Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kritik Program Kompor Listrik PLN, PKS: Implementasinya Berbelit-belit

PKS mengkritik program PLN untuk menaikkan jumlah pengguna kompor listrik dari pelanggan bersubsidinya

Penulis: Reza Deni
Editor: Sanusi
zoom-in Kritik Program Kompor Listrik PLN, PKS: Implementasinya Berbelit-belit
capture video
PT PLN Wilayah Babel Launching Penggunaan Kompor Listrik 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto, mengkritik program PLN untuk menaikkan jumlah pengguna kompor listrik dari pelanggan bersubsidinya sebanyak 8,5 juta di tahun 2024 dan meningkat menjadi 18,2 juta rumah tangga di tahun 2030.

Dia meminta program itu sebaiknya dikaji ulang, sebab implementasinya berbelit-belit

PLN, dikatakan Mulyanto, terlebih dahulu harus menaikkan daya listrik pelanggan bersubsidinya.

Baca juga: Soal Penggunaan Kompor Induksi, Diperlukan Komitmen Bersama

"Ide konversi penggunaan gas LPG ke sumber energi lain untuk mengurangi ketergantungan kita pada impor LPG, sekaligus mengurangi defisit transaksi berjalan sektor migas dan menghemat devisa negara adalah langkah yang baik," kata dia kepada wartawan, Rabu (16/2/2022).

"Namun usulan program kompor listrik ini terkesan ribet dan bertele-tele. Karena yang ditarget adalah pelanggan listrik bersubsidi dengan daya 450 VA dan 900 VA, yang terlebih dahulu harus dinaikkan daya listriknya menjadi 2.200 VA," jelas Mulyanto.

Baca juga: Nusron Minta Erick Thohir Bijak soal Program Kompor Induksi PLN

Mulyanto menambahkan program ini juga sangat kondisional. Saat PLN masih surplus listrik, seperti sekarang, mungkin masih relevan.

Berita Rekomendasi

Namun, bila terjadi lonjakan kebutuhan listrik pasca pandemi Covid-19, maka logika kompor listrik ini sulit dipertahankan.

"Karenanya terkait kompor listrik ini, sebaiknya PLN fokus pada pelanggan dengan daya 2.200 VA atau lebih, yang sekarang ini masih menggunakan LPG non-subsidi. Sehingga tidak perlu ada program penaikan daya listrik dan juga relokasi subsidi LPG”, jelas Mulyanto.

Mulyanto meminta pemerintah mengkaji secara mendalam dan komprehensif, program mana yang lebih optimal dalam rangka konversi LPG impor ini, apakah dengan menggunakan kompor listrik, DME (dimethil ether) atau jargas (gas alam).

"Ini harus dihitung betul efisiensi dan tingkat keekonomiannya, apalagi ketika kita akan menggunakan instrumen APBN dengan merelokasi subsidi LPG yang ada. Secara kasar program jargas nampaknya lebih efisien, karena langsung berbasis pada sumber energi primer, ketimbang kompor listrik atau DME yang merupakan produk hasil pengolahan sumber energi primer," imbuhnya.

Untuk diketahui, bahwa penggunaan kompor listrik ini membutuhkan daya sebesar 2.200 VA. Pelanggan berdaya 2.200 VA atau lebih, tentu tidak bermasalah dengan program ini. Namun, jumlahnya sedikit.

Data tahun 2021, Mayoritas pelanggan listrik PLN sebanyak 37,6 juta adalah pelanggan berdaya listrik 450 VA dan 900 VA atau listrik bersubsidi.

Baca juga: PLN Bakal Ajukan Rp 1 Triliun di APBN 2022 untuk Dorong Satu Juta Kompor Induksi

Untuk itu, dalam rangka program kompor listrik, PLN akan menaikan daya listrik pelanggan 450 VA dan 900 VA bersubsidi menjadi 2.200 VA secara bertahap. Proses kenaikan daya listrik tersebut akan difasilitasi oleh PLN tanpa membebani pelanggan dengan kenaikan tarif listrik. PLN juga akan memberikan paket kompor listrik dan utensilnya secara gratis.

Sebagai informasi, selain menyebabkan ketergantungan pada impor, pemanfaatan gas LPG ini menyebabkan pembengkakan besaran subsidi.

Pada tahun 2020, subsidi gas LPG sebesar Rp 50,6 triliun. Meningkat pada tahun 2021 menjadi Rp 56,8 triliun. Pada tahun 2022 menjadi Rp 66,5 triliun. Dan diperkirakan naik pada tahun 2024 menjadi Rp 71,5 triliun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas