Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Survei Charta Politika: Mayoritas Publik Tak Setuju Pemilu 2024 Ditunda

Hasil survei terbaru dari Charta Politika menyebut kalau mayoritas publik tidak setuju jika Pemilu 2024 ditunda.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Survei Charta Politika: Mayoritas Publik Tak Setuju Pemilu 2024 Ditunda
Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya saat menyampaikan hasil surveinya terkait respons publik soal adanya isu rencana penundaan pemilu yang disampaikan secara daring, Senin (13/6/2022). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil survei terbaru dari Charta Politika menyebut kalau mayoritas publik tidak setuju jika Pemilu 2024 ditunda.

Dalam survei bertajuk ‘Membaca Situasi Politik dan Konstelasi Elektoral Pasca Rakernas Projo’ didapati sebanyak 76,2 persen responden mengaku tidak setuju jika Pemilu 2024 ditunda.

Hal ini kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya sekaligus merespons usulan dari Projo yang kekeh ingin Pemilu 2024 ditunda.

"Saya membuka data nya sebagai representasi dari suara publik bahwa 76,2 persen tidak setuju dengan ide ini (penundaan pemilu) dan hanya 16,3 persen menyatakan setuju dengan ide ini," kata Yunarto saat menyampaikan hasil surveinya secara daring, Senin (13/6/2022).

Lebih lanjut, hasil survei persepsi publik terhadap pelaksanaan penundaan pemilu ini juga berkorelasi dengan pengetahuan publik akan adanya pelaksanaan Pemilu serentak pada 2024.

Di mana ada sebanyak 76,2 responden yang mengetahui akan adanya pelaksanaan Pemilu tahun 2024 dan hanya 23,8 persen yang mengaku tidak tahu.

Baca juga: PAN Respons Usulan Projo Soal Jabatan Presiden 2,5 Periode

Berita Rekomendasi

"Jadi sebenernya ada linier ya kalau kita lihat yang tidak setuju terhadap penundaan pemilu diikuti dengan temuan 76 persen yang menyatakan bahwa mereka mengetahui adanya Pemilu Serentak di 2024 dan menyatakan setuju pelaksanaan pemilu di 2024 baik Pileg, Pilpres maupun Pilkada,” kata Yunarto, Senin (13/6/2022).

Dengan begitu kata dia, hasil dari survei yang disajikannya tersebut menunjukan kalau dominan publik menyatakan tidak setuju penundaan pemilu dan menyatakan mengetahui adanya pelaksanaan Pemilu serentak di 2024 mendatang.

"Kita berani menyimpulkan bahwa akan lebih banyak mudarat berupa penolakan yang akan muncul terhadap pemerintahan Jokowi jika masih ada pihak-pihak yang mencoba menggoreng dan mendorong isu ini," katanya.

"Ketika kita tahu Jokowi dalam statementnya secara resmi bahkan di istana dan di Ratas itu berapa kali mengatakan penolakan, dan ternyata linier penolakan Jokowi dengan semakin naiknya tingkat penolakan terhadap isu penolakan pemilu 2024," ujar Yunarto.

Baca juga: Projo Usul Jabatan Presiden Ditambah Setengah Periode, Pengamat: Usulan Ngawur, Pancing Rakyat Marah

Sebagai informasi, survei yang dilakukan Charta Politika ini dilakukan dalam rentang waktu 25 Mei- 2 Juni 2022 dengan melibatkan 1.200 sampel.

Adapun metode pengambilan surveinya dengan melakukan multistage random sampling serta melakukan proses wawancara tatap muka.

Dari hasil survei tersebut didapati margin of error sekitar kurang lebih 2,83 persen dengan menerapkan quality control terhadap 20 persen responden.

Isu Penundaan Pemilu Kembali Mencuat

Bendahara Umum Projo Panel Barus mengatakan bahwa isu tiga periode jabatan presiden ibarat api yang mau mati.

Artinya sebagai sebuah kemungkinan politik, wacana tiga periode jabatan presiden sangatlah kecil.

Saat ini kata dia yang memungkinkan masa jabatan Jokowi ditambah setengah periode menjadi 2,5 periode.

Baca juga: Usul Jabatan Jokowi Tambah Setengah Periode, Bendahara Umum Projo: Lebih Masuk Akal

“Saya yang lebih masuk akal bukan 3 periode, tapi 2,5 periode,” kata Panel Barusdalam diskusi bertajuk 'Bangkit Dari Kubur Jokowi 3 Periode', di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (12/6/2022).

Menurutnya menambah masa jabatan presiden setengah periode, efortnya tidak sebesar tiga periode jabatan presiden.
Harus ada amandemen undang-undang dasar 1945.

“Mekanisme 2,5 periode artinya nambah. itu lebih mungkin, energinya lebih ada,” katanya.

Meskipun jadwal pemilu sudah diketok, kata dia, penambahan masa jabatan presiden masih memungkinkan.

Terutama apabila ada kejadian besar yang memaksa adanya penundaan pemilu.

“Kalau tiba-tiba ada kondisi luar biasa, itu bisa jadi faktor yang menentukan (penundaan pemilu). Kalau pemilu 2024 itu kan agenda politik negara yang sudah berjalan. nah yang 2,5 periode itu masih bisa numpang di tengah jalan itu nanti,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas