PROFIL Buya Syafii Maarif, Ulama dan Cendekiawan Indonesia, Pernah Dijenguk Jokowi Maret 2022 lalu
Berikut profil Buya Syafii Maarif yang dikabarkan menghembuskan nafas terkahir di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Jumat (27/5/2022) pukul 10.15 WIB.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Berita duka datang dari Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif pada Jumat (27/5/2022) pukul 10.15 WIB.
Buya Syafii Maarif dikabarkan menghembuskan nafas terkahir di RS PKU Muhammadiyah Gamping.
Banyak ucapan doa mengalir untuk menghantarkan kepergian Buya Syafii Maarif.
Lantas siapa sosok Buya Syafii Maarif, berikut profil Buya Syafii Maarif yang dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber.
Melansir Wikipedia, Buya Syafii lahir pada 31 Mei 1935 di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Minangkabau, Buya Syafii dikabarkan wafat pada usia 87 tahun.
Anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Ma'rifah Rauf Datuk Rajo Malayu dan Fathiyah ini memiliki 14 saudara seayah.
Baca juga: Buya Syafii Maarif Meninggal Dunia di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
Sewaktu Syafii berusia satu setengah tahun, ibunya meninggal.
Buya Syafii kemudian dititipkan ke rumah adik ayahnya.
Pendidikan
Pada tahun 1942, ia dimasukkan ke sekolah rakyat (SR, setingkat SD) di Sumpur Kudus.
Sepulang sekolah, Pi'i, panggilan akrabnya semasa kecil, belajar agama ke sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah pada sore hari.
Ia tamat dari SR pada tahun 1947, namun ia tidak dapat meneruskan sekolahnya selama beberapa tahun.
Baru pada tahun 1950, ia masuk ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah di Balai Tangah, Lintau.
Tiga tahun berlalu, saat usianya 18 tahun, ia meninggalkan kampung halamannya untuk merantau ke Jawa.
Bersama dua adik sepupunya, yakni Azra'i dan Suward, ia diajak belajar ke Yogyakarta oleh M. Sanusi Latief.
Namun sesampai di Yogyakarta, niatnya bersekolah kandas karena kelas sudah penuh.
Tidak lama setelah itu, ia justru diangkat menjadi guru Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia di sekolah tersebut.
Baca juga: Kabarkan Buya Syafii Maarif Meninggal Dunia, Mahfud MD: Indonesia Kehilangan Tokoh Besar
Ia kemudian mendaftar ke Mu'allimin dan akhirnya ia diterima.
Selama belajar di sekolah tersebut, ia aktif dalam organiasi kepanduan Hizbul Wathan dan pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Sinar (Kini Dibawahi oleh Lembaga Pers Mu'allimin) yakni sebuah majalah pelajar Muallimin di Yogyakarta.
Sepeninggal sang ayah pada 5 Oktober 1955, Buya Syafii masih menyelesaikan sekolahnya.
Tidak lama setelah tamat sekola, usia 21, ia berangkat ke Lombok memenuhi permintaan Konsul Muhammadiyah dari Lombok untuk menjadi guru.
Setahun mengajar di sebuah sekolah Muhammadiyah di Pohgading, Buya Syafii kembali lagi ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Surakarta.
Buya Syafi masuk ke Universitas Cokroaminoto dan memperoleh gelar sarjana muda pada tahun 1964.
Ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) dan tamat pada tahun 1968.
Selanjutnya bekas aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini, terus meneruskan menekuni ilmu sejarah dengan mengikuti Program Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS.
Sementara gelar doktornya diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS.
Buya Syafii lalu terlibat secara intensif melakukan pengkajian terhadap Al-Quran, dengan bimbingan tokoh pembaharu pemikiran Islam, Fazlur Rahman, Nurcholish Madjid dan Amien Rais.
Baca juga: Kondisi Kesehatan Buya Syafii Maarif Sebelum Meninggal Dunia Hari Ini, Sering Keluar Masuk RS
Karir
Buya Syafii pernah menjadi guru mengaji dan buruh sebelum diterima sebagai pelayan toko kain pada 1958.
Setahun bekerja sebagai pelayan toko, ia kemudian bergadang bersama temannya.
Ia juga sempat menjadi guru honorer di Baturetno dan Solo dan menjadi redaktur Suara Muhammadiyah dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia.
Ulama dan cendekiawan Indonesia pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Buya Syafii Maarif.
Setelah meninggalkan posisinya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, kini ia aktif dalam komunitas Maarif Institute.
Guru besar IKIP Yogyakarta ini, juga rajin menulis dan menjadi pembicara dalam sejumlah seminar.
Sebagian besar tulisannya adalah masalah-masalah Islam, dan dipublikasikan di sejumlah media cetak.
Bukunya yang sudah terbit antara lain berjudul: Dinamika Islam dan Islam, Mengapa Tidak?, 1984 dan Islam dan Masalah Kenegaraan, 1985.
Baca juga: Breaking News: Buya Syafii Maarif Eks Ketum PP Muhammadiyah Wafat
Atas karya-karyanya itu, pada tahun 2008 Syafii mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay dari pemerintah Filipina.
Berdasarkan pengalamannya, penulis Damiem Demantra pun membuat sebuah novel tentang masa kecil Ahmad Syafi'i Maarif, yang berjudul 'Si Anak Kampung'.
Novel ini telah difilmkan dan meraih penghargaan pada America International Film Festival (AIFF).
Cendekiawan muslim Adian Husaini mengkategorikan Ahmad Syafii Maarif sebagai tokoh Muhammadiyah pendukung gagasan Islam Liberal (neomodernisme) yang diusung oleh Fazlur Rahman.
Syafii bersama dengan Hasyim Muzadi melakukan penolakan pemberlakuan syariat Islam secara formal di Indonesia.
Syafii masuk dalam 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia dalam buku Budi Handrianto.
Pernah Sakit Jantung
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Sebelumnya, ulama senior Muhammadiyah ini dikabarkan pernah mengalami serangan jantung ringan, Sabtu (26/3/2022).
Bahkan pada saat sakit itu, Buya Syafii sempat dijenguk Presiden Joko Widodo (Jokowi) di kediamannya di Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta.
Buya Syafii diketahui sebelumnya sempat sakit terkena serangan jantung ringan sehingga harus dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman.
Namun, pada saat itu kondisi Buya Syafiimasih dalam keadaan baik dan terlihat sehat.
Jokowi pun sempat meminta doa untuk kesembuhan Buya Syafii, kepada seluruh masyarakat.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)