Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

RUU TPKS Harus Dibahas Secara Mendalam dan Komprehensif, Jangan Terburu-buru

MPI berharap jelang pengesahan RUU TPKS, DPR bisa lebih komprehensif mendengar masukan dari kelompok masyarakat sipil.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
zoom-in RUU TPKS Harus Dibahas Secara Mendalam dan Komprehensif, Jangan Terburu-buru
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Massa yang tergabung dalam Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual melakukan aksi unjuk rasa didepan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/12/2021). Dalam aksinya mereka mendesak DPR RI mengesahkan rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasa Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU Inisiatif DPR RI pada sidang paripurna DPR pembukaan masa sidang 13 Januari 2022 sebagai bentuk perempuan Indonesia bebas dari kekerasan dan pelecehan seksual. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) di DPR terus berjalan.

Sejak awal pembahasan, dinamika mewarnai perumusan RUU yang diharapkan bisa menjadi payung hukum untuk melindungi seluruh masyarakat dari kekerasan seksual.

Aktivis Perempuan Mahardhika, Vivi Widyawati dari Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban (JPHPK) menyatakan, dari awal pembahasan, RUU ini memang sangat dinamis dan banyak mengalami capaian.

Walau masih ada beberapa yang diperjuangkan lagi, namun saat ini sudah terdapat 7 (8--red) bentuk kekerasan seksual yang sebelumnya hanya ada 5 bentuk kekerasan seksual.

"Yang dulu 5 pasal, sekarang sudah ada tambahan 2 pasal baru, yaitu pasal perbudakan seksual dan pemaksaan perkawinan, ini sebuah capaian yang progresif," kata Vivi dalam keterangannya, Selasa (5/4/2022).

Vivi berharap, setelah rapat Panja yang digelar Sabtu (2/4/2022), tim perumus bisa memperdalam pembahasan dan jangan terburu-buru.

Berita Rekomendasi

Info yang beredar, DPR menargetkan bahwa RUU ini akan disahkan oleh Presiden pada 21 April.

Titi Anggraini, Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI), turut mengapresiasi komitmen dan kerja keras DPR untuk menuntaskan RUU TPKS.

Titi melihat perkembangan positif berupa diakomodirnya substansi yang cukup progresif dan menunjukkan keberpihakan pada korban.

"Diperluasnya ruang lingkup kekerasan seksual dari semula 5 bentuk menjadi lebih lengkap cakupannya, dimasukannya korporasi sebagai pelaku, serta pengakuan terhadap pendamping korban secara eksplisir merupakan perkembangan positif dari dinamika pembahasan RUU TPKS," kata Titi.

Panitia kerja (Panja) RUU TPKS menyepakati delapan jenis kekerasan seksual.

Hal tersebut termaktub dalam Pasal 4 Ayat 1 RUU TPKS. Pasal 4 Ayat 1 berbunyi, "Tindak pidana kekerasan seksual terdiri atas pelecehan seksual nonfisik; pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; dan pemaksaan perkawinan; penyiksaan seksual; perbudakan seksual; dan pelecehan seksual berbasis elektronik".

MPI berharap jelang pengesahan, DPR bisa lebih komprehensif mendengar masukan dari kelompok masyarakat sipil terutama terkait dengan restitusi yang mestinya betul-betul bisa memberikan manfaat dan keadilan bagi para korban.

"Selain itu, janji untuk mensinkronisasi dengan pengaturan dalam RUU KUHP, khususnya menyangkut tindak pidana perkosaan, harus benar-benar dikawal agar tidak justru melemahkan substansi dan semangat yang dibawa oleh RUU TPKS ini," ujar Titi.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani, dalam acara audiensi dengan para aktivis yang mengawal RUU TPKS (12/01/2022) menyebut, dirinya menyadari banyak pihak mempertanyakan mengapa RUU TPKS tak kunjung disahkan.

Baca juga: KSBE dan Ekploitasi Seksual Dimasukkan ke RUU TPKS, Ini Rinciannya

Puan menekankan tak ada upaya-upaya penjegalan, tetapi RUU TPKS perlu melewati beragam mekanisme dan pertimbangkan untuk dapat diselesaikan.

Puan menambahkan RUU TPKS dibahas dengan landasan mekanisme yang ada.

"Saya kan yang juga ada di depan meminta supaya RUU TP KS ini bisa segera dibahas. Tapi ya saya juga tidak mau menerjang atau kemudian melompati mekanisme yang ada,"ucap Puan.

Legislator PDI Perjuangan ini juga menekankan produk hukum yang dihasilkan nanti harus maksimal mencegah dan memberikan perlindungan korban-korban kekerasan khususnya perempuan dan anak.

"Dan yang paling penting, ini bukan masalah harus cepat atau harus buru-buru tapi yang paling penting adalah yg bermanfaat untuk mencegah dan melindungi korban-korban kekerasan khususnya perempuan dan anak," kata Puan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas