Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anwar Usman Sebut Jabatan Ketua-Wakil Ketua MK adalah Hak Memilih Sembilan Hakim Konstitusi

Ketua MK Anwar Usman menyatakan persoalan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK sepantasnya dikembalikan ke pemangku hak, yakni para hakim konstitusi.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in Anwar Usman Sebut Jabatan Ketua-Wakil Ketua MK adalah Hak Memilih Sembilan Hakim Konstitusi
Ist
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Kamis (2/6/2022). Ia menyatakan bahwa masa jabatan ketua dan wakil ketua MK adalah hak memilih dan dipilih dari para hakim konstitusi. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menyatakan bahwa masa jabatan ketua dan wakil ketua MK adalah hak memilih dan dipilih dari para hakim konstitusi.

Sehingga menurutnya persoalan tersebut sudah sepantasnya dikembalikan ke pemangku hak, yakni para hakim konstitusi.

Anwar Usman menyatakan hal tersebut lewat dissenting opinion putusan perkara nomor 96/PUU-XVIII/2020 terkait gugatan uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

“Menimbang bahwa terkait dengan permohonan pengujian Pasal 87 huruf a UU Nomor 7/2020 menyangkut masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, karena jabatan dimaksud merupakan bagian dari hak memilih dan dipilih dari para Hakim Konstitusi, maka sudah selayaknya dan sewajarnya, jika persoalan tersebut dikembalikan kepada pemangku hak, yakni para Hakim Konstitusi,” ungkap Anwar Usman lewat dissenting opinion di persidangan, Senin (20/6/2022).

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Punya Waktu Paling Lama 9 Bulan Memilih Ketua Pengganti Hakim Anwar Usman

Anwar Usman mengatakan, meski para pembentuk UU berkeinginan menjaga proses transisi kepemimpinan MK, namun keinginan tersebut juga harus dikembalikan kepada pemangku hak yakni kesembilan hakim konstitusi untuk menentukan ketua dan wakil ketua.

“Meskipun dapat dipahami bahwa kehendak para pembentuk UU berkeinginan untuk menjaga proses transisional kepemimpinan di Mahkamah Konstitusi dapat berjalan dengan baik dan lancar, namun keinginan tersebut harus tetap dikembalikan kepada pemangku hak,” terang Anwar Usman.

Berita Rekomendasi

Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan permohonan Pemohon dalam perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020 ini.

Gugatan nomor perkara 96/PUU-XVIII/2020 yang dikabulkan adalah Pasal 87 huruf a yang berbunyi:

“Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini.”

Baca juga: Petinggi PKS Dikabarkan Segera Temui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Bahas Apa?

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 87 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekutan hukum mengikat.

Dengan dikabulkannya gugatan tersebut, maka akan berimbas pada masa jabatan ketua dan wakil ketua MK yang saat ini menjabat, yakni Anwar Usman dan Aswanto.

Keduanya menjabat ketika UU Nomor 8 Tahun 2011 masih berlaku. Namun, periodisasi masa jabatan keduanya berubah setelah diundangkannya UU Nomor 7 Tahun 2020, yakni menjadi lima tahun.

Bila berdasarkan UU sebelumnya, yakni UU Nomor 24 Tahun 2003, satu periode masa jabatan ketua dan wakil ketua MK adalah selama tiga tahun, sebelum akhirnya kembali diubah menjadi 2 tahun 6 bulan melalui UU Nomor 8 Tahun 2011.

Baca juga: Jokowi Ulang Tahun, Kenapa Tak Pernah Dirayakan? Mengapa Lebih Memilih Blusukan?

Hal tersebut dijelaskan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang putusan.

"Oleh karena itu, dalam waktu paling lama sembilan bulan sejak putusan ini diucapkan harus dilakukan pemilihan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi," ucap Enny.

Sidang permohonan perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh Priyanto yang berprofesi sebagai advokat.

Adapun objek permohonan Priyanto yaitu pengujian materiil Pasal 87 huruf a dan huruf b UU MK terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Namun, pasal 87 huruf b ditolak MK karena tidak beralasan menurut hukum.

Adapun Pasal 87 huruf b berbunyi:

“Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang-Undang ini diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun.”

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas