Sidang Kasus Korupsi Proyek IPDN: Hakim Dalami Dugaan Aliran Uang Waskita Karya ke Komisi II DPR
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mendalami dugaan aliran uang PT Waskita Karya (Persero) Tbk ke Komisi II DPR RI.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mendalami dugaan aliran PT Waskita Karya Tbk (Persero) ke Komisi II DPR RI.
Dugaan aliran uang itu didalami Hakim Ketua Eko Aryanto dalam sidang lanjutan terdakwa Kepala Divisi I PT Waskita Karya tahun 2008-2012, Adi Wibowo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/6/2022).
Diduga aliran uang terkait proses pembahasan anggaran sejumlah pembangunan gedung Kampus IPDN.
Hakim Eko mendalami dugaan aliran dana itu kepada saksi mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraeni.
Awalnya hakim Eko mendalami soal proyek IPDN yang dibahas oleh anggota DPR.
Baca juga: KPK Ingatkan Waskita Karya Cs Kembalikan Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi IPDN
Kemudian, Hakim Eko menyinggung soal penganggaran.
"Apakah DPR itu bisa menolak usulan dari kementerian, dalam hal ini kemendagri untuk masalah anggaran?" tanya Hakim Eko.
"Kalau kami selama ini karena teknis itu dari Direktorat Jenderal, badan maupun yang lain Kemendagri, ya ada," jawab Diah.
"Ya berarti kan bisa bu, karena kan dibahas antareksekutif dengan legislatif," kata Hakim Eko menimpali.
Lebih lanjut Hakim Eko mendalami pengakuan Diah.
Termasuk salah satunya soal dugaan lobi-lobi agar pengajuan anggaran proyek IPDN disetujui DPR.
"Untuk itu suapaya disetujui proyek ini, apakah ada lobi-lobi antara Kemendagri dengan Komisi II?" cecar Hakim Eko.
"Kalau kami selaku Sekjen dan secara normatif tidak," jawab Diah.
"Tidak tahu ya?" seloroh Hakim Eko menimpali.
"Tidak," kata Diah.
Lantas Hakim Eko menyinggung soal dugaan aliran uang dari Waskita Karya ke komisi II DPR.
Hakim mendalami hal itu lantaran sebelumnya ada pengakuan ihwal aliran dana tersebut.
Baca juga: KPK Terima Pengembalian Rp22 M dari Hutama Karya Hingga Waskita Karya Terkait Kasus Korupsi IPDN
"Karena saksi kemarin menerangkan ada uang dari Waskita Karya diserahkan kepada komisi II, tahu tidak?" tanya Hakim Eko.
"Saya tidak tahu," kata Diah.
"Apakah saksi tahu ada pengurangan volume?" cecar Hakim Eko.
"Tidak tahu," jawab Diah.
Kepada mantan anak buah eks Mendagri Gamawan Fauzi itu, Hakim Eko juga menyinggung soal dugaan aliran uang dari Waskita kepada PPK pada Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kemendagri tahun anggaran 2011, Dudi Jocom.
Hakim Eko juga mendalami soal dugaan penyimpangan-penyimpangan proyek yang digarap oleh Waskita Karya tersebut.
"Kemudian ada Dudi Jocom menerima uang dari Waskita Karya, bahwa ada penyimpangan-penyimpangan seperti itu, apa saksi tahu?" cecar Hakim Eko.
"Tidak," singkat Diah.
Sebelumnya dalam persidangan terungkap jika PT Waskita Karya diduga menggelontorkan sejumlah uang ke Dudi Jocom.
Pemberian uang itu terkait pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung Kampus IPDN Provinsi Sulawesi Selatanndi Kabupaten Goa pada Kemendagri tahun anggaran 2011 yang dimenangkan Waskita Karya.
Hal itu terungkap dalam sidang terdakwa Kepala Divisi I PT Waskita Karya tahun 2008-2012, Adi Wibowo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/6/2022).
Fakta itu terungkap saat jaksa KPK membacakan BAP saksi Yudhi Darmawan.
Dalam BAP yang dibeberkan jaksa, Kabag Pemasaran PT Waskita itu mengetahui adanya pemberian berupa uang yang dikemas dalam goodie bag.
Uang yang diambil dari bagian keuangan PT Waskita Karya diantar oleh salah seorang pegawai Waskita Karya bernama Slamet ke salah satu hotel di Bogor atas perintah Adi Wibowo.
Kebetulan saat itu Dudi Jocom sedang rapat pembahasan anggaran, termasuk pembahasan anggaran pekerjaan IPDN tahap 2.
"Pada siang harinya [Slamet] berangkat bersama supir yang menemaninya dengan mobil kantor dengan [membawa] goodie bag yang berisi uang dari bagian keuangan Waskita Karya," ucap jaksa saat membacakan BAP Yudhi.
"Benar itu keterangan saksi?" kata jaksa menegaskan.
"Betul," jawab Yudhi.
Sepengetahuan Yudhi, uang yang dikirimkan itu atas permintaan Dudi Jocom.
"Pak Adi memang menugaskan Pak Slamet untuk sebagai PIC ke pihak Depdagri, ditugaskan," ujar dia.
Hakim Ketua Eko Aryanto sempat menyinggung pemberian uang tersebut.
Namun, Yudhi mengklaim tak mengetahui secara detail.
Saat itu Slamet bertugas dibagian pengendalian proyek yang berada di bawah divisi I PT Waskita Karya.
"Saudara kan di Waskita Karya, terus menerangkan ada menyerahkan Rp500 juta, itu uang kalau emang benar dari Waskita Karya, apakah memang ada anggarannya? Setiap proyek apakah sudah dianggarkan?" cecar Hakim Eko.
"Yang jelas kami di marketing tidak tahu, karena itu adalah aaa kami tidak mengetahui yang disampaikan itu dari mana uang, sebagian dari mana, juga kami tidak mengenal. Itu mungkin diskresi. Saya tidak mengetahui," jawab Yudhi.
Pemberian uang itu diperkuat kesaksian Direktur PT Kharisma Indotarim Utama, Mulyawan.
Ia mengaku diperintah Dudi Jocom untuk menerima uang dari pihak Waskita Karya.
"[Menerima uang dari] Pak Slamet yang mulia. Saya diminta Pak Dudi Jocom untuk mengambil. Nanti dihubungi sama pak Slamet," ungkap Mulyawan.
Kepala Divisi I PT Waskita Karya tahun 2008-2012, Adi Wibowo, sebelumnya didakwa telah memperkaya diri atau orang lain atau korporasi terkait dugaan korupsi pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung Kampus IPDN Provinsi Sulsel di Kabupaten Gowa pada Kemendagri tahun anggaran 2011.
Salah satu korporasi yang diuntungkan dari dugaan korupsi tersebut PT Waskita Karya.
Dalam surat dakwaan jaksa KPK, PT Waskita Karya turut diperkaya Rp26,6 miliar atau Rp 26.667.071.208,84.
Selain pelat merah bidang konstruksi itu, PT Cahaya Teknindo Majumandiri juga disebut diperkaya Rp80.076.241 atas dugaan rasuah tersebut.
Sementara pihak lain yang turut diperkaya adalah mantan PPK pada Satker Setjen Kemendagri, Dudi Jocom, sebesar Rp500 juta.
Perbuatan korupsi itu diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp27.247.147.449,84.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi memperkaya orang lain yaitu Dudy Jocom sebesar Rp500.000.000 serta memperkaya korporasi yaitu PT Cahaya Teknindo Majumandiri sebesar Rp80.076.241 dan PT Waskita Karya Tbk sebesar Rp26.667.071.208,84, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan Negara yang seluruhnya sejumlah Rp27.247.147.449,84," bunyi surat dakwaan terdakwa Adi Wibowo.
Adi Wibowo disebut bersama-sama dengan Dudi Jocom selaku PPK pada Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kemendagri tahun anggaran 2011 melakukan pengaturan dalam proses pelelangan untuk memenangkan PT Waskita Karya, mengalihkan sebagian pekerjaan ke pihak lain (perusahaan subkontraktor) tanpa izin tertulis dari PPK dan mengajukan pencairan pembayaran 100 persen atas pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi kemajuan pekerjaan sebenarnya dalam pengadaan pembangunan proyek tersebut.
Adapun pagu anggaran pembangunan gedung Kampus IPDN Gowa di Provinsi Sulsel senilai Rp128.513.491.000.
"Pada tanggal 13 September 2011 Gamawan Fauzi selaku PA (Menteri Dalam Negeri Indonesia sejak 22 Oktober 2009 hingga 20 Oktober 2014) mengeluarkan surat nomor: 011/3439/SJ perihal persetujuan penetapan pemenang pelelangan pekerjaan pembangunan gedung kampus IPDN di Provinsi Sulawesi Selatan kepada PT Waskita Karya dan ditindaklanjuti Mohammad Noval selaku Ketua Panitia Pengadaan dengan mengumumkan PT Waskita Karya (Persero) sebagai pemenang lelang atas pengadaan jasa konstruksi Pekerjaan Pembangunan Gedung Kampus IPDN di Provinsi Sulawesi Selatan TA.
2011 dengan harga penawaran sebesar Rp 125.686.000.000 dengan nilai 94,16 melalui
surat pengumuman pemenang nomor: 227/Peng/P3/KK/KDN/IX/2011 tanggal 13
September 2011," tulis surat dakwaan.
"Selanjutnya Dudy Jocom selaku PPK menunjuk PT Waskita Karya (Persero) menjadi Penyedia untuk pelaksanaan Paket pekerjaan Konstruksi Pembangunan Gedung IPDN di Provinsi Sulawesi Selatan di Kabupaten Gowa TA. 2011 dengan nilai penawaran Rp.125.686.000.000 sebagaimana surat nomor: 027/1055/PAKPA/IX/2011 tanggal 21 September 2011, padahal berdasarkan Laporan Hasil Reviu BPKP, Proses Pengadaan Gedung Kampus IPDN pada 4 lokasi di daerah (Kab. Agam, Kab. Minahasa, Kab. Gowa, dan Kab. Rokan Hilir) TA. 2011, nomor: LAP-506/D4.01/2011 tanggal 19 Agustus 2011 seharusnya lelang dinyatakan gagal dan diulang lagi. Perbuatan tersebut melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan 6 Perppres No. 54 Tahun 2010 tentang PBJ," tulis surat dakwaan.