Contoh Naskah Khutbah Idul Fitri 2022, Dilengkapi Panduan Khutbah Idul Fitri
Berikut ini contoh naskah khutbah Idul Fitri 2022/1443 H, beserta panduan khutbah.
Penulis: Nuryanti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Berikut contoh naskah khutbah Idul Fitri 2022/1443 H, beserta panduan khutbah.
Umat Islam dianjurkan mendengarkan khutbah setelah menunaikan salat Idul Fitri.
Dikutip dari Panduan Praktis Shalat dan Khutbah Idul Fitri Saat Wabah Covid-19 dari MUI, berikut panduan khutbah Idul Fitri:
1. Khutbah Idul Fitri hukumnya sunah yang merupakan kesempurnaan shalat Idul Fitri.
2. Khutbah Idul Fitri dilaksanakan dengan dua khutbah, dilaksanakan dengan berdiri dan di antara keduanya dipisahkan dengan duduk sejenak.
3. Khutbah pertama dimulai dengan takbir sebanyak 9 kali, sedangkan pada khutbah kedua dimulai dengan takbir 7 kali.
4. Khutbah pertama dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Membaca takbir sebanyak sembilan kali;
- Memuji Allah dengan sekurang-kurangnya membaca 'Alhamdulillah';
- Membaca selawat Nabi Muhammad SAW;
- Berwasiat tentang takwa;
- Membaca ayat Al Quran.
5. Khutbah kedua dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Membaca takbir sebanyak tujuh kali;
- Memuji Allah dengan sekurang-kurangnya membaca 'Alhamdulillah';
- Membaca selawat Nabi Muhammad SAW;
- Berwasiat tentang takwa;
- Mendoakan kaum muslimin.
Baca juga: 60 Ucapan Selamat Idul Fitri 1443 H atau Lebaran 2022, Cocok Dibagikan ke IG, FB, Twitter, dan WA
Contoh Naskah Khutbah Idul Fitri
Berikut contoh naskah khutbah Idul Fitri 2022, yang Tribunnews.com kutip dari laman muhammadiyah.or.id:
Naskah khutbah ini berjudul Merengkuh Taqwa Menjadi Muslim Wasathiyyah.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ اَمَّا بَعْدُ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اَللَّهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً. اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
Alhamdulillah segala puji bagi Allah, Tuhan Pelimpah cahaya-cahaya.
Pembuka penglihatan, Penyingkap rahasia-rahasia, dan Penyibak selubung tirai-tirai.
Dialah Allah, Yang Maha Awal tanpa permulaan, Yang Maha Akhir tanpa penghujung, dan Yang Maha Abadi tanpa perubahan.
Salawat dan salam semoga terus terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, cahaya segala cahaya, pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa, kekasih Sang Penguasa Yang Maha Perkasa, pembawa berita gembira dari Yang Maha Pengampun, dan pembuka tabir kepalsuan kaum durhaka.
Demikian pula semoga rahmat terlimpahkan kepada keluarga dan para sahabat.
Semoga kita senantiasa menjadi hamba-hamba Allah yang terus memelihara keislaman, mempekuat keimanan, dan memperteguh keihsananan.
Di zaman tunggang-langgang seperti ini, rasa-rasanya merawat islam, iman, dan ihsan adalah sesuatu yang sukar.
Karenanya, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt, satu derajat lebih tinggi dari hari kemarin.
Jamaah Salat Idul Fitri rahimakumullah,
Konsep Wasathiyah dalam Islam bukanlah ajaran baru.
Bukan pula suatu ijtihad pemikiran yang baru muncul pada abad 20 Masehi atau 14 Hijriyah.
Melainkan telah dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad Saw sebagai prinsip dasar dalam menjalankan berkehidupan sehari-hari.
Nabi Muhammad pernah menampilkan sikap wasathiyah ketika berdialog dengan para sahabat.
Kisah yang direkam Aisyiah ini menceritakan tiga orang sahabat yang mengaku menjalankan agamanya dengan baik.
Masing-masing dari ketiga sahabat itu mengaku rajin berpuasa dan tidak berbuka; selalu salat malam dan tidak pernah tidur; dan tidak menikah lantaran takut mengganggu ibadah.
Rasulullah pada saat itu menegaskan bahwa beribadah memiliki kadarnya masing-masing.
Harus ada keseimbangan antara tanggungjawab keagamaan dan tanggungjawab pribadi.
Nabi berkata walaupun dirinya adalah seorang utusan Allah Swt, ia tetap harus berbuka puasa, tidur dan menikah.
Dan jelas bahwa Nabi adalah hamba istimewa karena menjadi utusan Allah untuk memperbaiki akhlaq umat manusia.
Apa yang dilakukan Nabi Muhammad sejalan dengan semangat Islam untuk tidak berlebih-lebihan dalam segala aspek kehidupan termasuk ibadah.
Demikianlah salah satu prinsip wasathiyah, yaitu tidak condong secara berlebih-lebihan pada sesuatu yang sudah ada takarannya masing-masing. Tidak boleh melampuai batas.
Dalam ibadah, umat Islam dilarang untuk ghuluw (QS. An-Nisa: 171). Dalam muamalah dilarang keras untuk israf (QS. Al-A’raf: 31).
Dalam perang membela agama pun umat Islam tidak membolehkan melakukan tindakan-tindakan di luar batas seperti merusak tumbuhan, membunuh hewan dan menyakiti anak-anak, lansia serta perempuan (QS. Al-Baqarah: 190).
Konsep-konsep dasar ini adalah pijakan menjadi seorang muslim yang wasathiyah.
Tujuannya supaya umat Islam terhindar dari bahaya cara berpikir yang ekstrim dan menimbulkan kemudharatan bagi banyak orang.
Islam mendorong umat muslim untuk menjadi yang selalu ada di tengah supaya tidak berat sebelah.
Jamaah Salat Idul Fitri rahimakumullah
Dalam kitab al-Mujam al-Mufahras li al-Alfazh al-Qur’an al-Karim karya Muhammad Fuad Abd al-Baqi kata wasatha dalam al-Qur’an disebut lima kali dengan segala maksud dan konteks penggunaannya.
Pertama, wasathna, berarti “berada di tengah-tengah” terdapat dalam QS. Al-Adiyat ayat 5:
فَوَسَطۡنَ بِهٖ جَمۡعًا
Artinya: “Lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh.”
Kedua, wasathan, yakni “sikap adil dan pilihan”, terdapat dalam QS. Al Baqarah ayat 143:
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا
Artinya: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat wasath agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”
Ketiga, awsith, yaitu “tidak berlebih-lebihan” terdapat dalam QS. Al-Maidah ayat 89:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ
Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya.”
Keempat, awsathu, maknanya “yang paling bijaksana”, terdapat dalam QS. Al Qalam ayat 28:
قَالَ اَوْسَطُهُمْ اَلَمْ اَقُلْ لَّكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُوْنَ
Artinya: Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu).”
Kelima, wustha, kata ini berkaitan dengan waktu waktu salat, terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 238:
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى
Artinya: “Hendaknya kamu menjaga waktu-waktu salat dan salat wustha..”
Jamaah Salat Idul Fitri rahimakumullah,
Berdasarkan segala turunannya, kata wasathiyyah melahirkan konsep Islam moderat.
Dengan demikian, jika kita menggali dari uraian para ahli tafsir, wasath atau moderat itu paling tidak mengandung lima pengertian.
Pertama, wasathiyah atau moderat berarti “baik atau menjadi yang terbaik.”
Allah Swt berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Ayat di atas sebagai perintah untuk membentuk sebuah perkumpulan yang terorganisir dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar.
Bila perkumpulan tersebut dilandasi keimanan kepada Allah dan sukses menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, maka janji Allah akan memberinya status sebagai khair al-ummah (umat terbaik).
Dalam Sabda Nabi tersirat bahwa khair al-ummah berarti sekelompok manusia yang paling banyak menebar manfaat bagi manusia (khair al-nas anfa’uhum li al-nas).
Karenanya, ciri dari ummatan wasathan yang terdapat dalam QS. Al Baqarah ayat 143 adalah sekelompok muslim yang senantiasa memberikan pertolongan kepada orang lain, menyalurkan bantuan-bantuan kemanusiaan pada yang membutuhkan, dan senantiasa memberikan kebahagiaan dan kegembiraan kepada orang-orang di sekelilingnya.
Kedua, wasathiyah atau moderat adalah “menebar nilai utama.”
Islam Wasathiyah senantiasa menebar nilai-nilai utama seperti kepantasan, kebaikan, kelaziman, dan lain sebagainya.
Ini diilhami dari QS. Al-Adiyat ayat 5 tentang pasukan berkuda yang menembus ke tengah-tengah musuh.
Dari sana timbul pengertian bahwa Islam sebagai sebuah agama harus benar-benar dipahami sebagai penebar nilai-nilai utama di tengah-tengah kemaksiatan dan kedzaliman.
Nilai utama tersebut telah memiliki konsepnya yang disebut dengan akhlak.
Akhlak adalah kecenderungan jiwa untuk bersikap dan bertindak.
Ada yang sifatnya utama disebut dengan akhlakul karimah.
Tergambar dari hadis Rasululllah Saw ketika ditanya tentang amalan yang paling banyak mengantarkan manusia masuk surga, beliau menjawab:
“Taqwallahi wa husnul khuluq”, yakni bertakwa kepada Allah dan berakhlak yang mulia (HR. Tirmidzi). Akhlak terpuji yang paling dasar ialah jujur, amanah, bertanggungjawab, dan dapat diandalkan.
Ketiga, wasathiyah atau moderat berarti “adil dalam bersikap.”
Allah Swt berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil.”
Adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya.
Orang yang adil adalah orang yang memiliki ilmu.
Tidak mungkin seseorang yang tidak berilmu mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Karenanya, sebelum menjadi orang yang adil, harus menjadi orang yang berilmu.
Allah Swt berfirman:
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Keempat, wasathiyah atau moderat bermakna “seimbang antara dunia dan akhirat.”
Islam wasathiyyah berarti mampu hidup secara seimbang antara dunia dan akhirat.
Keberhasilan di akhirat dapat dicapai dengan ibadah dan amal kebaikan selama berada di dunia.
Tidak terlalu tenggelam dalam pesona materialisme duniawi tetapi juga tidak terlalu hanyut dalam arus spiritualisme akhirat.
Singkatnya, ajaran Islam sangat menitikberatkan pada keseimbangan ruh dan jasad.
Allah Swt berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”
Kelima, wasathiyah atau moderat berarti “proporsional dalam ibadah dan muamalah.”
Ciri khas yang paling melekat dari islam moderat adalah tidak berlakunya ifrath atau berlebih-lebihan dan tafrith atau meremeh-remehkan.
Ummatan wasathan adalah mereka yang mampu menempatkan ajaran Islam secara proporsional.
Misalnya, dalam hal ibadah, segala hal mulai dari tuntunan, ukuran, waktu, volume, dan lain-lain harus disesuaikan dengan dalil Al Quran dan Al Sunah.
Sementara itu, dalam kehidupan muamalah dan segala kegiatan sosial lainnya dibolehkan kecuali unsur-unsur yang telah tegas dilarang dalam agama.
Persoalan ibadah harus memiliki dimensi masa lalu yang kuat dan permasalahan muamalah harus beriorientasi ke masa depan yang cerah.
Jamaah Salat Idul Fitri rahimakumullah,
Itulah ciri-ciri dari Islam Wasathiyah yaitu menjadi yang terbaik, menebar nilai-nilai utama, adil dalam bersikap, seimbang antara dunia dan akhirat, dan proporsional dalam menjalankan ibadah dan mualamah.
Pada hari raya Idul Fitri ini, semoga kita senantiasa menjadi wakil Allah di muka bumi yang senantiasa menyebar rahmat dan menghalau mudarat.
Akhirnya, mari berdoa kepada Allah SWT agar seluruh amal ibadah kita diterima Allah, diampuni dosa dan kesalahan, serta selalu berada di jalan Allah yang lurus untuk meraih ridla dan karunia-Nya.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الاَحْيِاءِ مِنْهُمْ وَالاَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ فيَا قَاضِيَ الحَاجَاتِ
اَللهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
اللَّهُمَّ أَعِزَّالْإِسْلَامَا وَالْمُسلِمِين
وَجْمَعْ كَلِمَةَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى الْحَقِّ يَا رَبَّ الْعَلَمِينَ
اَللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا كَمَا أَلَّفْتَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا… وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ, رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
(Tribunnews.com/Nuryanti)