Soal Kerangkeng Manusia, LPSK Ungkap Sosok Anak Bupati Langkat yang Disebut Punya Senjata Api
LPSK mengungkap fakta baru terkait keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkap fakta baru terkait keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, dari hasil koordinasi, investigasi, dan penelahaan selama rentang waktu 27 Januari hingga 5 Maret 2022 itu, LPSK menemukan sejumlah data dan fakta.
Salah satunya soal keterlibatan anak Terbit Rencana Peranginangin yakni Dewa Peranginangin (DW) yang turut melakukan kekerasan terhadap penghuni kerangkeng manusia tersebut.
Dari fakta yang didapati LPSK, ternyata DW merupakan Ketua Satuan Pelajar dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila yang hingga kini masih aktif menjabat.
"DW anak (dari TRP, red) Ketua Satuan Pelajar dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila Kabupaten Langkat sejak tahun 2017-2022, Bendahara SAPMA PP Sumut," kata Edwin dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com, Rabu (16/3/2022).
Baca juga: KPK Dalami Pengerjaan Proyek di Pemkab Langkat Berujung Aliran Fee untuk Terbit dari Kontraktor
Tak hanya itu, berdasarkan hasil temuan dan investigasi yang dilakukan, LPSK juga mendapati informasi kalau DW memiliki senjata api.
Adapun, pembuktian itu kata Edwin, didapati saat DW melakukan penyiksaan kepada anak kereng yang tinggal di dalam kerangkeng.
"Terdapat informasi, DW memilik senjata api mirip jenis FN. Hal ini terlihat pada saat melakukan penyiksaan di Kereng dan pada saat berselisih di jalan dengan pengemudi angkutan, " ucap Edwin.
DW pun patut diduga melakukan tindak kekerasan terhadap penghuni kerangkeng.
"Apa yang diduga dilakukan TRP dibantu anggota keluarga (anak TRP)," kata Edwin.
Baca juga: Polda Sumut Ungkap Sudah Ada Calon Tersangka Kasus Penyiksaan di Kerangkeng Bupati Langkat
Adapun tindakan kekerasan yang dilakukan oleh keluarga atau 'Dinasty TRP' yakni dengan melakukan kejahatan fisik terhadap penghuni kerangkeng.
Hal itu di antaranya dengan melakukan tindak pemukulan, ditendang, hingga kepala diinjak.
"Mereka dipukul menggunakan selang, kunci inggris, batu dan balok, ditetesi plastik yang sudah dibakar, disundut rokok, disetrum, dan jempol kaki dipukul dengan palu," kata Edwin.
Bahkan kata Edwin, tidak sedikit para anak kereng (sebutan korban yang tinggal di kerangkeng) mengalami cacat fisik karena tindakan kekerasan itu.
Beberapa di antaranya, mengalami kuku jari terbelah karena dipukul hingga jari tangannya terputus.
"Banyak korban yang menderita cacat, seperti jari putus, luka bakar di tubuh, gigi tanggal, tulang rusuk hancur, kuku lepas, stres hingga mengalami gangguan jiwa hingga ada meregang nyawa," ucap Edwin.
Adapun lokasi penganiayaan yang dilakukan Dinasty TRP itu kata Edwin, terjadi di berbagai tempat dan lokasi.
"Lokasi penganiayaan di kerangkeng maupun di luar kerangkeng, seperti gudang cacing, perkebunan sawit, pabrik sawit, dan kolam," dia.
Terbit Raup Laba Hingga Ratusan Miliar
Selain itu, LPSK juga mengungkap adanya praktik perbudakan yang dilakukan Terbit Rencana kepada para anak kereng.
Edwin mengatakan dari hasil perbudakan itu Terbit Rencana Peranginangin disinyalir telah mendapatkan keuntung hingga lebih dari Rp177 miliar.
"Mengacu pernyataan Kapolda Sumut bila setidaknya ada 600 korban dalam 10 tahun terakhir yang dipekerjakan oleh TRP di bisnisnya tanpa digaji, maka TRP diuntungkan dengan tidak membayar penghasilan mereka sebesar Rp 177.552.000.000," kata Edwin.
Lebih lanjut, Edwin mengungkapkan, pihaknya menduga keras adanya praktik perbudakan dengan iming-iming rehabilitasi bagi pecandu narkotika dalam kasus kerangkeng manusia di Langkat ini.
Sebab kata Edwin, berdasarkan informasi yang didapati pihaknya saat melakukan investigasi itu, dominan yang dimasukkan ke dalam kerangkeng tersebut merupakan pecandu narkoba.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Tak Ada Usulan LPSK Soal Menkopolhukam Bentuk Tim Usut Kasus Kerangkeng di Langkat
"Telah terjadi praktik perbudakan dengan iming-iming rehabilitasi bagi pecandu narkotika," kata Edwin.
Bahkan ada konsekuensi yang akan dialami korban setelah masuk kerangkeng ini.
Di mana mereka yang sudah masuk, kata Edwin akan sangat sulit untuk pulang kembali ke rumah.
Terlebih, kata Edwin, Terbit Rencana Peranginangin membentuk tim pemburu yang bertugas untuk mencari dan menjemput paksa para korban yang kabur.
"Tim pemburu terdiri dari anak buah TRP dan anak buah Dewa (anak TRP) serta oknum aparat. Dalam praktiknya, tim pemburu juga mengancam keluarga dari korban yang kabur untuk menggantikan posisi dalam kerangkeng," ucap Edwin.