Tim penyidik KPK akan melakukan analisa terhadap pengembalian uang yang dimaksud apakah ada kaitannya dengan perkara yang sedang dilakukan penyidikan ataukah ada hal lain," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/2/2022).
Ali menuturkan, pendalaman dilakukan untuk mengetahui uang itu diberikan sebagai gratifikasi atau suap.
Jika gratifikasi, unsur pidananya akan hilang setelah Chairoman mengembalikan uang tersebut ke KPK.
"Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 huruf c dan kemudian menghapus pidananya," kata Ali.
Namun, jika uang itu diberikan untuk suap bakal berbeda.
Baca juga: KPK Sita Uang Rp 200 Juta dari Ketua DPRD Bekasi Chairoman Putro
KPK bakal memperkarakan Chairoman jika menemukan bukti yang menyebut uang itu diberikan untuk suap.
"Tetapi kalau di dalam pengembalian tersebut ada kaitannya dengan perkara yang sedang dilakukan proses penyidikan tentu tidak menghapus pidananya nanti akan dianalisa," ujar Ali.
KPK memastikan akan mendalami maksud pemberian uang itu sampai ke akarnya.
Masyarakat diminta terus memantau proses perkembangan kasus ini.
"Perkembangannya nanti akan kami sampaikan setelah dalam proses penyidikan," Ali bilang.
Sebelumnya, Chairoman J Putro mengaku diberikan uang Rp200 juta oleh Rahmat Effendi.
Uang itu diduga berkaitan dengan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
"Jadi, tepatnya bukan menerima tapi diserahkan," kata Chairoman di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2022).
Chairoman mengeklaim awalnya tidak mengetahui total uang yang diberikan Rahmat Effendi.
Uang itu sudah diserahkan ke KPK. Total uang baru dia ketahui saat dihitung penyidik KPK.
Dalam perkara ini, Rahmat Effendi dan delapan orang lain telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Kedelapan orang itu antara lain Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M. Buyamin; Lurah Kati Sari Mulyadi; Camat Jatisampurna Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Kemudian Direktur PT MAM Energindo Ali Amril; pihak swasta Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri Suryadi; dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu untuk pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.
Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi tanah milik swasta dan melakukan intervensi.
Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.
Uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.