Soal Usulan Penundaan Pemilu, Ahli HTN Ingatkan Jangan Sampai Terjadi Abuse Constitutionalism
Tanggapan pakar hukum tata negara soal usulan penundaan pemilu, ingatkan jangan sampai terjadi abuse constitutionalism.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Usulan penundaan pemilu 2024 menuai kontroversi di tengah masyarakat.
Sejumlah pimpinan partai politik bahkan mendukung usulan tersebut.
Di antaranya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar; Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto; hingga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan.
Usulan penundaan pemilu ini pun berkembang pada isu perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Begini Respons Cak Imin Dianggap Galau Karena Usul Tunda Pemilu Tapi Tetap Ingin Maju Capres
Terkait hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sunny Ummul Firdaus, menilai usulan penundaan pemilu jelas bertentangan dengan konstitusi alias UUD 1945.
Dia menjelaskan, konsititusi secara tegas menyatakan pemilu harus diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
Ditambah lagi, masa jabatan Presiden juga dibatasi dua kali periode.
"Pasal 22 E ayat 1 menyatakan pemiliha umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali."
"Pasal 7 sudah dinyatakan bahwa Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali sekali di masa jabatannya."
"Tidak ada satu aturan pun di dalam UUD 1945 tentang penundaan pemilu," jelas Sunny dalam program Kacamata Hukum Tribunnews, Senin (7/3/2022).
Baca juga: Mahfud MD: Istana Tak Pernah Bahas Penundaan Pemilu
Saat usulan penundaan pemilu ini benar-benar ingin diwujudkan, satu-satunya jalan bisa dilakukan, yakni merubah atau mengamandemen UUD 1945.
Sunny mengingatkan, amandemen UUD 1945 juga bukan perkara yang mudah dan sembarangan dilakukan.
Untuk merubahnya, harus ada alasan yang mencerminkan 4 pilar awal UUD 1945 dibuat.
Yakni, menjunjung tinggi demokrasi, pembatasan kekuasaan, konsep check and balance pemerintah hingga meminimalisir adanya tindakan korupsi.
Baca juga: HNW Ingatkan Jokowi untuk Tegas Menolak Penundaan Pemilu 2024
Jika melanggar, maka tidak dibenarkan untuk dilakukan amandemen.
"Negara kita sudah memilih demokrasi untuk dijunjung tinggi, kita sepakat untuk melaksanakan pembatasan kekuasaan, melimitasi adanya korupsi, adanya pelaksanaan konsep check and balances."
"Jangan sampai kita merubah konstitusi akan melanggar 4 pilar yang harusnya ada di konstitusi," tutur Sunny.
Untuk itu, Sunny menegaskan kembali pemilu harus tetap dilaksanakan dan sesuai konstitusi.
Baca juga: PROFIL 3 Ketua Umum Parpol yang Dukung Pemilu 2024 Ditunda: Ada Cak Imin hingga Zulkifli Hasan
Terlebih, setiap orang punya hak untuk memilih pemimpinnya yang telah dijamin secara hukum.
Dia mengingatkan, jangan sampai amandemen dilakukan hanya untuk hal-hal yang bertentangan dengan konstitusi.
"Pemilu salah satu pilar menyelenggarakan pemerintah yang demokratis, penyelenggaran pemilu harus sesuai konstitusi."
"Jangan sampai melakukan abuse constitutionalism, yaitu mengatasnamakan konstitusi untuk melakukan tindakan unconstitutional," tandasnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)
Baca berita lainnya soal masa jabatan Presiden