Kemenag Sebut Logo Halal Baru Tidak Jawa Sentris, Pengusaha Kuliner Nilai Bikin Bingung
Kepala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal Kementerian Agama RI Mastuki membantah kabar yang mengatakan bahwa label halal baru Jawa sentris
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama RI Mastuki membantah kabar yang mengatakan bahwa label halal baru Jawa sentris.
Dirinya mengatakan pemilihan bentuk gunungan dan batik lurik dalam label alal Indonesia bukan berarti Jawa sentris.
"Pemilihan label halal yang menggunakan media gunungan wayang dan batik lurik itu tidak benar kalau dikatakan jawa sentris," ujar Mastuki melalui keterangan tertulis, Senin (14/3/2022).
Baca juga: YLKI Soroti Logo Halal Baru, Warna Tidak Informatif hingga Terkesan Jawa Sentris
Mastuki mengatakan ada tiga penjelasan yang disampaikan oleh Kemenag terkait hal ini. Pertama, baik wayang maupun batik sudah menjadi warisan Indonesia yang diakui dunia. Keduanya ditetapkan Unesco sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya non bendawi (intangible heritage of humanity).
"Wayang ditetapkan pada 2003, sedang batik ditetapkan enam tahun kemudian, yaitu pada 2009,” ujar Mastuki.
“Karenanya, baik batik maupun wayang, keduanya adalah representasi budaya Indonesia yang bersumber dari tradisi, persilangan budaya, dan hasil peradaban yang berkembang di wilayah nusantara," tambah Mastuki.
Kedua, penetapan label halal Indonesia dilakukan melalui riset yang cukup lama dan melibatkan ahli. BPJPH tidak serta merta menetapkan label halal ini hanya pada satu pertimbangan, tapi banyak sekali pertimbangan.
Pertimbangan besarnya adalah bagaimana label yang akan menjadi brand untuk produk yang beredar di Indonesia maupun luar negeri dan bersertifikat halal itu memiliki makna, diferensiasi, konsistensi, dan distingsi (keberbedaan).
"Distingsi ini bukan asal berbeda, tapi keberbedaan yang menjadi ciri khas dari Indonesia, sekaligus
menghubungkan antara keindonesiaan dan keislaman. Keduanya sudah menyatu dalam peradaban kita beratus tahun, sehingga penggunaan elemen bentuk, elemen warna dari budaya yang berkembang di Indonesia sangat sah dan dapat dipertangungjawabkan," jelas Mastuki.
Menurutnya, ramuan dari berbagai elemen bentuk, corak, dan warna itulah yang menjadi dasar desain label halal. Dirinya mengklaim Kemenag melakukan studi elemen visual bentuk logo atau label yang digunakan dadan atau lembaga sertifikasi halal seluruh dunia.
Baca juga: LPPOM MUI Minta Pemerintah Buat Tahapan Perubahan Logo Halal
"Ada 12 opsi atau alternatif desain label halal yang disodorkan ke BPJPH dengan berbagai bentuk yang sangat kaya merepresentasikan kekayaan budaya Islam dan Indonesia," ujar Mastuki.
Ketiga, gunungan wayang tidak hanya digunakan di Jawa. Dalam sejumlah tradisi masyarakat yang lekat dengan wayang, juga menggunakan gunungan. Misalnya, wayang Bali dan wayang Sasak.
"Wayang Golek yang berkembang di Sunda juga menggunakan gunungan," pungkas
Mastuki.
Seperti diketahui, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menetapkan label halal yang berlaku secara nasional. Penetapan label halal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.
Surat Keputusan ditetapkan di Jakarta pada 10 Februari 2022, ditandatangani oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, dan berlaku efektif terhitung sejak 1 Maret 2022.
"Melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 37 Undang- undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka BPJPH menetapkan label halal dalam bentuk logo sebagaimana yang secara resmi kita cantumkan dalam Keputusan Kepala BPJPH," ujar Aqil Irham.
Penetapan ini juga bagian dari pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang JPH. Label Halal Indonesia secara filosofi mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesiaan.
Baca juga: Fraksi PKS: Penggantian Logo Halal Bukan Hal yang Prioritas
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti logo halal yang baru dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag).
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, logo halal yang baru versi Kemenag, terkesan Jawa sentris karena mencerminkan gunungan wayang dan baju khas Jawa (surjan).
Selain itu, kata Tulus, logo maupun warnanya tidak informatif bagi konsumen, di mana
selama ini logonya berwarna hijau dan di ranah internasional juga mayoritas warnanya
hijau.
"Jangan terlalu memaksakan dengan ilustrasi tertentu. Terkesan ada intervensi dari kekuasaan," ujar Tulus.
Tulus menyarankan, sebaiknya logo tetap mencerminkan unsur nuansa Islami, tidak harus tulisan Arab atau syahadat.
"Di Brunei warnanya juga bukan hijau, tapi ada logo Kubah Masjid. Jadi ada aspek yang bernuansa Islami," ujarnya.
"Logo halal yang baru tidak mencerminkan itu, terlalu ekstrim perubahan dengan logo halal. Setidaknya warnanya hijau, mayoritas di ranah global jug hijau," sambung Tulus.
Baca juga: Label Halal Baru Jawasentris? Ini Jawaban BPJPH Kementerian Agama
Bikin Bingung
Founder dan CEO Halal Corner, Aisha Maharani mengatakan, peralihan dari MUI ke BPJPH tentu memakan waktu yang tidak sebentar bagi pelaku usaha untuk membiasakan dengan alur baru.
Apalagi, teknis penyelenggaraan juga belum sempurna, di mana integrasi sistem online antara BPJPH dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) juga masih diproses.
"Belum selesai masalah ini, ada regulasi-regulasi baru yang cukup membuat bingung
dan pusing pelaku usaha," ujar Aisha.
Menurutnya, seharusnya pemerintah fokus pada satu masalah dulu sebelum membuka regulasi baru, lagi juga alur yang semula sudah bagus cukup dan diperkuat saja dengan undang-undang, jangan dipecah-pecah sehingga membuat industri halal jadi tidak karuan.
"Penerapan label halal baru terlalu terburu buru. Tidak memperhatikan umat Islam
Indonesia yang sudah terikat dengan logo halal hijau," tuturnya.
Ia menyebut, jika ingin menghilangkan MUI dari publik oleh negara, maka Kemenag tidak bisa terlalu dramatis seperti sekarang.
Baca juga: Begini Respons Pengusaha di Medan Terkait Logo Halal yang Baru
"99 persen muslim Indonesia lebih percaya logo halal MUI daripada logo halal terbaru selain melihat jejak sejarah institusi Kementerian Agama selama ini," ujarnya.
Asosiasi Pengusaha Kuliner Indonesia (Apkulindo) berharap Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) tidak mengubah label halal secara drastis karena selama ini sudah dikenal masyarakat.
Sekretaris Jenderal Apkulindo Masbukhin Pradhana mengatakan, label halal yang baru dikeluarkan BPJPH saat ini memang menimbulkan polemik di anggota Apkulindo.
"Polemik tentang lafadz kaligrafi Arab tulisan halal, ada yg setuju tapi banyak yang tidak
setuju," kata Masbukhin.
Menurut Masbukhin, logo halal lama terdapat lafadz Arab dan ditambah tulisan Arab Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Usul saya nama MUI saja yang dihilangkan, lafadz tulisan halalnya tetap. Biar mudah mengingat sama dengan sebelumnya, dan banyak juga berlaku di negara lain," paparnya.
"Lagi juga tidak semua orang mudah memahami tulisan kaligrafi Arab. Di sisi lain ada
juga yang menganggap logo baru modern dan dinamis," sambung Masbukhin.
Terkait peralihan sertifikasi halal dari MUI ke BPJPH, Masbhukin berharap dapat lebih baik dari sebelumnya dan berbiaya murah.
"Buat UMKM harapannya bisa dibuat semurah mungkin dan alangkah baiknya dari Pemda bisa membantu sosialisasi dan mensubsidi. Jadi kalau proses lebih cepat, pasti kalangan dunia usaha pasti senang," tuturnya.
Terpisah, Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati mengatakan pihaknya masih terus melakukan tugasnya sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Menurutnya, kehadiran logo halal baru tidak terkait dengan tugas LPPOM MUI sebagai LPH.
"Masih terus berjalan karena logo halal baru tidak terkait dengan proses pemeriksaan,"
tutur Muti.
Pelaku usaha masih bisa melakukan pemeriksaan kehalalan sebuah produk kepada LPPOM MUI. Muti menjelaskan selama ini LPPOM MUI bertugas sebagai LPH.
Sehingga proses pengujian kehalalan tetap dapat dilakukan oleh LPPOM MUI.
"LPPOM MUI yang saat ini berperan sebagai LPH tetap melaksanakan tugas pemeriksaan atau pengujian," tutur Muti. (Tribun Network/fah/sen/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.