Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gugat UU Pemilu ke MK, Ini yang Dipersoalkan Partai Gelora

Anis Matta dkk menggugat Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu terhadap Pasal 6a UUD 1945.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Gugat UU Pemilu ke MK, Ini yang Dipersoalkan Partai Gelora
Istimewa
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), agenda pemeriksaan pendahuluan perkara nomor 35/PUU-XX/2022, yang dimohonkan oleh Partai Gelora. dalam hal ini Anis Matta, Mahfuz Sidik, dan Fahri Hamzah.

Anis Matta dkk menggugat Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu terhadap Pasal 6a UUD 1945.

Mereka menyoal pelaksanaan pemilihan legislatif yang digabung dengan pemilihan presiden dan wakil presiden.

"Sebagai partai politik baru yang akan mengikuti pemilihan umum tahun 2024, Pemohon dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 167 ayat (3)," kata kuasa hukum Pemohon di persidangan, Kamis (24/3/2022).

Baca juga: Menkominfo Usulkan Pemilu 2024 dengan Sistem E-Voting, KPU: Belum Jadi Prioritas

Kerugian konstitusional Partai Gelora yang dimaksud yakni, meskipun Partai Gelora telah dinyatakan sebagai partai politik peserta Pemilu 2024, tapi tak dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presiden jika pemilu tetap dilaksanakan secara serentak.

Namun jika pelaksanaan Pemilu 2024 dilakukan terpisah dengan mendahulukan pemilihan legislatif sebelum pemilihan presiden, maka kerugian konstitusional tak akan terjadi.

Berita Rekomendasi

"Bahwa dengan demikian Pemohon berkeyakinan memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) tentang Pemilihan Umum," ungkapnya.

Selain itu, menurut Pemohon pelaksanaan pemilu serentak menurunkan fungsi kenegaraan DPR. Fungsi DPR hasil pemilu serentak jadi lebih tumpul, kontrol menurun drastis, dan kinerja legislasi tidak aspiratif.

Melemahnya fungsi kenegaraan DPR hasil pemilu serentak disebabkan lantaran pemilih lebih fokus pada pemilihan presiden. Hal itu bisa dilihat pada perbandingan suara tidak sah dalam pelaksanaan Pemilu 2019 yaitu suara tidak sah untuk Pilpres mencapai 2,38 persen (3.754.905 suara).

Baca juga: Anggota Komisi II DPR Apresiasi Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2024

Sedangkan suara tidak sah untuk pemilihan anggota DPR mencapai 11,12 persen (29.710.175 suara) dan suara tidak sah untuk pemilihan anggota DPD mencapai 19,02 persen (17.503.393 suara).

"Lemahnya fungsi pengawasan akibat perhatian pemilih lebih fokus pada pemilihan presiden, karena diselenggarakan secara serentak dengan legislatif menyebabkan semakin menguatnya lembaga presiden dan lemahnya fungsi DPR sebagai pengawas pemerintah," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas