BPP PISPI Minta Pemerintah Segera Tuntaskan Kelangkaan dan Kenaikan Harga Bahan Pangan
akses terhadap pangan merupakan hak dasar rakyat yang mesti dijamin ketersediaannya oleh negara.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengurus Pusat Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (BPP PISPI) menggarisbawahi soal akses terhadap pangan merupakan hak dasar rakyat yang mesti dijamin ketersediaannya oleh negara.
Koordinator Presidium BPP PISPI Dr. Ir. Agus Ambo Djiwa meminta pemerintah segera menuntaskan kelangkaan dan atau kenaikan harga bahan pangan seperti minyak goreng, Kedelai, daging, gula dan bahan pangan pokok masyarakat lainnya yang terjadi akhir-akhir ini.
Baca juga: Menko Airlangga Minta Mafia Minyak Goreng Segera Ditangkap
Rekomendasi itu dikeluarkan PISPI setelah mencermati dan memperhatikan kondisi kehidupan masyarakat akhir-akhir ini yang terjadi kelangkaan dan kesulitan mengakses pangan.
Serta berdasarkan Hasil Keputusan Musyawarah Kerja Nasional I Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia pada tanggal, 12 - 13 Maret 2022 di Bogor, Jawa Barat (PISPI).
"Kenaikan harga diiringi dengan kelangkaan stok akan membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok terlebih menjelang datangnya bulan suci ramadhan," ujar Agus Ambo Djiwa kepada pers, Jumat (18/3/2022).
Baca juga: Menko Airlangga Salurkan Langsung BT-PKLWN di Sleman dan Apresiasi Penyaluran yang Tepat Sasaran
Khusus untuk kelangkaan minyak goreng yang telah menjadi “gorengan” banyak pihak, Agus Ambo Djiwa meminta pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas mengintervensi dan melakukan stabilisasi agar tak berlarut-larut persoalannya.
"Ironis jika negara penghasil CPO dan minyak goreng berbahan baku sawit terbesar di dunia namun rakyat kesulitan mendapatkannya," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa struktur pasar minyak goreng yang bersifat oligopoli, dikuasai oleh hanya segelintir pemain yang menguasai dari hulu sampai hilir, mulai dari perkebunan, sarana produksi, pabrik kelapa sawit, pabrik minyak goreng, saluran distribusi sampai super market retailnya tergabung dalam kelompok bisnis yang sama.
Menurut dia, potret ini mestinya memudahkan pemerintah melakukan intervensi untuk stabilisasi. Pemerintah mesti tegas jika sudah menyangkut hajat hidup rakyat agar tak ada tafsir liar dalam menilai antara relasi bisnis dan kekuasaan.
"Meminta Komite Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia ( KPPU RI) untuk segera melakukan Investigasi terhadap Tataniaga Komoditi Pangan secara komprehensif," katanya.
Ditegaskan bahwa PISPI memberikan catatan khusus kepada Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian yang bertanggung jawab pada peningkatan produksi serta ketersediaan komoditi-komoditi pangan yang kini terjadi kelangkaan di masyarakat, termasuk Menko Perekonomian yang memiliki tupoksi mengorkestrasi kementrian terkait agar lebih meningkatkan kinerjanya.
"Mengajak semua pihak untuk tidak mengatasnamakan petani, sektor pertanian, dan kehidupan perdesaan menjadi argumentasi politik untuk menjustifikasi alasannya mendukung atau menunda pemilu 2024," kata Agus Ambo Djiwa.
Menurut dia, BPP PISPI juga meminta agar Badan Pangan Nasional yang telah terbentuk segera melakukan percepatan konsolidasi untuk mengambil langkah-langkah nyata mengatasi persoalan pangan yang terjadi.
"PISPI akan selalu siap membangun kolaborasi dan sinergi sebagai organisasi yang beriringan baik secara ilmiah, opini, maupun aksi nyata untuk mendukung pemerintah dan semua pihak yang memiliki niat yang sama membangun pertanian, pedesaan, ketahanan pangan dan mewujudkan kesejahteraan petani," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal BPP PISPI Kamhar Lakumani menyangkan pencabutan kebijakan penetapan harga minyak goreng oleh pemerintah.
"Terbaca bahwa negara tunduk tak berdaya pada kehendak oligopolis minyak goreng atau terbaca sebagai bentuk perselingkuhan antara kekuasaan dan bisnis yang membuat masyarakat tak berdaya menerima harga tinggi yang seolah-olah pemerintah telah berusaha mengendalikan namun tak berdaya," ujarnya.
Kamhar mengatakan hal itu menjadi ironi bagi negara yang memiliki kebun kelapa sawit terbesar di dunia dan penghasil CPO nomor satu di dunia.
"Jika keadaan yang pertama yang terjadi maka Presiden mesti menindak tegas Menteri Perdagangan yang tak mampu menertibkan. Beras yang masih impor bisa ditertibkan tapi minyak goreng yang merupakan komoditi ekspor tak bisa ditertibkan. Mendag pantas untuk dievaluasi," ujar Kamhar.
Sementara jika keadaan kedua yang terjadi, menurut Kamhar, ini jauh lebih berbahaya sebab jika perselingkuhan antara pebisnis dan penguasa yang terjadi maka korbannya pasti rakyat.
"Rakyat yang akan terluka dan tersiksa," ujarnya.
Untuk diketahui, PISPI adalah wadah berhimpun para Sarjana (S1, S2, dan S3) dalam rumpun ilmu pertanian (Fakultas Pertanian, Kehutanan, Peternakan, Perkebunan, Perikanan, Teknologi Pertanian, dan Kedokteran Hewan) yang didirikan pada tanggal 23 Oktober 2010.