Kawin Paksa dan Perbudakan Seksual Masuk Delik Pidana dalam RUU TPKS
Kawin paksa dan perbudakan seksual akan menjadi delik pidana dalam Rancangan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Editor: Adi Suhendi
Hal itu dilatarbelakangi temuan 6.000 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan Komnas HAM.
"Mirisnya, dari ribuan kasus tersebut, kurang dari 300 kasus yang bisa dijadikan kenyataan perkara atau sampai sampai ke pengadilan. Dengan kata lain, kurang dari 5 persen kasus yang bisa naik ke meja hijau," ujarnya.
Artinya, kata Eddy, ada sesuatu yang salah dengan hukum acara di Indonesia sehingga dari 6.000 kasus kekerasan seksual yang terjadi, kurang dari 300 kasus yang bisa diproses hukum.
”Oleh karena itu penting hukum acara di dalam RUU TPKS diatur sedetail mungkin dan komprehensif," kata dia.
Sebagai contoh, satu saksi dengan alat bukti, sudah cukup bagi aparat penegak hukum untuk memproses kasus kekerasan seksual. Begitu pula, keterangan korban dan alat bukti lain juga sudah cukup dan beberapa hal lainnya.
Sebelumnya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyebut bahwa pengesahan RUU TPKS tidak dapat ditunda lagi karena secara dasar penyusunan, RUU TPKS telah memenuhi syarat filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Bintang menegaskan pemerintah sangat serius dalam menyikapi RUU yang disiapkan oleh DPR RI tersebut.
Baca juga: Menteri PPPA: DIM RUU TPKS Rampung Disusun Pemerintah
“Kami, tim pemerintah, bekerja siang malam, bahkan di hari libur sehingga tiada hari tanpa membahas RUU TPKS," ucap Bintang melalui keterangan tertulis, Senin (21/2/2022).
Saat ini para korban kekerasan seksual, kata Bintang, telah lama menanti kepastian hukum melalui undang-undang ini. Dirinya berharap RUU TPKS ini tak hanya menjadi dokumen saja.
"Kami tidak ingin rancangan ini nantinya hanya menjadi sebuah dokumen semata karena korban telah dalam penantian panjang," ucap Bintang.
Bintang menjelaskan substansi yang diusulkan oleh DPR meliputi XII BAB dan 73 Pasal.
Secara umum, substansi yang diusung oleh DPR sejalan dengan komitmen pemerintah dalam upaya melakukan pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual secara komprehensif dan integratif.
Namun, dalam DIM RUU TPKS, pemerintah berupaya mengakomodir masukan dari kementerian, lembaga terkait, akademisi, lembaga masyarakat, dan juga pendamping korban.
“Perlu kami sampaikan pula pada 11 Februari 2022 lalu, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemerintah atas naskah RUU TPKS telah rampung. Adapun DIM Pemerintah terdiri atas 588 nomor DIM pada RUU TPKS, dan 247 nomor DIM pada penjelasan RUU TPKS. Dari keseluruhan DIM meliputi XII Bab, dan 81 pasal," jelas Bintang.
Baca juga: Menteri PPPA: DIM RUU TPKS Rampung Disusun Pemerintah
Dirinya juga berharap DIM pemerintah ini dapat melengkapi Draft RUU TPKS yang dikirim oleh DPR.
Sehingga, saat pembahasan bersama DPR dengan pemerintah nantinya, RUU ini benar-benar sudah komprehensif menjawab berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan.