Aturan Baru Mendagri Soal Nama Minimal 2 Kata, Bagaimana Nasib Orang Dulu yang Punya Nama 1 Kata?
Mendagri merilis aturan baru terkait pencatatan nama minimal dua kata. Lalu, bagaimana nasib orang zaman dulu yang hanya punya nama satu kata?
Penulis: Sri Juliati
Editor: Arif Fajar Nasucha
Pasal 2
Pencatatan nama pada Dokumen Kependudukan dilakukan sesuai prinsip norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
Dokumen Kependudukan meliputi:
a. biodata Penduduk;
b. kartu keluarga;
c. kartu identitas anak;
d. kartu tanda penduduk elektronik;
e. surat keterangan kependudukan; dan
f. akta pencatatan sipil.
Pasal 4
(1) Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota, UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memenuhi persyaratan:
a. mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir;
b. jumlah huruf paling banyak 60 (enam puluh) huruf termasuk spasi; dan
c. jumlah kata paling sedikit 2 (dua) kata.
(3) Dalam hal Penduduk melakukan perubahan nama, pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri dan persyaratannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Dalam hal Penduduk melakukan pembetulan nama, pencatatan pembetulan nama termasuk bagian pembetulan Dokumen Kependudukan berdasarkan dokumen otentik yang menjadi dasar untuk pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 5
(1) Tata cara Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan meliputi:
a. menggunakan huruf latin sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia;
b. nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan pada Dokumen Kependudukan; dan
c. gelar pendidikan, adat dan keagamaan dapat dicantumkan pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik yang penulisannya dapat disingkat.
(2) Nama marga, famili, atau yang disebut dengan nama lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan satu kesatuan dengan nama.
(3) Tata cara Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan dilarang:
a. disingkat, kecuali tidak diartikan lain;
b. menggunakan angka dan tanda baca; dan
c. mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.
Pasal 6
(1) Pejabat pada Disdukcapil Kabupaten/Kota, UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan kepada Penduduk mengenai prinsip, persyaratan, dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4 ayat (2), dan Pasal 5.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memberikan saran, edukasi dan informasi guna pelindungan kepada anak sedini mungkin.
Pasal 7
(1) Penduduk yang memberikan nama yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b dan Pasal 5 ayat (3), pejabat pada Disdukcapil Kabupaten/Kota, UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia tidak mencatatkan dan menerbitkan Dokumen Kependudukan.
(2) Pejabat pada Disdukcapil Kabupaten/Kota, UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia yang melakukan Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b dan Pasal 5 ayat (3), diberikan sanksi administratif berupa teguran secara tertulis dari Menteri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan yang telah dilaksanakan sebelumnya, dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Selengkapnya, Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 dapat Anda akses melalui link ini.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Larasati Dyah Utami)