Anggota Komisi I DPR: Apa Yang Panglima TNI Putuskan Penegasan Dari UU dan Hukum Yang Berlaku
Dave juga menyebut, tidak ada penjabaran atau tidak ada pengaturan tentang keturunan daripada mereka yang terlibat dalam G30S/PKI.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dave Laksono menilai, kebijakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang memperbolehkan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) ikut seleksi prajurit TNI, merupakan penegasan dari Undang-undang dan hukum yang berlaku.
"Apa yang Panglima TNI putuskan itu adalah penegasan daripada undang-undang dan hukum yang berlaku sesuai dengan TAP MPRS yang lalu itu (No. 25 tahun 1966) adalah melarang segala macam paham-paham yang berkaitan dengan sosialisme ataupun juga leninisme, maxisme maupun juga komunisme," kata Dave melalui video yang dibagikannya, Kamis (31/3/2022).
Dave juga menyebut, tidak ada penjabaran atau tidak ada pengaturan tentang keturunan daripada mereka yang terlibat dalam G30S/PKI.
Terlebih, ia mengatakan bahwa saat ini generasi keterunan PKI sudah menginjak generasi ketiga atau bahkan keempat.
"Dan juga saat ini mereka sudah generasi ketiga atau bahkan generasi keempat daripada mereka yang telibat G30S," ucao Dave.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah untuk melakukan penelitian khusus dan mendalam kepada bukan hanya mereka yang dicurigai keturunan daripada orang terlibat G30S, tetapi juga masyarakat umum.
Terutama, dalam menyusuri asal usul, pandangan soal paham-paham yang dilarang hingga pandangan politik soal idologi yang dilarang di Tanah Air.
"Ketika mencoba mau mendaftar baik sebagai ASN maupun sebagai anggota TNI/Polri perlu ada penelitian khusus secara background mereka, pandangan-pandangan mereka, posisi-posisi politik mereka terhadap ideologi-ideologi yang dinyatakan terlarang," terang Dave.
Menurut Dave, seleksi pendaftaran prajurit TNI maupun aparatur negara lainnya tak hanya memperhatikan soal turunan PKI.
Namun, perlu juga dikembangkan dalam melihat paham-paham radikalisme yang berkembang di saat ini.
"Nah, juga ini bisa dikembangkan juga kepada paham-paham radikalisme yang bisa berkembang juga," ucap Dave.
"Ini merupakan tugas dan tanggungjawab pemerintah secara keseluruhan memastikan bahwa tidak ada aparatur pemerimtah di sipil ataupun militer dan kepolisian yang bisa terlibat ataupun terpapar paham-paham ya g dilarang oleh pemerintah," jelasnya.
Baca juga: Keturunan PKI Jadi Prajurit TNI: Beda Zamannya, Generasi Sekarang Lebih Kedepankan Aspirasi Pribadi
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menghapus syarat terkait anggota keturunan pelaku sejarah peristiwa 1965-1966 dari Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam rekrutmen prajurit TNI tahun anggaran 2022.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Koordinasi Penerimaan Prajurit TNI (Akademi, PA PK, Bintara, dan Tamtama) Tahun Anggaran 2022 yang disiarkan di kanal Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa, Rabu (30/3/2022).
Dalam tayangan tersebut awalnya Andika menerima paparan terkait tes mental ideologi dalam rekrutmen prajurit TNI.
Andika kemudian menyoroti satu poin dalam tes mental ideologi terkait keturunan pelaku peristiwa 1965-1966 dari PKI.
"Itu berarti gagal? Bentuknya apa itu? Dasar hukumnya apa?" tanya Andika.
Diketahui kemudian bahwa dasar hukum dari adanya ketentuan yang melarang keturunan pelaku peristiwa 1965-1966 dari PKI tersebut adalah TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 Tentang Pembubaran PKI.
Namun Andika tampak kurang puas setelah mendengar penjelasan lebih lanjut tentang kaitannya antara TAP MPRS XXV Tahun 1966 Tentang Pembubaran PKI dengan poin tes mental ideologi yang melarang keturunan pelaku peristiwa 1965-1966 dari PKI tersebut untuk masuk TNI.
Ketidakpuasan itu di antaranya tampak karena penjelasan mengenai isi TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 Tentang Pembubaran PKI tersebut tidak sesuai dengan sebagaimana seharusnya.
Andika mengatakan TAP tersebut menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan ajaran Komunisme, Leninisme, dan Marxisme sebagai ajaran terlarang.
"Keturunan ini melanggar TAP MPR apa? Dasar hukum apa yang dilanggar sama dia?" tanya Andika.
Andika pun kembali menegaskan kepada jajarannya untuk patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap larangan yang dibuat TNI, kata Andika, harus dipastikan memiliki dasar hukum.
"Jadi jangan kita mengada-ada. Saya orang yang patuh peraturan perundangan. Ingat ini. Kalau kita melarang, pastikan kita punya dasar hukum. Zaman saya tidak ada lagi, keturunan dari apa, tidak. Karena apa? Saya menggunakan dasar hukum," kata Andika.