Soal Kisruh Minyak Goreng, Mendag Lutfi: Kesalahan Utama Saya Tidak Bisa Prediksi Perang
Menteri Perdagangan (Mendag) M Lutfi angkat bicara terkait masalah kenaikan harga minyak goreng di Indonesia.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM -Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menggelar rapat dengan Kementrian Perdagangan (Kemendag) terkait kisruh minyak goreng.
Selain itu, rapat juga akan membahas mengenai ketersediaan berbagai komoditas jelang bulan Ramadan.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan tingginya harga minyak goreng imbas dari invasi Rusia ke Ukraina.
"Bahwa kesalahan utama yang saya tanggung ini adalah saya tidak bisa memprediksi perang," kata Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR yang ditayangkan di kanal YouTube KompasTV, Kamis (17/3/2022).
Baca juga: Harga Minyak Goreng di Pasar Besar Kota Malang Tembus Rp 25 Ribu per Liter
Baca juga: Harga Minyak Goreng Dilepas, Mendag Cabut Peraturan DMO Minyak Sawit
Pasalnya Rusia dan Ukraina adalah negara penghasil minyak dari bunga matahari atau sunflower.
Akibat invasi tersebut, Rusia dan Ukraina tidak bisa memproduksi minyak dari bunga matahari.
Sementara itu pengganti dari minyak sunflower atau bunga matahari adalah minyak CPO atau kelapa sawit.
Adanya peralihan ini menyebabkan harga minyak CPO menjadi naik dan otomatis berdampak pada harga minyak goreng.
"Penggantinya adalah minyak CPO, menyebabkan harga CPO melonjak dari Rp 16.000 menjadi Rp 21.000," terang Lutfi.
"Nah ini yang tida bisa kita prediksi untuk mengundang orang berbuat serakah dan jahat yang diorganisir oleh para mafia minyak goreng,"
Harga Minyak Goreng Dilepas, Mendag Cabut Peraturan DMO Minyak Sawit
Diwartakan Tribunnews.com, Mendag Lutfi menyatakan telah menghentikan kewajiban domestic market obligation (DMO) minyak sawit dan turunannya.
Hal ini menysul dicabutnya harga eceren tertinggi (HET) minyak goreng kemasan.
"DMO dicabut, saat ini Permendagnya sedang diharmonisasi, akan diundangkan hari ini," kata Lutfi.
Menurutnya, dicabutnya kewajiban DMO 30 persen dari volume ekspor, maka kegiatan ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya tidak perlu lagi meminta izin ke Kementerian Perdagangan.
"Tidak ada lagi persetujuan ekspor, sekarang begitu ekspor langsung bayar pajak ekspornya 678 dolar AS," ucapnya.
Baca juga: Truk Polisi Bantu Distribusikan Minyak Goreng di Kediri Jatim
Baca juga: MAKI Lapor ke Kejaksaan, Temukan Minyak Goreng yang Disulap Jadi Sayuran untuk Diekspor
Setelah mencabut kewajiban DMO, pemerintah menaikan pungutan ekspor untuk minyak sawit dan turunannya.
Dalam hal ini ia mengatakan kenaikan pungutan ekspor Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Pungutan ekspor BPDPKS tadinya flat, yaitu setiap kenaikan 50 dolar AS akan dipajak 20dolar AS,"
" Sekarang kalau kita lihat harga hari ini, maka iuran BPDPKS dan bea keluar dari 375 dolar AS menjadi 675 dolar AS," kata Lutfi.
Lebih lanjut Lutfi mengatakan semua tergantung mekanisme pasar.
"Akan ada keekonomian dimana akan lebih untung jual di dalam negeri dari pada ekspor,"
"Ini mekanisme pasar mudah-mudahan stabilkan pasokan ke pasar," sambungnya.
(Tribunnews.com/Milani Resti/ Seno Tri S)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.