Kejagung Periksa Dirut GMF AeroAsia Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat
Kejaksaan Agung RI melakukan pemeriksaan terhadap seorang saksi yang terkait dengan dugaan korupsi dalam pengadaan pesawat udara PT Garuda Indonesia
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI melakukan pemeriksaan terhadap seorang saksi yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat udara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2011-2021.
Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer mengatakan saksi yang diperiksa merupakan pejabat Garuda Indonesia. Dia diperiksa oleh Jaksa penyidik pada Rabu (16/2/2022) kemarin.
Leonard menjelaskan AF diperiksa mengenai mekanisme pengadaan pesawat Garuda yang belakangan terjadi dugaan tindak pidana korupsi.
"Saksi yang diperiksa yaitu AF selaku Direktur Utama PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF AeroAsia), Tbk diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara," ujar Leonard dalam keterangannya, Rabu (16/2/2022) malam.
Leonard menjelaskan saksi dimintai keterangan yang mereka ketahui berkaitan dugaan tindak pidana di maskapai pelat merah tersebut
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pengelolaan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk," pungkas Leonard.
Baca juga: DPR dan Kementerian BUMN Sepakat Bentuk Panja Penyelamatan Garuda
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin mengungkapkan dugaan kasus tindak pidana korupsi pengadaan pesawat seri ATR 72-600 PT Garuda Indonesia (Persero) ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.
"Kami sedang menangani perkara ini dan hari ini kita naikkan menjadi penyidikan umum," kata Burhanuddin saat menggelar konferensi pers di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2022).
Burhanuddin menyampaikan penyidik masih mendalami pengadaan pesawat ATR 72-600 Garuda Indonesia tersebut. Namun, pihaknya juga akan mendalami beberapa pengadaan kontrak lainnya.
Baca juga: Andre Rosiade Ungkap Alasan Komisi VI Setujui Pembentukan Panja Penyelamatan Garuda Indonesia
"Tahap pertama kita ada dalami pesawat ATR 72-600 dan kita pun tidak sampai di situ saja. Ada beberapa pengadaan kontrak pinjam atau apapun nanti kita masih akan kembangkan, mulai dari ATR, Bombardir, kemudian Airbus, Boeing, dan Rolls Royce. Kita kembangkan dan kita akan tuntaskan," jelas Burhanuddin.
Lebih lanjut, Burhanuddin menuturkan pihaknya juga akan segera berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat tangani kasus pengadaan pesawat Garuda Indonesia tersebut.
"Setiap penanganan kami nanti akan koordinasi dengan KPK. Karena KPK ada beberapa yang telah tuntas di KPK kita akan selalu koordinasi agar tidak terjadi nebis in idem," pungkasnya.
Kejagung Ungkap Modus Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Indonesia
Sebagai informasi, Kejaksaan Agung RI membeberkan modus dugaan kasus tindak pidana korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Ternyata, kasus korupsi tersebut berkaitan dengan penggelembungan (mark up) dana.
Baca juga: Ketika Erick Thohir Ajak Humaidi Pembuat Miniatur Pesawat Lihat Ruang Kokpit di Hanggar Garuda
Adapun Kejagung RI telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan dengan Nomor: Print-25/F.2/Fd.1/11/2021 tanggal 15 November 2021. Proses pengadaan di perusahaan pelat merah itu merugikan keuangan negara.
Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer mengatakan kerugian negara dalam pengadaan pesawat Garuda tersebut berlangsung sejak 2013 hingga saat ini.
"Mengakibatkan kerugian keuangan negara dengan waktu perjanjian tahun 2013 sampai dengan saat ini dan manipulasi data dalam laporan penggunaan bahan bakar pesawat," kata Leonard dalam keterangannya, Selasa (11/1/2022).
Dijelaskan Leonard, dugaan kasus korupsi itu berawal dari Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) tahun 2009 hingga 2014 yang merencanakan pengadaan armada pesawat sebanyak 64 unit.
Ia menuturkan proses itu semula dilakukan oleh Garuda Indonesia memakai skema pembelian (financial lease) dan penyewaan (operation lease buy back) melalui pihak lessor.
"Sumber dana yang digunakan dalam rencana penambahan jumlah armada tersebut menggunakan Lessor Agreement. Dimana pihak ketiga akan menyediakan dana dan PT. Garuda Indonesia kemudian akan membayar kepada pihak lessor dengan cara pembayaran secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi," jelas dia.
Baca juga: Pejabat Kemenhub Diperiksa Terkait Dugaan Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda
Ia menuturkan Garuda Indonesia juga membentuk tim pengadaan yang melibatkan personel dari beberapa Direktorat dalam bisnis pengadaan pesawat tersebut. Tim tersebut seharusnya melakukan pengkajian terkait pengadaan yang dilakukan.
Menurut Leonard, naskah yang disusun nantinya akan mengacu pada bisnis plan yang telah dibahas. Anggaran tersebut harus seirama dengan perencanaan armada.
"Dengan alasan feasibility/riset/kajian/tren pasar/habit penumpang yang dapat dipertanggungjawabkan," jelas dia.
Leonard menjelaskan bahwa RJPP juga telah merealisasikan beberapa jenis pesawat dalam pengadaan, yakni 50 unit pesawat ATR 72-600. Adapun lima diantaranya merupakan pesawat yang dibeli.
Kemudian, 18 unit pesawat lain berjenis CRJ 1000. Dimana, enam diantara pesawat tersebut dibeli dan 12 lainnya disewa.
Menurutnya, dana untuk proyek tersebut semula disediakan oleh pihak ketiga. Kemudian, PT Garuda Indonesia akan membayar kepada pihak lessor.
Baca juga: Kejagung Periksa 3 Eks Komisaris Garuda Indonesia, Inisial WAY, BR dan CK
"Dengan cara pembayaran secara bertahap dan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi," tukas Leonard.
Adapun proses pengadaan pesawat Garuda tersebut diduga terjadi peristiwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Kejagung menduga pengadaan pesawat Garuda tersebut menguntungkan pihak Lessor.