Mantan Direktur Layanan Diperiksa Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda
Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer menyatakan bahwa saksi yang diperiksa adalah eks pejabat Garuda Indonesia.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI kembali memeriksa sejumlah saksi dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada 2011-2021. Kali ini, Jaksa penyidik memeriksa seorang saksi.
Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer menyatakan bahwa saksi yang diperiksa adalah eks pejabat Garuda Indonesia. Yang bersangkutan diperiksa pada Jumat (19/2/2022) kemarin.
"Saksi yang diperiksa yaitu FF selaku Direktur Layanan PT. Garuda Indonesia Tbk tahun 2012-2014. Diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara," ujar Leonard dalam keterangannya, Jumat (18/2/2022) malam.
Leonard menjelaskan saksi dimintai keterangan yang mereka ketahui berkaitan dugaan tindak pidana di maskapai pelat merah tersebut.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pengelolaan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk," pungkas Leonard.
Baca juga: Direktur Utama Citilink Diperiksa Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin mengungkapkan dugaan kasus tindak pidana korupsi pengadaan pesawat seri ATR 72-600 PT Garuda Indonesia (Persero) ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Baca juga: DPR dan Kementerian BUMN Sepakat Bentuk Panja Penyelamatan Garuda
"Kami sedang menangani perkara ini dan hari ini kita naikkan menjadi penyidikan umum," kata Burhanuddin saat menggelar konferensi pers di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2022).
Burhanuddin menyampaikan penyidik masih mendalami pengadaan pesawat ATR 72-600 Garuda Indonesia tersebut. Namun, pihaknya juga akan mendalami beberapa pengadaan kontrak lainnya.
Baca juga: Pejabat Kemenhub Diperiksa Terkait Dugaan Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda
"Tahap pertama kita ada dalami pesawat ATR 72-600 dan kita pun tidak sampai di situ saja," ujarnya.
"Ada beberapa pengadaan kontrak pinjam atau apapun nanti kita masih akan kembangkan, mulai dari ATR, Bombardir, kemudian Airbus, Boeing, dan Rolls Royce. Kita kembangkan dan kita akan tuntaskan," jelas Burhanuddin.
Burhanuddin menuturkan, pihaknya juga akan segera berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat tangani kasus pengadaan pesawat Garuda Indonesia tersebut.
"Setiap penanganan kami nanti akan koordinasi dengan KPK. Karena KPK ada beberapa yang telah tuntas di KPK kita akan selalu koordinasi agar tidak terjadi nebis in idem," pungkasnya.
Dugaan Modus Korupsinya
Sebagai informasi, Kejaksaan Agung RI membeberkan modus dugaan kasus tindak pidana korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Ternyata, kasus korupsi tersebut berkaitan dengan penggelembungan (mark up) dana.
Kejagung RI telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan dengan Nomor: Print-25/F.2/Fd.1/11/2021 tanggal 15 November 2021. Proses pengadaan di perusahaan pelat merah itu merugikan keuangan negara.
Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer mengatakan kerugian negara dalam pengadaan pesawat Garuda tersebut berlangsung sejak 2013 hingga saat ini.
"Mengakibatkan kerugian keuangan negara dengan waktu perjanjian tahun 2013 sampai dengan saat ini dan manipulasi data dalam laporan penggunaan bahan bakar pesawat," kata Leonard dalam keterangannya, Selasa (11/1/2022).
Dijelaskan Leonard, dugaan kasus korupsi itu berawal dari Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) tahun 2009 hingga 2014 yang merencanakan pengadaan armada pesawat sebanyak 64 unit.
Ia menuturkan, proses itu semula dilakukan oleh Garuda Indonesia memakai skema pembelian (financial lease) dan penyewaan (operation lease buy back) melalui pihak lessor.
"Sumber dana yang digunakan dalam rencana penambahan jumlah armada tersebut menggunakan Lessor Agreement," ujarnya.
"Pihak ketiga akan menyediakan dana dan PT. Garuda Indonesia kemudian akan membayar kepada pihak lessor dengan cara pembayaran secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi," jelas dia.
Ia menuturkan, Garuda Indonesia juga membentuk tim pengadaan yang melibatkan personel dari beberapa Direktorat dalam bisnis pengadaan pesawat tersebut.
Tim tersebut seharusnya melakukan pengkajian terkait pengadaan yang dilakukan.
Menurut Leonard, naskah yang disusun nantinya akan mengacu pada bisnis plan yang telah dibahas. Anggaran tersebut harus seirama dengan perencanaan armada.
"Dengan alasan feasibility/riset/kajian/tren pasar/habit penumpang yang dapat dipertanggungjawabkan," jelas dia.
Leonard menjelaskan RJPP juga telah merealisasikan beberapa jenis pesawat dalam pengadaan, yakni 50 unit pesawat ATR 72-600.
Adapun lima diantaranya merupakan pesawat yang dibeli. Kemudian, 18 unit pesawat lain berjenis CRJ 1000. Dimana, enam diantara pesawat tersebut dibeli dan 12 lainnya disewa.
Menurutnya, dana untuk proyek tersebut semula disediakan oleh pihak ketiga. Kemudian, PT Garuda Indonesia akan membayar kepada pihak lessor.
"Dengan cara pembayaran secara bertahap dan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi," tukas Leonard.
Pada proses pengadaan pesawat Garuda tersebut diduga terjadi peristiwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Kejagung menduga pengadaan pesawat Garuda tersebut menguntungkan pihak lessor.