Masyarakat Anti Korupsi Turut Komentari Kasus Nurhayati, Pelapor Korupsi yang Jadi Tersangka
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman turut mengomentari kasus Nurhayati pelapor dugaan korupsi di lingkungan pemerintahan desa Citemu, Cirebon
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Inza Maliana
TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman turut mengomentari kasus pelapor dugaan korupsi di lingkungan pemerintahan desa di Cirebon, Jawa Barat, malah menjadi tersangka.
Bendahara Desa Citemu yang diketahui bernama Nurhayati itu ditetapkan menjadi tersangka setelah melaporkan tindak korupsi yang melibatkan Kepala Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Supriadi.
Menurut Boyamin, kejadian ini cukup mempermalukan citra penegak hukum.
"Seorang yang membongkar kasus korupsi ini, intens dengan penyidik, tiba-tiba kemudian ditetapkan jadi tersangka, ini kan sesuatu yang mempermalukan kita semua."
"Kalau saya (menilai) ini adalah suatu langkah yang mundur."
"Maka saya kemarin sudah menyampaikan resmi Kepada Kejaksaan Agung untuk dilakukan audit terhadap kasus ini."
Baca juga: Kasus Pelapor Jadi Tersangka Korupsi: Nurhayati Ternyata Sebagai Saksi, Ini Identitas Pelapor
"Mudah-mudahan seminggu atau dua minggu ini ada ekspose di Kejaksaan Agung."
"Ekspose ini untuk sarana menguji atas tindakan penanganan perkara dan sekaligus untuk menentukan langkah pimpinan untuk mengambil keputusan apa terhadap perkara ini," kata Boyamin dikutip dari tayangan Kompas Tv, Selasa (22/2/2022).
Menurut Boyamin, kedepannya penegak hukum di Kejaksaan Negeri (Kejari) harus bisa memitigasi opini publik.
Sehingga yang harusnya pengungkapan kasus korupsi adalah prestasi penegak hukum, tapi malah yang terjadi mencoreng citra nama penegak hukum.
"Kalau bicara pada opini ini, seorang Kejari kalah perang opini dengan kepala urusan di desa itu."
"Jadi besok lagi kalau syarat menjadi Kajari itu salah satunya syaratnya mampu memitigasi opini publik."
"Karena sekarang ini kan masyarakat sadar media, sadar kamera."
"Karena aparat kita sering kejebak ketika misalnya oknum aparat lalu lintas misalnya menilang, tapi dia menerima duit."
"(Jadi) penegak hukum kita ini ke depan terus terang aja khususnya level-level pimpinan itu, salah satu ujian (masuknya) itu sadar kamera."
Baca juga: Soal Kasus Nurhayati Pelapor Korupsi yang Jadi Tersangka, Kompolnas: Ini Preseden Buruk
"Jadi jangan sampai hal-hal yang begini ini seperti mestinya pemberantasan korupsi, mestinya prestasi bagi penegak hukum atau bagi kepolisian, meskipun hanya levelnya kepala desa tapi apapun prestasi."
"Tapi kemudian malah justru berbalik arah ini menjadi suatu hal yang buruk bagi penegak hukum," jelas Boyamin.
Berkaca dari itu, Boyamin meminta masyarakat untuk sabar dalam menunggu waktu persidangan selanjutnya.
"Jadi solusinya adalah nanti kita lihat persidangan (terbuka) kepala desa, bagaimana peran Nurhayati, bagaimana peran kepala desa."
"Sehingga (ini yang menentukan apakah kasus ini) bisa diteruskan atau tidak perkara ini," sambung Boyamin.
Tanggapan LPSK
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Maneger Nasution menilai penetapan tersangka kepada Nurhayati justru menimbulkan ketakutan publik untuk membongkar kasus korupsi lainnya.
Padahal, sebagai pelapor, seharusnya Nurhayati diberikan apresiasi.
"(Penetapan tersangka, red) Bagi kita ini publik yang resah. Bukan memberi angin segar, bukan mengapresiasi, tapi justru menimbulkan ketakutan publik," ujar Maneger seperti yang diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Selasa (22/2/2022).
Merujuk Pasal 10 ayat 1-2 UU terkait Perlindungan terhadap Saksi dan Korban, kata Maneger, seharusnya pelapor tindak pidana tidak bisa dituntut balik.
Baca juga: UPDATE Kasus Nurhayati, Pelapor Dugaan Korupsi yang Jadi Tersangka, Dipersilakan Ajukan Praperadilan
"Penetapan beliau sebagai tersangka, sesungguhnya mengejutkan banyak kalangan aktivis antikorupsi, aktivias HAM dan kita di publik juga terkejut karena seorang pelapor harusnya mendapat perlakuan khusus."
"Misalnya dalam Pasal 10 ayat 1-2 UU Perlindungan Saksi dan Korban, seorang pelapor dengan itikad baik melaporkan tindak pidana maka keterangan yang telah, sedang, dan akan disampaikan tidak bisa dituntut balik baik secara pidana maupun perdata sampai perkara pokoknya selesai dan berkekuatan hukum tetap," jelas Maneger.
KPK dan Bareskrim Polri Turun Tangan
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim Polri akan turun tangan terkait kasus Nurhayati.
Dalam tugasnya, Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango menyebut bahwa KPK akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum di Cirebon soal penetapan Nurhayati sebagai tersangka.
“Saya segera akan meminta Direktur Korsup II KPK, untuk berkoordinasi dengan APH terkait berkenaan dengan penanganan perkara tersebut termasuk soal penetapan tersangka tersebut,” kata Nawawi, Senin (21/2/2022).
Baca juga: KPK Bakal Tanya Polisi Kenapa Nurhayati Pelapor Korupsi Dana Desa Justru Dijadikan Tersangka
Nawawi menegaskan bahwa KPK memiliki wewenang untuk melakukan koordinasi dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi yang dilakukan penegak hukum lain.
“Dalam Pasal 8 huruf (a) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, disebutkan kewenangan KPK untuk mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Lalu terkait keterlibatan Bareskrim Polri dalam penetapan tersangka terhadap Nurhayanti adalah dengan menerjunkan Biro Pengawasan Penyidikan (Rowassidik).
Sementara itu, terkait penetapan tersangka terhadap Nurhayati, Nawawi belum bisa berkomentar banyak.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Inza Maliana/Yohanes Liestyo Poerwoto)