Kenaikan Kasus Mingguan Covid-19 Terjadi Merata di Seluruh Provinsi Jawa-Bali
Data perkembangan per 6 Februari 2022, menunjukkan kenaikan kasus mingguan nasional terjadi merata di seluruh provinsi Pulau Jawa - Bali.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Data perkembangan per 6 Februari 2022, menunjukkan kenaikan kasus mingguan nasional terjadi merata di seluruh provinsi Pulau Jawa - Bali.
Di antaranya, DKI Jakarta menyumbangkan 42 persen kasus nasional akibat kasus naik 138 kali lipat, Jawa Barat 23,5 persen kasus dengan kenaikannya lebih cepat yaitu 336 kali lipat, Banten 14,31 persen dengan kenaikan kasus tercepat yaitu 620 kali lipat, Jawa Timur 5 persen kasus nasional dengan kenaikan naik 83 kali lipat.
Bali 5 persen kasus dengan kenaikan 392 kali lipat, Jawa Tengah 3 persen kasus nasional dengan 67 kali lipat serta DI Yogyakarta menyumbangkan 1 persen kasus dengan kenaikan 51 kali lipat dalam 6 minggu berturut-turut.
Baca juga: Seniman Harap Pertunjukan Seni Budaya di Tanah Air Tetap Berlangsung di Masa Pandemi
Baca juga: Rekor Tertinggi di Kota Bekasi, 3.019 Kasus Baru Dalam Sehari, Ada 7 Kasus Kematian Termasuk Balita
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa berdasarkan data tersebut maka penting untuk membatasi kegiatan masyarakat.
"Jika melihat data tersebut, terutama pada daerah yang kasusnya meningkat cepat seperti Banten, Bali, dan Jawa Barat, maka pentingnya melakukan pembatasan aktivitas masyarakat sebagaimana kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3," kata Wiku dalam keterangan pers yang disiarkan Youtube Sekretariat Presiden, Jumat, (11/2/2022).
Menurutnya penambahan kasus COVID-19 secara nasional masih didominasi provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Bali.
Wiku menyebut bahwa peningkatan kasus setidaknya terjadi selama 6 minggu terakhir ini, terutama pada 7 provinsi di Pulau Jawa - Bali.
Wiku meminta Pemerintah Daerah (Pemda) diminta berupaya lebih keras lagi dalam melakukan penanganan.
Karena jika hanya dengan upaya memperlambat naiknya kasus, maka tidak akan cukup.
"Meskipun berat, Pemerintah Daerah harus mengusahakan agar tidak ada lagi penambahan kasus dalam dua minggu ke depan, atau kenaikan kasusnya sama dengan nol," kata Wiku.
Baca juga: Ramai Kabar Vaksin Anak Berbayar Rp 150 Ribu per Kelas, Dinkes Kabupaten Bogor Beri Penjelasan
Baca juga: 1.140 Warga Sunter Agung dan 55 Warga di Pondok Bambu Tertular Covid-19, PMI Disinfektan Permukiman
Dalam upaya menekan laju kasus, Wiku kembali menegaskan bahwa pentingnya menerapkan 2 strategi kunci dalam pengendalian kasus.
Yaitu pertama, pengendalian kasus pada daerah penyumbang kasus tertinggi sebagai hotspot penularan dan kedua, pengendalian mobilitas agar kasus pada daerah hotspot tidak meluas.
"Saya ingin menekankan kembali bahwa 2 strategi kunci ini penting dalam pengendalian kasus sesuai kondisi kasus yang masih terpusat di wilayah Jawa dan Bali," tuturnya.
Adapun untuk strategi pertama, daerah dengan kondisi kasus yang tinggi harus segera melakukan langkah pengendalian.
Termasuk melakukan pembatasan aktivitas masyarakat sebagaimana Instruksi Menteri Dalam Negeri (InMendagri) No.9 Tahun 2022 terkait PPKM Level 1-3 di Wilayah Jawa - Bali.
"Dan lagi, yang tidak boleh ditinggalkan, pelajari kondisi dan sebaran kasus penting di daerahnya, agar dapat melakukan langkah pengendalian yang tepat dengan kesadaran tinggi," lanjut Wiku.
Pada strategi kedua, pengendalian mobilitas agar kasus pada daerah hotspot di Jawa-Bali. Terutama pada wilayah aglomerasi seperti DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Keberhasilan di wilayah ini menentukan perlindungan terhadap wilayah lain yang kasusnya belum tinggi.
Sebab, lolosnya orang positif dari daerah hotspot dapat berkontribusi naiknya kasus di daerah lain.
"Hal ini tentunya tidak hanya berlaku untuk perpindahan antar provinsi dan antar pulau, namun juga pada daerah dalam satu kawasan aglomerasi," kata Wiku.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan dari daerah hotspot ialah dengan melakukan testing terhadap pelaku perjalanan.
Testing dapat menentukan mobilitas yang aman, karena dapat mengenali orang positif. Juga, pengawasan terhadap status positif pelaku perjalanan harus betul-betul dilakukan baik pada fasilitas transportasi jarak jauh seperti pesawat, kapal, dan berbagai transportasi darat, maupun penggunaan PeduliLindungi sebagai screening aktivitas dan mobilitas jarak dekat.