Respons PP Muhammadiyah Atas Pernyataan BNPT Soal Perubahan Strategi Jaringan Teroris
Menurut Anwar, jaringan tertentu bisa saja membuat strategi untuk menyusup ke ormas-ormas keagamaan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menanggapi pernyataan BNPT soal perubahan strategi jaringan teroris dalam penyebaran radikalisme.
Menurut Anwar, jaringan tertentu bisa saja membuat strategi untuk menyusup ke ormas-ormas keagamaan.
Oleh karena itu, lanjut dia, tugas BNPT mengingatkan pimpinan ormas yang bersangkutan.
"Tapi sebelum itu kita duduk dululah menyamakan standar dan tolok ukur tentang radikalisme dan terorisme supaya tidak ada masalah," kata Anwar saat dihubungi Tribunnews.com pada Senin (21/2/2022).
Diberitakan sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan, ada perubahan strategi kelompok jaringan teroris dalam menyebarkan pemahaman radikal.
Hal ini terlihat dari adanya serangkaian penangkapan terduga teroris di beberapa lembaga, partai Islam dan ormas Islam belakangan ini.
Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris mengatakan, perubahan strategi itu buntut dari seruan mantan Pimpinan ISIS Abu Bakr al-Baghdadi sebelum meninggal dunia.
Baca juga: MUI Sebut Pernyataan BNPT Soal Perubahan Strategi Jaringan Teroris Membuat Gaduh
"Ini perubahan strategi mereka setelah Abu Bakr Al-Bagdhadi mengumandangkan, menginstruksikan kepada simpatisan, pendukung, militan, dan kelompok inti karena ada 4 kelompok kalau diklasifikasikan," kata Irfan saat acara sharing session di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (18/2/2022).
Adapun dalam seruan itu kata Irfan, Abu Bakr al-Baghdadi menyebut kalau para kelompok inti yang dimaksud bisa menyebarkan pola aksi teror tanpa harus pergi ke Suriah.
Melainkan bisa dilakukan di masing-masing negara dengan terpusat di Poso, Sulawesi Tengah dan di negara Filipina.
"Mereka yang terjerat dan terpapar paham radikal untuk melakukan pola aksi untuk jangan semuanya harus ke Suriah, silakan beraksi di Negeri sendiri dan direncanalan untuk dipusatkan di Poso atau Filipina," kaya Irfan.
Hanya saja rencana tersebut gagal karena pimpinan jaringan MIT sekaligus pendukung ISIS di Poso yakni Santoso tewas lantaran berhasil ditangkap dan dieksekusi mati.
Atas hal itu kata Irfan, BNPT tidak pernah melabeli suatu lembaga Islam atau organisasi Islam bahkan lembaga pendidikan yang ada keterlibatannya dengan penangkapan teroris oleh Densus 88, sebagai lembaga pendukung teroris.
Sebab kata dia, kini kelompok jaringan teroris bisa berkembang melalui beragam cara dengan beragam nama identitas dengan cara menyusupi suatu lembaga dan tidak langsung melakukan kegiatan teror.
Baca juga: PBNU Tanggapi Pernyataan BNPT Soal Perubahan Strategi Jaringan Teroris dalam Penyebaran Radikalisme
Para kelompok teror kata Irfan, akan menyusupi lembaga dengan cara misalnya pembaiatan, pengajian, dan menggunakan istilah-istilah yang biasa masyarakat umum lakukan.
"Kita jangan terjebak dengan simbol-simbol fisik, karena mereka intoleran, menghalalakan segala cara, menolak NKRI, Pancasila dan ingin merubah negara bangsa menjadi negara agama dengan sebuah ideologi khilafah yang mereka sendiri tidak pahami secara komprehensif," tukas Irfan.