Menteri PPPA: Hentikan Eksploitasi Joki Anak di Bima
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga menyesalkan penggunaan joki anak membahayakan keselamatan jiwa.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang joki anak usia 6 tahun meninggal dunia di Bima, Nusa Tenggara Barat setelah terjatuh dari punggung kuda yang ditungganginya saat latihan pada Rabu (9/3/2022).
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga menyesalkan penggunaan joki anak dalam kegiatan yang sangat membahayakan keselamatan jiwa.
“Saya berharap penggunaan joki anak di arena pacuan kuda dapat segera dihentikan karena ini adalah bentuk eksploitasi terhadap anak. Saya mendorong Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kota Bima, pemilik kuda, pelatih, masyarakat sekitar dan orang tua joki cilik mencegah terjadinya eksploitasi pekerja anak dalam tradisi pacuan kuda," ujar Bintang melalui keterangan tertulis, Senin (14/03/2022).
Korban melakukan latihan di arena pacuan kuda tradisional di Desa Panda, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Korban mengalami luka parah di bagian kepala, akibat terjatuh dari punggung kuda yang ditungganginya.
Penggunaan joki anak usia 6 sampai 18 tahun di Bima, kata Bintang, sudah menjadi tradisi.
Berat badan joki anak jauh lebih ringan daripada berat badan joki dewasa sehingga mengurangi berat beban yang dibawa kuda pacuan dan membuat kuda pacuan berlari semakin cepat.
Joki anak berpacu tanpa menggunakan pelana sehingga, menurut Bintang, dapat membahayakan keselamatan anak.
Baca juga: Pacuan Kuda A.E Kawilarang Guncang Pangandaran
"Permasalahan yang telah disebutkan tersebut bukan hanya tentang masalah tradisi, tapi juga berkenaan dengan isi dari pasal 32 di dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang menyebutkan bahwa anak harus dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan seksual serta semua bentuk pekerjaan yang membahayakan atau yang mempengaruhi Pendidikan atau berdampak buruk terhadap perkembangan kesehatan anak baik fisik, mental, spiritual, moral maupun sosial," jelas Bintang.
Selain unsur Pemerintah, Menteri PPPA mendorong perlu agar LSM perlindungan anak, Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI), tokoh agama, budayawan, dan akademisi untuk dapat mengedukasi masyarakat tentang aspek perlindungan anak.
Serta instrumen kebijakan hukum terkait perlindungan anak, bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, kaitan dengan eksploitasi ekonomi pada anak, serta pemetaan masalah eksploitasi anak pada pengembangan minat dan bakat anak.
Bintang menilai perlu disusun Perda terkait Keselamatan Penyelenggaraan pacuan kuda yang tidak melibatkan anak.
Menurutnya, perlu pengaturan tentang perizinan, standar, prosedur, dan sanksi bagi yang melanggar, untuk mencegah kasus serupa terjadi.
Selain itu, perlu Moratorium (Penghentian Sementara) dengan Instruksi Gubernur penyelenggaraan Pacuan Kuda, yang memastikan tidak melibatkan usia anak sampai dengan 18 tahun, sebagai Joki.
Baca juga: Bukan AHY, Erick Thohir Berpeluang Jadi Kuda Hitam dalam Pilpres 2024
“Kemen PPPA melalui Dinas PPPA Kabupaten Bima telah melakukan koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Bima terkait peristiwa dimaksud dan telah dilakukan penjangkauan kepada keluarga korban," kata Bintang.
KemenPPPA juga mendorong agar Aparat Penegak Hukum (APH) dapat menerapkan hukuman sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaku yang menempatkan, atau membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi pada pacuan kuda yang melibatkan anak dapat dijerat dengan Pasal 76 I jo Pasal 88, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 (sepuluh belas) tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.