Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

FMCG Insights Minta Asosiasi Industri AMDK Tidak Intervensi BPOM

Koordinator Advokasi FMCG Insights Willy Hanafi meminta agar Aspadin tidak mengintervensi tugas BPOM terkait rencana aturan pelabelan BPA

Editor: Firda Fitri Yanda
zoom-in FMCG Insights Minta Asosiasi Industri AMDK Tidak Intervensi BPOM
Shutterstock
Ilustrasi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koordinator Advokasi FMCG Insights Willy Hanafi meminta agar Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) tidak mengintervensi tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait dengan rencana pembuatan aturan pelabelan potensi bahaya Bisfenol A atau BPA pada galon berbahan polikarbonat.

“Apalagi sampai mengeluarkan pernyataan ‘sapu jagat’ yang menjamin seratus persen bahwa air minum dalam galon guna ulang aman dikonsumsi,” ujar Willy Hanafi, Selasa (1/3/2022).

Menurut Willy, Aspadin sebaiknya BPOM tetap fokus, berkonsentrasi menjalankan amanatnya sesuai undang-undang dan peraturan yang ada.

Sebagai lembaga pemerintah yang berwenang mengawasi mutu dan keamanan pangan di Indonesia, lanjutnya, BPOM pasti telah memiliki kajian mendalam, pertimbangan matang dan antisipasi akan masa depan, sehingga sampai mempertimbangkan untuk membuat aturan pelabelan potensi bahaya BPA.

“Janganlah pengusaha sedikit-sedikit mengintervensi kerja serta tugas lembaga pemerintah dalam urusan yang sangat penting ini,” ujar mantan Direktur LBH Bandung ini.

Pernyataan Willy ini menanggapi pernyataan Ketua Umum Aspadin Rachmat Hidayat yang mendesak BPOM menghentikan pembahasan rancangan peraturan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang.

Seperti dilansir Kompas.com, 28 Februari 2022 lalu, Rachmat menyatakan produk galon guna ulang yang beredar di pasar sudah dipastikan memenuhi semua persyaratan di dalam perundang-undangan sehingga aman dikonsumsi masyarakat.

Berita Rekomendasi

Pada 30 Januari 2022, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Antara, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang menyatakan pihaknya menemukan sejumlah kecenderungan mengkhawatirkan terkait luluhnya BPA pada galon guna ulang yang berbahan polikarbonat.

Penemuan itu, menurut laporan tersebut, berdasarkan atas uji sampel post-market yang dilakukan BPOM selama periode 2021-2022 di seluruh Indonesia. Hasilnya adalah bayi usia 6-11 bulan berisiko terpapar BPA 2,4 kali dari batas aman sementara anak-anak usia 1-3 tahun berisiko terpapar 2,12 kali.

Menurut Rita, BPOM mulai merencanakan revisi pelabelan BPA pada galon berbahan polikarbonat antara lain karena belajar dari tren di banyak negara.

Di sejumlah negara, galon berbahan polikarbonat sudah dilarang beredar jika tidak mencantumkan label peringatan potensi bahaya BPA. Bahkan, Negara Bagian California di Amerika Serikat telah menerapkan aturan tersebut sejak 2015.

Berdasarkan alasan itulah, Willy mengingatkan industri air kemasan yang masih menggunakan galon berbahan polikarbonat—yang mana berisiko mengalami peluruhan BPA—untuk mengantisipasi dan beradaptasi dengan kemajuan dan perkembangan sains.

Menurutnya, pengetahuan umat manusia selalu berkembang, karena itu manusia menjadi makhluk yang paling bisa bertahan. “Sesuatu yang dulu kita anggap aman belum tentu saat ini sama sekali tidak berisiko,” katanya.

Karenanya, dia menyesalkan pihak-pihak yang terlalu cepat menyebut wacana pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang sebagai bagian dari kampanye hitam atau hoaks terhadap industri.

Willy menilai, asosiasi sudah terlaku jauh beropini dengan menyebut rancangan peraturan BPOM dimaksud terkesan telah membenarkan kampanye hitam atau hoaks.

“Percayakan persoalan ini kepada BPOM, sehingga mereka bisa mengerjakan tugas dan fungsi mereka dengan baik,” ujar Willy.

“Jika kita tidak percaya pada BPOM, siapa lagi yang harus kita percayai untuk mengawasi mutu dan keamanan pangan di negeri ini,” tambahnya.

Willy mengaku heran pada upaya asosiasi yang selalu mengaitkan wacana pelabelan BPA dengan isu sampah plastik. Padahal menurutnya, jika aturan pelabelan BPA pada galon guna ulang terbit, sampah plastik tidak sekonyong-konyong bertambah banyak.

"Persoalan polusi sampah plastik AMDK yang menjadi keprihatinan nasional berlatar banyak hal, termasuk tingginya produksi kemasan ukuran gelas yang notabene lebih mudah tercecer dan mengotori lingkungan," kata Willy.

Aturan pelabelan BPA itu sama sekali tidak akan melarang penggunaan galon guna ulang, tapi hanya melabelinya agar konsumen mendapat informasi menyeluruh.

“Informasi yang benar dan pasti tentang suatu produk merupakan hak konsumen yang dijamin dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jadi jangan ditutupi atau dikurangi,” tutup Willy.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas