Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Autokritik Puan untuk Kinerja Legislasi DPR

Jika sebagai aoukritik, maka Puan harus bisa memastikan pembuatan UU yang bermutu secara kualitas, prosedural, dan kuantitas.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
zoom-in Autokritik Puan untuk Kinerja Legislasi DPR
Dok. DPR RI
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Puan Maharani. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani meminta kepada para anggota DPR agar tolok ukur program legislasi yang dirumuskan DPR tidak berdasarkan dari banyaknya Undang-undang yang dihasilkan, tetapi dari kualitasnya.

Hal itu terus digaungkannya sejak dilantik pada Oktober 2019.

Menanggapi hal itu, Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengapresiasi pernyataan Puan.

"Tentu saja bagus prinsip itu. Itu yang diharapkan," ujar Ray kepada wartawan, Jumat (29/4/2022).

Baca juga: Peneliti BRIN: Proses Legislasi Harus Lebih banyak Libatkan Publik

Baca juga: Soal Kriteria Pemimpin, Puan Maharani: Yang Cinta Indonesia dan Mau Bergotong Royong

Menurut Ray, penyataan Puan ini sebagai autokritik atas intitusi DPR.

Jika sebagai aoukritik, maka Puan harus bisa memastikan pembuatan UU yang bermutu secara kualitas, prosedural, dan kuantitas.

BERITA TERKAIT

"Itu yang harus menjadi fokus utama Puan ke depan," ucapnya.

"Apakah pernyataan itu semacam autokritik sebagai stretegi Puan mengembangkan peran dewan di masa akan datang dengan membenahi tiga persoalan dalam legislasi ini atau apa, kita tunggu realisasinya," ujar Ray.

Sebelumnya, UU TPKS disahkan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani pada 14 April 2022.

UU itu mendapat apresiasi positif dari banyak kalangan dan dinilai sebagai salah satu keberhasilan DPR dalam menggodok UU.

Menurut Ray, pernyataan Puan juga tidak bisa dialamatkan secara sempit pada UU TPKS.

"Kalau untuk itu saja ya menurut saya sangat sempit, seharusnya untuk keseluruhan produk undang-undang di DPR," katanya.

Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengungkapkan Puan seharusnya punya sikap dan respons yang sama pada sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang sejak lama sudah ditunggu-tunggu publik, bukan hanya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"UU TPKS tentu sangat penting, tetapi RUU yang dibutuhkan publik itu tidak hanya RUU TPKS. Masih ada RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Penanggulangan Bencana, dan lain-lain. Penghormatan terhadap rakyat jangan pilih-pilih. Semua yang jelas dibutuhkan itu mesti bisa dikerjakan tepat waktu oleh DPR," ujarnya.

Baca juga: Politikus PDIP Klaim Elektabilitas Puan Meningkat Bukan Karena Polesan Bedak Pencitraan Semu

Baca juga: Sindiran Puan soal Kriteria Capres 2024: Jangan Pilih Pemimpin Narsis hingga Berjuang bagi Partai

Lucius mengungkapkan jika yang dimaksud pengesahan RUU TPKS bisa menjawab aspirasi dan kebutuhan hukum publik terkait penegakan kasus kekerasan seksual, maka akan sangat diapresiasi.

Tetapi hal itu tidak berarti proses RUU TPKS hingga disahkan menjadi UU TPKS tanpa kekurangan.

Menurutnya, peran publik sangat penting dalam pengesahan RUU TPKS.

Jika publik tidak terus-menerus menekan DPR agar segera mengesahkan RUU TPKS, mungkin sampai sekarang UU TPKS tidak juga tuntas dibahas.

Lucius menambahkan bahwa Puan tak cukup berperan dalam UU TPKS. Puan terlihat baru mulai sangat peduli pada fase akhir.

"Tentu saja ia sebagai Ketua DPR punya kuasa yang besar untuk mendorong proses yang cepat kalau kemauan politik itu memang tulus. Tetapi saya lihat respons Puan lebih terlihat sebagai langkah politik memanfaatkan RUU TPKS yang memang ditunggu-tunggu publik," tandasnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas