Peradi Prihatin dengan Kondisi Organisasi Advokat Saat Ini
prihatin melihat perkembangan banyaknya organisasi advokat saat ini yang masing-masing dapat melakukan pendidikan dan ujian advokat, namun tidak memil
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Pengurus Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Pusat TM Mangunsong SH mengaku prihatin melihat perkembangan banyaknya organisasi advokat saat ini yang masing-masing dapat melakukan pendidikan dan ujian advokat, namun tidak memiliki standard mutu yang sama.
“Kami sangat prihatin dengan kondisi organisasi advokat saat ini,” ujar TM Mangunsong yang didampingi Ketua Panitia Ir Anita Andrianie SH MH dalam acara Halal Bihalal dan Diskusi Internal bertajuk, “Organisasi Advokat Terkini” yang digelar DPC Peradi Jakpus di Hotel Grand Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/6/2022), yang juga dihadiri Wakil Ketua Umum DPN Peradi Dr Ifdhal Kasim sekaligus pembicara dalam diskusi itu.
Kondisi tersebut, kata Mangunsong, melahirkan advokat-advokat baru yang kurang berkualitas, dan ada kecenderungan menjadikan organisasi advokat sebagai ajang mencari keuntungan dengan berlomba-lomba melakukan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan ujian advokat serta meluluskan advokat baru sebanyak-banyaknya.
“Hal itu tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya organisasi advokat sebagai garda terdepan dalam melahirkan advokat yang berkualitas, karena advokat adalah profesi terhormat (officium nobile) yang menjadi salah satu garda terdepan dalam penegakan hukum dan keadilan di Indonesia,” jelas Mangunsong.
Baca juga: DPC Peradi Jakarta Barat Gelar Pendidikan Profesi Khusus Advokat Angkatan V, Diikuti 76 Peserta
Tidak hanya prihatin akan banyaknya organisasi advokat, Mangunsong juga mengaku prihatin akan tidak adanya suatu kode etik dan suatu dewan kehormatan yang keputusannya mengikat semua advokat dari berbagai organisasi, sehingga menimbulkan mudahnya advokat menghindari sanksi etik.
“Karena bila terkena sanksi dari satu organisasi maka dia dengan mudah dapat pindah ke organisasi lain. Hal ini tentu sangat tidak sehat dan sangat memprihatinkan bagi terciptanya kredibilitas dan profesionalitas advokat menuju profesi advokat sebagai profesi yang terhormat (officium nobile),” sesal Mangunsong.
Menyikapi kondisi yang memprihatinkan tersebut, Mangunsong pun mengusulkan sejumlah hal.
Pertama, kata Mangunsong, bila organisasi advokat tidak mungkin bersatu dalam suatu wadah organisasi advokat (single bar), dan multi bar merupakan suatu keniscayaan, maka DPC Peradi Jakpus mengusulkan agar semua organisasi advokat dalam melaksanakan pendidikan dan ujian serta dalam hal menentukan kelulusan harus memiliki standard yang berskala nasional.
Kedua, lanjut Mangunsong, bila suatu wadah organisasi advokat (single bar) merupakan suatu hal yang tidak mungkin terjadi, dan multi bar merupakan suatu keniscayaan, maka DPC Peradi Jakpus mengusulkan agar dibentuk suatu dewan kode etik dan suatu dewan kehormatan yang mengikat semua organisasi advokat yang ada di Indonesia.
“Itulah solusi atau jalan keluar sebagai jawaban atas keprihatinan kami, mudah-mudahan menjadi jalan terbaik atas situasi/kondisi yang terjadi saat ini, yang menimpa organisasi-organisasi advokat di Indonesia,” tandas Mangunsong.