Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Ungkap Biaya Politik di Indonesia Bisa Puluhan Miliar, LaNyalla: Itu Penyebab Tingginya Korupsi

Ketua DPD LaNyalla mengatakan, biaya politik yang mahal menimbulkan potensi sikap korup para pejabat yang terpilih.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in KPK Ungkap Biaya Politik di Indonesia Bisa Puluhan Miliar, LaNyalla: Itu Penyebab Tingginya Korupsi
DPD RI
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Ia menyebut tingginya korupsi tidak selalu disebabkan mental korup melainkan juga dipicu tingginya biaya politik.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyebut tingginya korupsi tidak selalu disebabkan mental korup melainkan juga dipicu tingginya biaya politik

"Dapat kita simpulkan jika biaya politik mahal ini menjadi penyebab tingginya praktik korupsi di negeri ini. Hal itu sejalan dengan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," tutur LaNyalla di sela kunjungan kerjanya ke Surabaya, Sabtu (2/7/2022).

Dikatakan LaNyalla, biaya politik yang mahal menimbulkan potensi sikap korup para pejabat yang terpilih.

Biaya politik yang mahal juga tidak rasional dan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat. 

Selain potensi sikap yang korup, potensi kinerja pun rendah dan cenderung tidak memikirkan masyarakat pemilih.

"Fakta banyaknya para pejabat yang terjerat dugaan kasus korupsi menunjukkan bahwa biaya politik ada hitungannya," beber LaNyalla. 

Menurutnya, sudah saatnya masyarakat diberikan edukasi politik yang baik dan etis.

Berita Rekomendasi

Tidak lagi bersedia memilih jika diberi uang dan jika tidak diberi uang oleh si pemilih, maka tidak mau memilih.

Baca juga: Sukarelawan Jokpro Dukung Presiden 3 Periode, Sebut Duet Jokowi-Prabowo Bisa Tekan Ongkos Politik

Perilaku money politik dilakukan oleh para politikus yang ingin serba instan ingin menjadi pejabat, namun dampaknya besar bagi masyarakat. 

Senator asal Jawa Timur itu melihat pentingnya menanamkan kesadaran politik agar para politikus dan calon pejabat beradu gagasan, perjuangan, etika serta berwawasan bahwa jabatan bukan satu-satunya target yang harus dicapai, sehingga menghalalkan berbagai cara.

"Perlu segera dilansir berapa sesungguhnya biaya politik yang wajar dan rasional agar tidak masuk ke dalam jebakan politik transaksional," tutur LaNyalla. 

Ditambahkannya, politik yang rasional dimulai dari rasionalitas undang-undangnya itu sendiri. 

"Jika aturan-aturan main sudah tidak rasional, semua mekanisme politik kita akan tidak rasional, termasuk biaya yang melangit, sedangkan gaji yang diterima sangat relatif," ujar LaNyalla.

KPK: bisa puluhan miliar

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut bahwa biaya politik di Indonesia sangat mahal.

Alexander mengatakan demikian saat memberi sambutan dalam pembekalan antikorupsi kepada Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Oesman Sapta Odang (OSO) beserta 54 pengurus Partai Hanura.

Diketahui, kegiatan itu merupakan program Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Terpadu 2022 yang digelar di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta.

"KPK sangat menyadari biaya politik di negeri ini mahal, menjadi anggota DPR, DPRD, kepala daerah tidak ada yang gratis," kata Alexander pada Kamis (30/6/2022).

"Kami telah melakukan survei, dana yang harus dimiliki para calon untuk menjadi kepala daerah tingkat II (wali kota/bupati) saja sebesar Rp20-30 miliar. Untuk gubernur, harus memiliki dana Rp100 miliar."

Baca juga: KPK Jebloskan 2 Koruptor Proyek Jalan di Bengkalis Riau ke Lapas Tangerang

Karena biaya politik di Indonesia sangat mahal tersebut, kata Alexander, dalam proses pemilihan, para calon seperti diwajibkan memiliki modal.

Alexander mengatakan, tidak ada calon yang gratis untuk bisa melenggang maju dalam pilkada.

Ia menjelaskan ongkos pencalonan seseorang tersebut didapat dari berbagai sponsor, lantaran partai politik juga memperbolehkan berbagai perusahaan untuk menyumbang.

Namun, kata Alex, hal itulah yang kemudian menjadi beban politik di masa depan bagi calon yang menang atau terpilih dalam pilkada.

Misalnya, Alexander melanjutkan, perusahaan kontraktor menyumbang salah satu calon untuk maju dalam pilkada.

Ketika sang calon tersebut terpilih, maka akan ditagih jatah proyek di pemerintahannya.

"Kalau calon yang dijagokan menang, perusahaan penyumbang tersebut ikut tender dalam proyek kebijakannya dan pasti akan diloloskan," ujarnya.

"Yang seperti ini akan runyam karena sudah dipesan di awal, bahkan mulai dari perencanaan proyeknya, kegiatannya, lelangnya, dan harga yang terbentuk juga pasti tidak bener."

Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengatakan, alasan pentingnya para kader partai politik mengikuti program PCB dari KPK.

Selain akan diberikan pemahaman soal nilai-nilai integritas, juga melatih para kader untuk terus berkomitmen memberantas korupsi, khususnya di sektor politik.

Ia mengharap para kader berkomitmen untuk menerapkan materi antikorupsi yang diberikan.

"Pakta Integritas yang telah ditandatangani semoga tidak hanya di atas kertas tetapi betul-betul diimplementasikan setiap menduduki jabatan," ujar Alex.

Lebih lanjut, Alexander menuturkan, KPK pun akan terus memandu dan memonitor kinerja para pejabat/penyelenggara negara.

"Jika patuh dan berkomitmen integritas pasti tidak akan tersandung korupsi," ujar Alexander.

Sementara itu, Ketum Hanura Osman Sapta Odang mengucapkan terima kasih kepada KPK atas diundangnya kader Partai Hanura dalam kegiatan tersebut.

Menurut dia, Partai Hanura akan menerapkan saran, sistem, dan metodologi yang disampaikan KPK.

Dengan begitu, diharap dapat menjadi bahan dalam mensosialisasikan dan membentuk kader partai yang taat hukum serta berpartisipasi aktif dalam mencegah korupsi.

"Kami Partai Hanura memberikan apresiasi kepada KPK yang telah berhasil melakukan pencegahan tindak pidana korupsi dalam program seperti ini," ujarnya.

"Partai Hanura akan melakukan sosialisasi dan budaya antikorupsi dan berpartisipasi aktif dalam memantau dan mempersiapkan kader antikorupsi melalui program dari Partai Hanura, khususnya dalam memberantas korupsi."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas