Sejarah Peristiwa Bandung Lautan Api, Simak Kronologi Lengkapnya
Peristiwa bersejarah Bandung Lautan Api merupakan momen tak terlupakan bagi bangsa Indonesia.
Penulis: Oktaviani Wahyu Widayanti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Peristiwa bersejarah Bandung Lautan Api merupakan momen tak terlupakan bagi bangsa Indonesia.
Peristiwa Bandung Lautan Api ini terjadi setelah Indonesia telah meraih kemerdekaannya.
Peristiwa Bandung Lautan Api merupakan kondisi di mana keamanan dan pertahanan Indonesia masih belum benar-benar stabil.
Dikutip dari kemendikbud.go.id, kondisi di berbagai daerah Indonesia pada saat itu masih didominasi oleh perebutan kekuasaan serta pertempuran.
Pertempuran yang terjadi dan yang paling menghebohkan ialah pertempuran Bandung Lautan Api.
Baca juga: Sejarah Supersemar, Peristiwa Penyerahan Mandat Kekuasaan Soekarno ke Soeharto
Kronologi Peristiwa Bandung Lautan Api
Kejadian peristiwa pertempuran Bandung Lautan Api diawali dengan datangnya pasukan sekutu di bawah Brigade MacDonald pada 12 Oktober 1945.
Sejak awal, hubungan antara pemerintah RI setempat memang sudah memanas.
Sekutu meminta seluruh senjata api yang dimiliki penduduk, kecuali milik Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Polisi diserahkan kepada Sekutu.
Kondisi Bandung semakin memanas saat orang-orang Belanda yang baru saja bebas dari kamp tahanan mulai melakukan tindakan yang mengacaukan keamanan.
Hal tersebut membuat bentrokan antara tentara Sekutu dengan TKR tidak dapat dihindari.
Kemudian pada malam tanggal 24 November 1945, TKR dan badan–badan perjuangan lainnya melancarkan serangan terhadap markas–markas Sekutu di Bandung bagian utara, termasuk Hotel Homan dan Hotel Preanger yang menjadi markas besar Sekutu.
Baca juga: Tema Hari Meteorologi Sedunia ke-72 pada 23 Maret 2022 Dilengkapi Sejarahnya
Baca juga: Hari Air Sedunia 22 Maret 2022, Simak Sejarah dan Link Twibbon Berikut
Setelah tiga hari terjadinya penyerangan markas Sekutu, MacDonald menyampaikan ultimatumnya kepada Gubernur Jawa Barat agar segera mengosongkan wilayah Bandung Utara oleh seluruh warga Indonesia termasuk pasukan bersenjata.
Ultimatum itu harus dilaksanakan selambat–lambatnya pukul 12.00 tanggal 29 November 1945.
Karena adanya ultimatum tersebut, Sekutu membagi kota Bandung Utara menjadi wilayah kekuasaan mereka sedangkan Bandung Selatan kekuasaan pemerintah Republik Indonesia.
Selanjutnya ultimatum tersebut dijawab pasukan Indonesia dengan mendirikan pos–pos gerilya di berbagai tempat.
Kemudian bulan Desember terjadi beberapa pertempuran di berbagai tempat antara lain, Cihaurgeulis, Sukajadi, Pasir Kaliki dan Viaduct.
Pihak sekutu berusaha merebut Balai Besar Kereta Api namun usaha tersebut gagal.
Sekutu juga berusaha untuk membebaskan interniran Belanda di Ciater, Sekutu terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Indonesia di wilayah Lengkong Besar.
Setelah itu pada saat memasuki awal tahun 1946, pertempuran semakin berkobar secara sporadis.
Pertempuran berlangsung, banyak serdadu India yang merupakan bagian dari pasukan Sekutu melakukan desersi dan bergabung dengan pasukan Indonesia.
Satu diantara serdadu India yang membelot di antaranya adalah Kapten Mirza dan pasukannya saat terjadi pertempuran di jalan Fokker (sekarang jalan Garuda) pada pertengahan Maret 1946.
Tidak lama setelah itu, pihak Sekutu menghubungi Panglima Divisi III Jenderal A.H Nasution meminta agar pasukan India tersebut diserahkan kembali kepada Sekutu.
Namun Nasution menolaknya, bukan hanya untuk mengembalikan pasukan India semata, tetapi juga untuk mengadakan pertemuan dengan pihak Sekutu.
Serangan sporadis dari pasukan Indonesia dan kegagalan mencari penyelesaian di tingkat daerah menyebabkan posisi Sekutu semakin terdesak.
Sekutu pun akhirnya melakukan pendekatan terhadap pihak petinggi pemerintahan Republik Indonesia.
Tepat pada tanggal 23 Maret 1946, mereka menyampaikan ultimatum kepada Perdana Menteri Syahrir agar selambat – lambatnya pada pukul 24.00 tanggal 24 Maret 1946 pasukan Indonesia sudah meninggalkan Bandung Selatan sejauh 10 sampai 11 kilometer dari pusat kota.
Syahrir pun menanggapi ultimatum tersebut, dengan menugasi Syafruddin Prawiranegara dan Jenderal Mayor Didi Kartasasmita hadir ke Bandung.
Jenderal Mayor Nasution maupun aparat pemerintah menolak Ultimatum karena dianggap sangat mustahil jika harus memindahkan ribuan pasukan dalam waktu singkat.
Mereka pun akhirnya menemui Mayor Jenderal Hawthorn meminta agar batas Ultimatum diperpanjang.
Pihak Sekutu terus menyebarkan pamflet berisi tentang berita Ultimatum tersebut.
Tiba pada saat sore harinya tanggal 23 Maret 1946, Nasution ikut ke Jakarta bersama Syafruddin dan Didi Kartasasmita untuk menemui Perdana Menteri Syahrir.
Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-24, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi
Baca juga: Presidensi G20 Indonesia Jadi Momentum Dorong Kolaborasi Global Berkelanjutan
Akhirnya mereka membuat alasan untuk menyelamatkan Tentara Republik Indonesia (TRI) dari kehancuran.
Pihak Syahrir mendesak Nasution agar memenuhi Ultimatum tersebut.
Syahrir pun berpendapat bahwa TRI belum mampu menandingi kekuatan pasukan Sekutu.
Keesokannya, Nasution kembali ke Bandung untuk sekali lagi dan melakukan negosiasi terkait penundaan pelaksanaan Ultimatum.
Tetapi, tentara Sekutu tetap pada pendiriannya menolak penundaan Ultimatum.
Namun sebaliknya, Nasution juga menolak tawaran Sekutu yang hendak meminjamkan seratus truk untuk membawa pasukan Indonesia ke luar kota.
Pertemuan yang diadakan Nasution dengan para Komandan TRI para pemimpin laskar dan aparat pemerintahan akhirnya mencapai kesepakatan untuk membumihanguskan Bandung sebelum kota itu ditinggalkan.
Mereka berencana untuk membumihanguskan wilayah itu pada tanggal 24 Maret pukul 00.00.
Tetapi ternyata peristiwa tersebut dilaksanakan lebih awal yakni pukul 21.00.
Gedung pertama yang diledakkan ialah Bank Rakyat.
Kemudian disusul dengan pembakaran tempat seperti Banceuy, Cicadas, Braga dan Tegalega.
Dan anggota TRI membakar sendiri asrama – asrama mereka.
Pada malam tanggal 24 Maret 1946 bukan hanya pasukan bersenjata yang meninggalkan kota Bandung, tetapi seketika kota itu pun terbakar dan menjadi seperti lautan api.
Maka dari itu peristiwa bersejarah di Kota Bandung tersebut disebut sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.
(Tribunnews.com/Oktavia WW)
Berita lain terkait Bandung Lautan Api