KPK Telusuri Aliran Uang Suap Hakim Itong ke Beberapa Pihak
Pendalaman materi itu ditelusuri tim penyidik lewat pemeriksaan dua hakim, Dede Suryaman dan R. Moh. Fadjarisman.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaini Hidayat (IIH) mengalirkan uang ke beberapa pihak.
Namun, para pihak tersebut tidak diungkap lebih jauh identitasnya oleh KPK.
Pendalaman materi itu ditelusuri tim penyidik lewat pemeriksaan dua hakim, Dede Suryaman dan R. Moh. Fadjarisman.
Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di PN Surabaya, Jawa Timur dengan tersangka Itong dkk.
"Kedua saksi memenuhi panggilan tim penyidik dan kembali didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan aliran penerimaan uang oleh tersangka IIH dan juga dikonfirmasi lebih lanjut mengenai dugaan adanya aliran sejumlah uang dari tersangka IIH ke beberapa pihak terkait," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (14/4/2022).
Baca juga: Penyidik KPK Tambah Masa Penahanan Hakim Nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya Itong Isnaini Hidayat
KPK telah menetapkan Hakim nonaktif PN Surabaya Itong Isnaeni Hidayat (IIH) dan Panitera Pengganti pada PN Surabaya nonaktif Hamdan (HD) sebagai tersangka penerima dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Surabaya.
Sementara tersangka pemberi adalah pengacara dan kuasa dari PT Soyu Giri Primedika (SGP) Hendro Kasiono (HK).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Itong selaku hakim tunggal pada PN Surabaya menyidangkan salah satu perkara permohonan terkait pembubaran PT Soyu Giri Primedika.
Adapun yang menjadi pengacara dan mewakili PT SGP adalah Hendro di mana diduga ada kesepakatan antara Hendro dengan pihak perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim yang menangani perkara tersebut.
KPK menduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sejumlah sekitar Rp1,3 miliar dimulai dari tingkat putusan Pengadilan Negeri sampai tingkat putusan Mahkamah Agung.
Sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar itu, Hendro menemui Hamdan dan meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan Hendro.
Untuk memastikan proses persidangan perkaranya berjalan sesuai harapan, Hendro diduga berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan dengan menggunakan istilah "upeti" untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang.
KPK mengungkapkan setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamadan diduga selalu dilaporkan oleh Hamdan kepada Itong.
KPK menyebut putusan yang diinginkan oleh Hendro diantaranya agar PT Soyu Giri Primedika dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.
Hamdan lalu menyampaikan keinginan Hendro kepada Itong.
Itong pun menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang.
Pada 19 Januari 2022, uang lalu diserahkan oleh Hendro kepada Hamdan sejumlah Rp140 juta yang diperuntukkan bagi Itong.
KPK juga menduga Itong menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang beperkara di PN Surabaya dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.