Menteri PPPA: Stop Victim Blaming kepada Korban Kekerasan Seksual
Bintang Puspayoga merasa prihatin atas adanya perempuan korban kekerasan seksual yang masih mengalami reviktimisasi dan victim blaming.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga merasa prihatin atas adanya perempuan korban kekerasan seksual yang masih mengalami reviktimisasi dan victim blaming.
Menurut Bintang, saat ini korban kekerasan seksual kerap disalahkan oleh banyak pihak terkait cara bergaul dengan lawan jenis hingga cara menggunakan media sosial.
"Menjadi korban pelecehan seksual saja sudah menimbulkan trauma bagi para korban, ditambah dengan komentar atau bahkan tindakan yang tidak seharusnya diberikan kepada korban," ujar Bintang melalui keterangan tertulis, Sabtu (12/2/2022)
"Sulit untuk membayangkan bagaimana kondisi para korban kekerasan seksual yang mendapat victim blaming," tambah Bintang.
Menurutnya, korban seringkali disalahkan sekaligus dianggap sebagai penyebab terjadinya tindak kejahatan kekerasan seksual oleh masyarakat.
Sehingga para korban kekerasan seksual sulit untuk mendapatkan keadilan.
Baca juga: KSP Sebut Sebagian Besar Aktivis Menolak Restorative Justice untuk Kasus Kekerasan Seksual
Padahal menurut Menteri PPPA, victim blaming dapat menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap korban, mulai dari adanya rasa takut untuk melapor, trauma, depresi, hingga bunuh diri.
"Menjadi korban kekerasan seksual bukanlah suatu kesalahan maupun aib. Begitu banyak dampak psikologis yang dialami korban," kata Bintang.
Korban kekerasan seksual, menurutnya, berhak mendapatkan hak atas kebenaran, pemulihan, dan perlindungan secara penuh.
"Tidak ada toleransi sekecil apapun karena kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia," ucap Bintang.
Dirinya berharap, kondisi victim blaming di Indonesia bisa segera dihentikan.
Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan, semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
Terlebih, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang mengatur bahwa Negara wajib memberikan perlindungan kepada perempuan dalam segala bidang, baik di bidang hukum dan politik, maupun ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan lainnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.