KPK Duga Eks Bupati Buru Selatan Atur Proyek Berujung Syarat Pemberian Fee
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan pengaturan proyek yang dilakukan mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan pengaturan proyek yang dilakukan mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS).
Pengaturan proyek tersebut berujung pada pemberian fee berupa uang kepada tersangka Tagop.
Hal tersebut didalami tim penyidik KPK lewat saksi Direktur Utama PT Beringin, Dua Muslim Tomagola alias Randi dan Direktur PT Beringin Dua, Andrias Intan alias Kim Fui.
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain mengenai pengerjaan proyek di Pemkab Buru Selatan yang diduga diatur sedemikian rupa oleh tersangka TSS dengan adanya syarat pemberian fee berupa uang," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (15/3/2022).
KPK menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, dan TPPU terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011-2016.
Sebagai penerima suap, yaitu Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta; sedangkan sebagai pemberi suap, yakni Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop, yang saat itu menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021, diduga telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan sejak awal menjabat.
Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono Jadi Tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang
Atensi dan intervensi Tagop tersebut antara lain mengundang secara khusus kepala dinas dan kepala bidang Bina Marga untuk mengetahui daftar serta nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Kemudian, Tagop juga merekomendasikan dan menentukan secara sepihak terkait rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.
KPK menduga dalam menentukan rekanan tersebut, Tagop meminta sejumlah uang sebagai bentuk fee bernilai 7-10 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Khusus untuk proyek yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK), besaran fee-nya antara 7-10 persen ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.
Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Togop diduga menggunakan orang kepercayaannya, Johny, untuk menerima sejumlah uang dengan menggunakan rekening bank milik Johny. Selanjutnya, uang itu kemudian ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
KPK menduga sebagian dari nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar Rp10 miliar diberikan oleh Ivana, karena telah dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.