KSP Sebut Sebagian Besar Aktivis Menolak Restorative Justice untuk Kasus Kekerasan Seksual
Dia menyebut harus ada syarat yang juga disetujui korban, mulai dari pendampingan hukum dan lain sebagainya.
Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan bahwa sebagain besar aktivis dan masyarakat sipil menolak restorative justice dalam kasus kekerasan seksual.
"Itu soal keadilan restoratif itu mereka menolak karena dianggap semacam pelemahan. Nanti ujung-ujungnya restorative justice itu kan semua pihak dalam persoalan itu didengarkan suaranya dan ada kesekatan dan lain-lain," kata Dani dalam kanal Youtube Perspektif Wimar TV, Jumat (11/2/2022).
Dani mengatakan dalam konteks tersebut banyak yang tidak setuju.
"Karena nanti ujung-ujungnya pelaku tidak dihukum. Misalkan orang diperkosa ya sudah dinikahkan saja, padahal kan itu bukan solusi," kata dia.
Baca juga: KSP Minta Masyarakat Tidak Meremehkan Keampuhan Vaksin
Namun, Dani mengatakan bahwa tidak semua korban merasa nyaman saat harus membawa kasusnya ke ranah hukum.
"Semua masuk ke pengadilan, didengarkan orang dan segala macam. Ada yang berpendapat bahwa ini juga ada celah tetapi tetap memberikan hukuman kepada pelaku," kata dia.
Dia menyebut harus ada syarat yang juga disetujui korban, mulai dari pendampingan hukum dan lain sebagainya.
"Ini perdebatan-perdebatan mengkayakan RUU TPKS ini. Saya tidak tahu draft terakhir di DPR akan seperti apa pasal-pasalnya karena di awal-awal itu kawan-kawan Baleg ada gagasan tentang itu, tapi kemudian ya itu tadi ada diskusinya. Tapi jangan lupa yang utama itu korban," pungkasnya