Pemerintah Diminta Waspada Keberadaan Armada Laut Tiongkok di Perairan Indonesia
Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) mengingatkan pemerintah Indonesia waspadai keberadaan armada laut Tiongkok.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) mengingatkan pemerintah Indonesia waspadai keberadaan armada laut Tiongkok dalam beberapa dekade di perairan Indonesia.
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan, keberadaan armada laut China juga sering kali terlihat saat kapal-kapal nelayan Tiongkok mengeksploitasi hasil laut di luar wilayah mereka.
“Di Indonesia sendiri, Coast Guard 6305 China, pernah berani mengganggu aktivitas eksplorasi minyak maupun gas di Natuna dan armada laut Tiongkok juga terlihat ada di sekitar kapal-kapal nelayan mereka saat mengeksploitasi hasil laut kita di sana,” kata AB Solissa kepada wartawan, Kamis (24/2/2022).
Bukan hanya di Indonesia, kehadiran armada Tiongkok dapat ditemukan di perairan lepas pantai Asia Selatan, Amerika Selatan, dan Afrika, di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara mana pun di dunia ini.
“Mungkin di mata Beijing, lautan adalah milik mereka untuk diambil. Sayangnya, belum ada kekuatan terorganisir dunia yang dapat mencegah mereka mengeksploitasi sumber daya laut dunia,” tutur AB Solissa.
Ia sependapat dengan mantan Sekretaris Kabinet (Setkab) yang bertindak sebagai ahli dari pemerintah di Mahkamah Konstitusi (MK), Andi Widjajanto, mengungkap adanya strategi China yang sama seperti Jepang saat menyiapkan Perang Dunia II, sehingga Indonesia harus bersiap diri menghadapi kemungkinan terburuk.
Andi menyampaikan itu saat uji materi UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) di Mk (18/1), terkait komponen cadangan (Komcad) dimana Andi menilai China sedang menyiapkan langkah perang untuk menguasai Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Baca juga: Overhaul Rampung, Kapal Selam KRI Cakra-401 Siap Laksanakan Tugas Operasi
"Yang saya contohkan ini adalah yang disampaikan oleh Presiden Jokowi tentang karakter perang masa depan (future war) yang akan kita hadapi menuju 2045 dan karakternya sudah berbeda, sudah berbeda dari tahun 1980‐an, dari awal tahun 2000‐an. Ya, ini adalah eskalasi tertinggi yang mungkin harus kita antisipasi," kata Andi.
Dari informasi yang diterima CENTRIS, kapal pukat Cina berukuran industri telah masuk tanpa izin di perairan Sierra Leone, sebuah negara miskin di Afrika yang terlalu kekurangan dana untuk melindungi perairan mereka yang berlimpah ikannya.
Bahkan, nelayan di Sierra Leone mengatakan bahwa sekitar 40% izin industri lokal dimiliki oleh kapal China.
Di perairan Pakistan tepatnya kota pelabuhan Gwadar, protes besar-besaran meletus atas proyek pembangunan besar China-Pakistan yang akan membahayakan bisnis perikanan nelayan disana.
Di Argentina, ratusan kapal pukat Cina mematikan sistem yang melacak lokasi mereka untuk menjarah perairan setempat bahkan Armada China telah mendekati pulau Galapagos yang terkenal di Ekuador, termasuk kawasan lindung Cagar Alam Laut Galapagos.
AB Solissa mengatakan, saat ini angkatan laut pimpinan Xi Jinping ini memiliki 355 kapal dan kapal selam, termasuk 145 kapal perang permukaan.
Baca juga: Merujuk Laporan Human Right Watch, Indonesia Diminta Terus Suarakan Kejahatan Kemanusiaan di Uighur
Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) memperkirakan jumlah armada laut Tiongkok akan terus bertambah menjadi 460 kapal pada 2030.
Dalam laporan tahunan bertitel Military And Cecurity Developments Involving People's Republic of China 2021 untuk Kongres AS, turut dibeberkan kehadiran Angkatan Bersenjata Tiongkok yang makin kuat di kancah global.
China juga memiliki People’s Armed Forces Maritime Militias (PAFMM) atau milisi maritim. PAFMM merupakan warga sipil yang siap dimobilisasi untuk menjadi prajurit tempur.
Salah satu isu yang diangkat dalam laporan itu adalah soal konflik di Laut China Selatan, yang bersinggungan dengan wilayah Perairan Natuna.
Tiongkok sebelumnya pernah menyodorkan sembilan garis putus-putus atau nine dash line untuk mengklaim kepemilikan atas wilayah di Laut China Selatan.
Namun, Indonesia bersama Malaysia, Filipina, dan Vietnam menolak klaim itu. Indonesia menentang nine dash line itu dengan menggunakan hukum internasional untuk mendukung kedaulatan wilayah lautnya.
Baca juga: Masyarakat Indonesia Diminta Waspada terhadap Gerakan dan Aksi Terorisme
“Benar kata Bang Andi Widjajanto, strategi China mirip Jepang pada masa penjajahan tempo dulu. Negara-negara duni khususnya Indonesia harus waspada,” pungkas AB Solissa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.